A Walk to Remember
Arzhan mendengar suara ketukan pintu ketika ia tengah sibuk menumpuk beberapa buku pelajaran yang telah ia selesai kerjakan. Matanya melihat ke arah jam dinding kamarnya yang menujukkan pukul dua belas malam. Terlalu malam untuk bertamu. Dengan langkah gontai, Arzhan melangkah mendekati pintu dan membuka pintu itu untuk melihat siapa yang mengetuk pintu.
Kinara berdiri di depan kamarnya sembari membawa guling kamar berwarna kuning kesayangannya. “Kak, udah tidur kah?” tanyanya polos.
Arzhan menggaruk telinganya tidak gatal, “Enggak sih Ra, kenapa?” tanya Arzhan kemudian.
“Temenin gue nonton The Medium dong, tadi gue ke kamar kak Arsha lampunya udah mati.” ujar Kinara lagi.
Arzhan tersenyum simpul, “Emang ga ngantuk?” tanya Arzhan memastikan.
Kinara langsung menggeleng, “Sama sekali enggak. Ayo kak ih, buruan.” ajak Kinara lagi, dan kali ini menarik lengan Arzhan untuk berjalan bersama menuju kamarnya.
Arzhan tersenyum geli, Kinara memaksakan dirinya untuk menemani ia menonton film horror. Bahkan Kinara sendiri tidak bisa membuka matanya sendiri sepanjang film karena terlalu takut untuk melihatnya.
“Kalau gini mah jadi laptopnya Ra, yang nonton elo.” goda Arzhan.
“Ihh, diem kak Arzhan!!”
“ARZHAAANN!! ARZHAAAAN!!”
Arzhan membuka matanya perlahan ketika suara Arsha menyapa gendang telinganya. Arzhan menatap kosong kasur sampingnya, tempat Kinara tidur semalam.
“Anjir bangun bego, bisa bisanya lo ketiduran lagi di kamar Kinara.” ujar Arsha mengomel. “Sampe kapan lo gabisa merelakan kepergian Kinara Zhan?” tanya Arsha kemudian dengan nada sendu.
Arzhan terduduk, tangannya mengusap wajahnya dengan kasar.
“Ini udah dua tahun sejak kepergian Kinara, Zhan. Kemudian setiap malam lo selalu pergi ke kamar dia dan berakhir ketiduran disini. You have to accept that she's not here anymore.” Arsha masih menasehati.
“Lo ga pernah percaya ketika gue selalu bilang, tiap malam Kinara ke kamar gue dan bawa guling. Dia selalu membujuk gue buat temenin dia nonton film.” jawab Arzhan kemudian. “Dan juga bagi gue, Kinara masih ada Sha. Gue masih belum bisa menganggap dia sebagai kenangan.” sambungnya lagi.
Arsha terdiam, Arzhan pun sama.
Kemudian Arzhan kembali melihat Arsha yang ada di depannya dengan mata berkaca. “Dan lo mungkin juga bakalan inget, a year after her death you give up on life because of the pain losing Kinara!!” Teriak Arzhan kemudian.
Bayangan Arsha yang ada di depan Arzhan langsung mengabur begitu kalimat terakhir terselesaikan. Hati Arzhan kembali di penuhi oleh duka.
Dirinya menangis dengan keras hingga Arzhan tersadar ada Nabil dan Raka yang masuk dengan paksa ke dalam kamarnya untuk membangunkan dirinya yang masih belum bisa lepas dari dunia mimpi.
“ARZHAN??? BANGUN ARZHAN!!” teriak Raka panik, menepuk-nepuk pipi Arzhan. Berusaha untuk menyadarkan nya dari mimpi buruk.
Nabil yang berada di samping Raka hanya bisa memegang tangan Arzhan yang di penuhi oleh keringat dingin. Segera setelah Arzhan terbangun, keduanya memeluk Arzhan dengan erat.
Bulan bulan terakhir setelah kepergian Kinara, semua berjalan menuju kehancuran. Arsha yang tidak bisa melepas bayang kepergian Kinara, lebih menyerah pada kehidupan.
Arsha lelah. Jiwanya sudah penat menanggung setiap duka yang tertinggal karena kepergian Kinara. Arsha terbangun setiap hari untuk kembali bertarung dengan hal yang sama. Dia kehilangan motivasi untuk terus melanjutkan hidup, hingga akhirnya sekali lagi rumah di penuhi oleh duka.
Karena yang paling sedih itu bukan tentang kepergiannya, tapi tentang kisah selanjutnya dari orang-orang yang dia tinggalkan.