Bagian terakhir dari Anan

Nada menoleh dengan khawatir pintu masuk untuk ke taman belakang. Beneran takut kalo semisal Yudha, Hermas, dan Jonathan lempar petasan ke arah diri nya dan Anan.

“Kenapa hei?” tanya Anan lembut, menyentuh lengan Nada.

Nada menggeleng, dia ga mungkin terang terangan kan bilang kalau saudaranya yang lain pengen Anan cepet pulang. “Ga ada, berasa lagi di awasin aja.”

Anan ikut menoleh ke arah pintu. “Gak apa, aku udah izin papa kamu buat nemenin kamu lebih lama kok.” ujar Anan menenangkan.

Jadi sehabis rapat panjang tadi, Nada di bawa oleh Anan ke taman belakang. Sedangkan papa dan mamanya masih melanjutkan sesi maaf maafan. Dan Anan rasa, itu hal yang terbaik yang bisa dia lakukan saat ini.

“Nanti pasti bengkak lagi.” kata Anan sembari menyentuh kelopak Nada yang sembab sehabis menangis.

Nada terkesiap merasakan sentuhan jari tangan Anan yang di dingin di matanya. “Gak papa, banyak yang jagain aku disini.” jawab Nada dan ikut menyentuh tangan dingin Anan.

Kemudian, Nada di kagetkan dengan runtunan pop up notifikasi yang muncul dari jendela layar ponselnya,

Nada mendelik kan matanya tidak percaya. Dengan segera dirinya melepaskan tangan Anan, dan kemudian menyisir seluruh sudut taman.

“Orang gila, di intipin beneran gue.” Gumam nya pelan, masih terdengar Anan.

Anan tertawa kecil, “Sayangnya mereka tulus sayang, itu bukan hal yang patut buat kamu kesal. Itu udah jadi tugas aku nanti, buat yakinin mereka kalau aku memang pantas buat kamu.” Ujarnya kemudian setelah melihat notifikasi dari ponsel Nada.

“Sayang?”

“Iya sayang?”

“Enggak, maksud gue lo tadi, LOH?! LO KOK MANGGIL SAYANG LAGI BARUSAN?! SENGAJA BANGET BIKIN HATI GUE GONJANG GANJING!!”

Anan tertawa lepas. Banyak hal yang dia ketahui dari cinta. Bundanya selalu menasehatinya, kalau jatuh cinta nanti, bahagianya akan sama dengan sedihnya. Tapi ketawanya akan lebih kecil daripada menangis nya. Dan Anan sudah melewati hal itu jauh lebih berat dari apa yang bisa di bayangkan.

“Nad, do you know who is more beautiful than you?” tanya Anan lagi pada Nada setelah tawanya reda.

Nada menolehkan kepalanya yang tengah memandang asik bintang ke arah Anan, “Ga ada” jawab Nada ketus, karena dia ga mau pujian Anan untuk wanita lain keluar dari mulutnya.

“That's right, no one.” jawab Anan dan kembali memfokuskan tangannya untuk mengusap lembut rambut Nada.

“ANAN UDAH ANJING, GUE SALTING BUSET.” rengek Nada kalang kabut. Sialan, dia yang biasanya godain orang sekarang malah di jadiin bulan bulanan sama Anan.

Kadang Anan berfikir, bukankah cantik itu relatif? tapi kok di Nada jadi mutlak? Tapi kemudian dirinya sadar, Nada is one of the beautiful things that earth has.

Anan juga menyadari penuh perasaannya sekarang. Tidak ada lagi bimbang di hatinya pada Nada. Karena sejatinya, pada saat itu bukan masih ada sisa rasa, tapi semua rasa itu masih dan tetap sama seperti di awal bertemu.