27th Anniversary Celebration
Kali ini adalah hari yang di tunggu-tunggu oleh sejumlah besar penduduk kampus. Ya gimana enggak, hari ini adalah hari ulang tahun universitas mereka yang ke 27 tahun.
Keira terharu, kampus mereka udah tua banget ya ternyata. Dia masih dua puluh dua tahun, sedangkan universitas mereka sudah lima tahun lebih tua.
Ga banyak yang bisa Keira ceritakan akhir-akhir ini, selain dirinya berusaha keras untuk menghindari Hansa di segala situasi. Setelah ia mencoba meditasi dan meresapi semua yang ada, dia sadar kalau dirinya dan Hansa itu ga cocok untuk hubungan lebih dari teman. Dan sesuai saran dari Jisel, dirinya akan memberikan batas yang jelas antara hubungannya dengan Hansa supaya Hansa sendiri berhenti untuk terus menggantungkan harapan pada Keira.
Kasian banget Hansa, belum berjuang udah di tolak duluan ternyata.
Balik lagi, antusias para mahasiswa tak kunjung reda bahkan ketika hari sudah menjelang siang. Sekedar info, tadi pagi ada perlombaan jalan sehat. Tau sendiri lah ya, agendanya ngapain.
Ada sedikit kejutan juga, ternyata nomor Jisel menjadi pemenang kedua pada perlombaan jalan sehat pagi itu. Juara dua dapet apa sih? Dapet rice cooker ternyata, nangis banget. Mana si Jisel mau nempeleng kepalanya Keira soalnya dia heboh banget waktu nomor urut milik Jisel di panggil. Serius dah, malu maluin banget.
Setelah tadi sempat istirahat di apartemen Jisel, kemudian Adelio mengajak Jisel dan Keira untuk berangkat bersama dirinya saja menuju kampus. Biar lebih cepet, gausah nungguin Hansa mulu.
Adelio keliatan biasa aja waktu satu mobil sama Keira. Padahal di dalam hati dia, rasanya udah porak poranda karena dia terus terusan keinget Nada di saat bersamaan. Sssttt... Adelio kan emang belom sepenuhnya move on dari Nada.
Sesampainya di tempat berkumpul mereka, Dinan yang melihat wajah lemas Adelio langsung mengejeknya. “Lemes banget pak, kaya abis di kejar bencong?”
Seolah mengerti apa yang Dinan isyaratkan, Hengky ikut mengerling nakal ke arah Adelio, “Wajahmu mengingatkan ku, dengan kekasih ku dulu~” nyanyinya membuat Adelio melotot dengan galak.
“Diem.”
Jisel dan Keira yang baru saja tiba bersama Adelio mengerutkan kening bingung, mereka ga tau hal apa yang sedang di bicarakan oleh yang lainnya.
“Eh non Jisel, non Keira. Gimana ujiannya? Lancar?” tanya Baejin berusaha mengalihkan perhatian. Di biarin malah makin gajetot temen temennya.
Jisel menganggukkan kepalanya dan memberikan jempol kalau dirinya puas dengan hasil uts kali ini.
“Aman sih kalau gue.” jawab Keira juga.
Dapat Keira lihat, disini sudah berkumpul banyak anak dari kelompok Haikal. Ga lupa juga, Keira juga merasa kalau saat ini mereka sedang menjadi pusat perhatian. Gila, pesona geng Haikal ga bisa di tolak ternyata.
“Ayo nang cedek panggung, nyapo lo awak dewe ngumpul neng kene koyo lagi antri dadi penerima bansos.” celetuk Binbin dan berjalan mendahului mereka. (Ayo ke deket panggung, ngapain lo kita ngumpul disini kaya lagi antri jadi penerima bansos.)
Keira tertawa mendengar penuturan Binbin, sedangkan Jisel yang berada di samping nya tidak mengerti. “Ngomong apaan sih anjir?”
Hermas yang berada di belakang Jisel kemudian menjelaskan, maksud dari perkataan Binbin tadi apa. Abis itu, baru deh Jisel ikutan ketawa. PADAHAL MAH UDAH TELAT BANGET!
Keira menyipitkan matanya curiga, gerakan bawah tanah apa lagi ini kawan?? kenapa Hermas sama Jisel tiba-tiba jadi deket gini dah? Perasaan terakhir kali Keira tau, mereka berdua cuma saling bicara dalam hal bahas SDM yang ada di Indonesia. Alias, GILA BERBOBOT BANGET ANJING BAHASANNYA.
Haikal datang terlambat bersama Anan yang berada di belakangnya. Ngeliat Anan, mood Keira jadi ga menentu. Mau marah tapi anaknya udah minta maaf. Anaknya udah minta maaf, tapi bawaannya Keira tetep pengen marah. Pokoknya gajelasssss.
“Sorry gue telat, ini nih jemput si curut duluan gue.” kata Haikal dan melirik Anan yang ada di sampingnya sedang memainkan ponsel dengan tangan kirinya dengan acuh. “Oiya, si Anan bawa kamera. Nanti kita foto foto ya geng.”
“Gapapa, santai aja. Acaranya juga belum mulai lama kok.” ucap Hardin menenangkan.
“Band kalian urutan ke berapa?” tanya Dinan kemudian, dan mengecek kembali anggota yang akan tampil nanti.
“Ini masih urutan berapa emang?” tanya Javin balik, karena dia nanti adalah salah satu yang akan naik panggung dan memainkan gitar.
“Berapa ya Din?” tanya Dinan pada Hardin yang sibuk menelusuri area sekitar panggung.
“Lah, gue mah bagian keamanan doang Nan. Mana gue tau ini sekarang performance ke berapa.” jawabnya singkat. “Coba lu sana tanya Hermas.”
“Gue humas, ga ada urusan.” sahut Hermas cepat sebelum menunggu mulut Dinan membuka untuk bertanya.
Bisa di bilang, Dinan itu managernya mereka. Tapi karena konsep buat tampil di panggung itu bebas, jadinya dia ga gitu prepare untuk urutan ke berapa yang bakalan tampil abis ini. Dia kira yang bakalan tampil tuh random, terserah siapa yang mau maju ke panggung, yaudah maju sono.
Ternyata setelah dia sampai ke lapangan langsung, tadi ada panitia yang ngehampirin dia dan ngasih nomor urut buat antri nanti perform. Kacau lah dia, makanya dari tadi ribet sendiri. Mana si vokalis belom dateng lagi.
“Itu yang perform urutan ke delapan Din.” sahut Sylvia yang baru saja datang dengan kawan kawannya. “Kalian nomor berapa?” tanya nya lagi.
“Mampus gue, kita nomer sepuluh lagi bangsat!!” keluhnya, “woy Kayla, cowo lo mana anjir??” tanya Dinan panik pada Kayla yang juga baru datang bersama kekasih Hengky.
“Hah?? Ya gue gatau lah. Gue aja baru sampe kampus sama si Mita.” jawabnya bingung, karena baru dateng udah di todong pertanyaan tentang keberadaan Ren.
“Coba telpon dulu, gue cari ke luar.” kata Haikal kemudian dan berlari meninggalkan yang lainnya.
Dino mengerjap pelan, “baikan nih mereka?”
“I hope so.” jawab Felix pendek.
“Maaf jbjb, emang Haikal sama Ren lagi berantem ya?”
“APASIH TOLOL SI KEIRA, NANYA LO SELALU GA LIAT KONDISI GOBLOK!” amuk Jisel.