153

Nabil mengendarai motor nya diatas kecepatan rata-rata. Yang ada di pikirannya saat ini adalah Kinara yang kini tengah berada di sekolah sendirian dan tengah menunggu jemputan.

Begitu sesampainya ia di sana, dirinya masih melihat anak-anak karate tengah berlatih. Dia lega, setidaknya Kinara tidak benar-benar sendirian di sekolah.

Setelah memarkirkan motor nya dengan rapi, Nabil bergegas berjalan cepat menuju kelas yang dia tahu sebagai kelas Kinara.

Suasana cukup sepi di lorong sekolah, di tambah lagi memang minim nya pencahayaan membuat Nabil sedikit susah untuk menuju ke sana karena ia sering kali terlewat lorong kelas atau halangan yang lainnya.

Sesampainya di kelas Kinara yang memang terlihat gelap terlihat dari luar, Nabil buru-buru membuka pintu kelas dan mencari saklar di dekat sana guna memastikan apakah Kinara benar-benar ada di sekolah atau tidak.

Lampu menyala, hati Nabil mencelos melihat Kinara tengah manangkupkan kedua tangannya di atas meja, untuk menopang kepalanya.

“Kinara?” panggil Nabil perlahan, membangunkan adik bungsu nya itu.

Kinara mengerjap pelan, dirinya tidak tidur cuma hanya menutup mata dan mencari ketenangan dari dalam sana.

Melihat Nabil yang kini berdiri di depannya, Kinara merasa bersalah karena ia pasti sudah membuat kesemuanya merasa khawatir dan merepotkan.

“Kok kak Nabil yang jemput gue kesini?” tanya Kinara kemudian, dan melihat wajah Nabil yang masih menatapnya intens.

Kinara sudah siap. Dirinya sudah siap kalau sehabis ini ia akan di maki, dan di marahi karena tidak memberi kabar apapun. Salah nya sendiri, tidak memberitahu kondisi baterai ponsel nya kepada Raka yang tinggal sedikit dan mengakibatkan hal ini terjadi.

Tapi di luar dugaan, justru kini tangan Nabil terulur untuk mengusap keringat dingin Kinara yang berkumpul di area dahi. “Kenapa sih, gabisa kah sehari aja lo ga bikin kita khawatir kaya gini?” keluh Nabil kemudian.

Bibir Kinara mengulum senyum, dia suka perhatian Nabil yang sangat ditunjukkan saat ini. “Salah di gue kak, telat ngabarin dan ponsel gue keburu mati. Gue juga clumsy dan ga mikir panjang efek kedepannya kaya gimana.” ujar Kinara kemudian, memberikan penjelasan.

Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sudah berapa banyak waktu ia habiskan untuk berdiam diri di dalam kelas menunggu jemputan dari Raka, dan juga untuk menghilangkan rasa sakit yang hingga saat ini tetap terasa nyeri di kaki sebelah kanan nya.

“Ayo kita pulang sekarang.” ajak Nabil kemudian, mengambil alih tas punggung Kinara untuk dirinya bawa.

Kinara menurut, dan berdiri dengan hati-hati guna meminimalisir rasa sakit pada lututnya yang mungkin akan menjadi jadi.

“Kaki lo kenapa? Kenapa jalan lo pincang gitu?” tanya Nabil kemudian, tersadar Kinara berjalan pincang di belakangnya.

“Cuma kesemutan kak, gue tadi kan tidur lama di kelas terus kaki gue ga gue gerakin.” bohongnya pada Nabil.

“Mau gue gendong aja?”

Dengan cepat Kinara menggeleng, “Gausah lah, kaya gue kenapa aja sampe harus di gendong. Bentar lagi juga udah deket parkiran kan? Jalan aja udah ayok.” Ujar Kinara kemudian, menarik tangan Nabil untuk bergegas kembali berjalan.

“Nih, lo pake aja jaket gue.” ucap Nabil sesampainya di tempat parkir sembari melepas Jaket yang tadi menempel di badannya.

Nabil memutuskan untuk Kinara memakai jaketnya karena, ketika Kinara menarik tangannya untuk berjalan tadi ia bisa merasakan betapa dinginnya tangan Kinara ketika bersentuhan dengan tangannya.

“Tapi gue udah pake hoodie kak?” tanya Kinara balik, bingung.

“Hoodie doang masih kurang hangat di lo. Lagian ini hoodie siapa sih? Gue gatau lo punya hoodie kaya gini.”

“Punya Gale.”

Gerakan tangan Nabil terhenti, dirinya kini menatap Kinara intens.

“Ke- kenapa?” tanya Kinara bingung.

“Lo pacaran sama Gale?” tanya Nabil to the point.

Kinara menggeleng polos, “Kalau patokan lo untuk orang pacaran cuma karena mereka saling minjemin barang, semua orang di dunia ini pasti pacaran kak.”

Nabil tertawa kecil mendengarkan penuturan adiknya itu. Apa yang di bilang Kinara ada benar nya, dan mungkin dirinya juga terlalu dangkal untuk hal ini.

“Dah, ayo naik.” ujar Nabil kemudian, selesainya ia memasang tempat duduk di bagian penumpang motor nya. “Motor gue emang tinggi makanya gue jarang barengin lo balik karena alasan ini. Jadi lo gausah ngeluh.” katanya lagi, melihat Kinara kesusahan menaiki motor nya.

Kinara tersenyum tipis, “Gue ga ngeluh kok kak, lagian emang belum terbiasa makanya agak susah awal gue naik.”

Lagi lagi Nabil terdiam dengan jawaban adiknya itu. “Ada aja lu ngomong jawab gue.” kesal nya.

Kinara tertawa kecil.

By the way, lo ga marah kak Raka ga jemput lo?” tanya Nabil lagi, sembari memberikan helm kepada Kinara yang sudah naik ke kursi penumpang.

“Marah? Marah kenapa?” tanya Kinara balik, tidak mengerti.

“Kok kenapa? Dia ga jemput lo. Sampe jam tujuh malem. Dan kita pulang sekolah tadi jam berapa anjing? Lo nunggu berapa jam disini? Dan gue nanya, apa lo ga marah sama kak Raka?” ujar Nabil lagi penuh penekanan, gemas.

Kinara mengendikkan bahu nya acuh, “Kalaupun emang iya dia ga jemput gue sampe selama itu, pasti ada alasannya juga.” Jawab Kinara kemudian. “Lagi pun kesalahan terbesar ada di gue, karena gue malah mainin hape udah tau baterai nya tinggal dikit. Pasti aslinya Kak Raka udah ngabarin gue sesuatu soal hal itu. Kak Raka ga salah sama sekali, dia pasti punya alasan.” Sambungnya lagi.

Nabil mengangguk, “Iya sih, dia bilangnya tadi jadwal matkul nya di majuin.”

“Tuh kan, apa gue bilang. Kak Raka pasti punya alasan. Dia bukan orang yang lepas tanggung jawab.” sahut Kinara langsung, senang.

Nabil menurunkan kaca helm Kinara dengan sedikit kesal, “Sok tau lo.” katanya kemudian.

“Bukan sok tau gue kak. Kita udah hidup bareng berapa tahun sih? Bukannya aneh ya kalo gue ga ngerti kebiasaan kalian.” Ujar Kinara memberi pembelaan. “Eh tapi gue baru tau, lo punya “helm* warna putih kaya gini? Kok helm nya lebih kecil sih dari punya lo? Ini punya siapa? Ih masih bau plastik.” cerocosnya lagi, membuat Nabil mengulum senyum.

Iya saudara saudara, Nabil tadi mampir bentar ke toko helm langganan nya buat beliin Kinara helm supaya ketika pulang naik motor nanti kepala anaknya nggak kedinginan. Kalau alasan Nabil sih, supaya nggak masuk angin. Soalnya kalo masuk angin si Kinara, dia lagi di salahin. Padahal mah tinggal ngomong jujur aja, kalau dia khawatir.


Kini ketiganya, Raka, Arsha, dan Arzhan menunggu dengan bingung. Entah kepulangan kedua orang tuanya atau kedatangan kedua saudara nya lebih dulu.

“Siap siap yang terburuk aja kak.” ujar Arsha berpesan kepada Raka yang kini terlihat murung sembari mengotak atik ponselnya.

“Lo ngapain dah? Chat Kinara?” tanya Arzhan kemudian, melihat kegiatan Raka bermain ponsel tidak segera usai. “Ga di liat sama anaknya, gue udah coba chat juga tadi. Baterai ponsel dia abis paling.” sambungnya lagi.

“Ngapain chat si Kinara? Kan tadi kak Nabil udah bilang, anaknya udah sama dia dan ini lagi jalan balik.” tanya Arsha bingung.

“Ya kenapa emang? Gue ga butuh di baca sekarang.” jawab Raka ketus.

Tiada berapa lama, ketiganya mendengar suara pintu gerbang di buka.

Tampaknya kedatangan antara Kinara dan Nabil, dengan kedatangan kedua orang tua nya berbarengan sehingga membuat suasana sedikit gaduh karena suara motor dan mobil bersahut sahutan.

“Loh kok Kinara baru pulang ini? Kalian dari mana? Raka mana? Kok Kinara sama Nabil?” tanya mama bertubi-tubi.

Mama memasuki rumah bersama Nabil dan Kinara yang mengikuti dari belakang.

“Gimana ini kak? Kok adek nya sama kak Nabil? Kamu gak jemput Kinara tadi?” tanya mama lagi, mendesak suara keluar dari bibir Raka.

“Ma... Kinara tadi emang sama kak Nabil.” Belum sempat Raka berbicara, Kinara langsung mengambil alih.

“Laiya? Kan mama tanya, kenapa kamu sama kak Nabil?”

“Soalnya matkul kak Raka di ajukan, jadi akhirnya Kinara sama kak Nabil pulang nya.” jawab Kinara. “Ini baru pulang, soalnya Kinara tadi ngajakin kak Nabil ke gramedia buat liat buku.” ucapnya lagi, berbohong.

“Kamu pulang sekolah jam dua siang ya Kinara, sekarang udah hampir jam delapan malam. Kamu mau bohong sama mama?” Sahut mama cepat, tidak percaya.

“Bener dari gramedia ma. Aku nyari buku try out, Kinara di section novel. Anaknya tadi duduk lama disana, baca buku sambil nungguin aku nyari buku yang cocok.” Bela Nabil memperkuat argumen Kinara, sembari mengeluarkan buku try out yang dirinya beli tadi.

Pada akhirnya mama percaya, dan kemudian mengajak Kinara segera menuju lantai atas untuk mandi dan bebersih diri dan kemudian istirahat.

Arsha dan Arzhan menghela nafas lega, pertengkaran kali ini bisa di hindari walaupun sedikit ada cekcok diantara mama dan juga Kinara.

“Itu kenapa kaki Kinara pincang sebelah?” tanya Arsha kemudian, tersadar langkah Kinara agak aneh saat di tuntun mama untuk menaiki anak tangga.

Nabil mengendikkan bahunya tidak tahu menahu. “Tadi bilang ke gue sih kesemutan waktu di sekolah. Tapi masa iya, kesemutan bisa awet kaya gitu dari sekolah sampe rumah?”

Keempatnya kemudian terdiam, bingung dengan fikiran masing-masing.