BBQ gone wrong.
Akhirnya malam di Lombok itu, di isi dengan pesta BBQ yang di adakan oleh Gale. Lagi-lagi Haidar kagum dengan betapa loyalnya Gale pada teman-temannya. Pesta BBQ? Siapa sangka bahwa Gale akan menyiapkan ini semua. Dilihat dari persiapan dia yang serba mendadak, ternyata Gale lebih ringkas dari pikiran Haidar.
Sembari menunggu daging yang matang, yang lainnya menunggu di meja panjang yang telah di siapkan mang Asep dari tadi sore.
“Mau maen?” tanya Zoya mencoba mengalihkan perhatian anak-anak pada ponsel nya masing-masing.
“Mau maen apa yang? Monopoli?” ucap Gale mengundang gelak tawa dari anak-anak lain, dengan brutal Zoya memukul lengan Gale.
“Ishhh, apasih. ToD gimana??” usul Zoya, setelah amarahnya mereda.
Fazel mengacungkan tangannya, ingin berbicara. “Ayokk, Tod seru nih kayanya. Ntar muternya pake botol kecap.” ucapnya semangat. “Yang gamau ngelakuin ToD nya, ntar disuruh minum kecap asin aja wkwkwkwkwk.” selorohnya, di dukung oleh Haidar.
“Gue sih oke-oke aja.” jawab Juna pendek.
Yang lainnya, menganggukan kepala setuju.
“Yaudah bentar, gue mintain botol kecap kosong dulu ke mang Asep.” ucap Zoya dan berdiri pergi dari sana.
Permainan dimulai, berdasarkan suit yang telah di lakukan Fazel memenangkan bagian pertama sebagai orang yang memberi ToD. Perlahan tapi pasti, dirinya memutar botol kecap itu. Dan ternyata botol kecap itu berhenti pas di arah Jevano yang tengah sibuk memakan daging BBQ.
“NAH KAN! KENA LO.” teriak Haidar kegirangan.
“Anjing! Kaget gue bangsat!” celetuk Juna marah, kaget ketika mendengar teriakan Haidar ketika dirinya ingin meminum soda.
“Tod Jev?” tanya Nathaniel singkat.
“Dare aja deh.” jawab Jevano santai.
Fazel melirikkan matanya usil, “coba lo tembak Zoya sekali lagi.” ucapnya, mengundang beragam tatapan orang disana.
“Wah, kalo kata aing lu mah nyari mati Zel.” ucap Haidar dan menepuk pundak Fazel.
Mata Gale berkilat, menatap reaksi Fazel. “Gue sih gamasalah, toh ini ToD doang kan?” kata Jevano masih santai. “Ntar kalo ada hal salah yang masih berkelanjutan, ya tinggal nyalahin Fazel. Kan ini ToD nya dia.” lanjutnya lagi memperkeruh suasana.
Fazel bergidik ngeri, dia takut kalau nanti malam akan ada Assassin suruhan Gale yang datang ke kamarnya, dan membunuhnya. “Yaudah ganti deh, sana lo tembak Mbak Sekar aja.” ucap Fazel cepat.
Wajah Jevano pias, mbak Sekar adalah penunggu villa Gale itu. Dan dia adalah satu-satunya orang paling galak disini setelah Zoya. Nyalinya menciut.
Fazel tersenyum menang, “berani nggak?” ucapnya menantang. Semakin mengulur waktu, semakin tipis saja kepercayaan diri Jevano. Akhirnya dia mengalah dan lebih memilih meminum kecap asin.
Giliran Mark, dia memutar botol kecap itu dan berhenti pas di depan Gale. Dirinya nenghela nafas lega, itu lebih baik daripada harus berhenti di Jevanka atau Nathaniel.
“ToD dude?” tanya Mark tersenyum.
“Just give me the Dare.” jawab Gale percaya diri.
“I will give you the dare that you like.” ucap Mark lagi. Gale hanya menaikan satu alisnya bingung. “Kiss Zoya, right now!” lanjutnya lagi, di sambung sorakan anak-anak lain.
“Kissing!! Kissing!! Kissing!!” seloroh yang lain bersahut-sahutan. Wajah Zoya sudah merah padam karena malu. Dengan segera Gale mengecup Zoya kilat. Menyisakan teriakan orang-orang disana.
Haidar agak shock sebenarnya, melihat adegan live yang biasanya dia tonton di drama Korea.
ToD masih berlanjut, dan kini botol sudah berada di tangan Juna. Dengan cepat Juna memutar botol kecap itu, dan berhenti di hadapan Nathaniel.
“Nah, ini dia main character kita hari ini.” ucap Jevano puas.
“ToD Nath?” tanya Juna.
“Gue pengen Dare, tapi Dare nya suruh nyium Jevanka boleh ga?” tanya Nathaniel berharap.
“Ya kalo gue yang ngasih dare sih, paling lo ntar gue suruh nyium mang Asep aja sih.” ucap Juna tengil, mengundang gelak tawa.
“Ck, yaudah Truth aja.” ucap Nathaniel pasrah dan menyender di lengan Jevanka, dia malas untuk melakukan apa-apa saat ini.
“Jujur, lo sebenernya udah suka sama Jevanka dari awal dia pindah sekolah kan?” tanya Juna menyudutkan. “Gue udah tau, tapi kenapa malah lo jadiin dia kacung buat ngerjain tugas lo?” lanjutnya lagi membuat Zoya bertepuk tangan karena senang, senang pertanyaan nya selama ini tersalurkan.
Jevanka menoleh ke arah Nathaniel yang menatap ke arah langit malam, mencari jawaban. “Lo suka sama gue dari awal masuk sekolah Nath?” tanya Jevanka ikut bingung.
Sudah terlanjur basah, akhirnya Nathaniel menganggukan kepalanya. “Terus alasan gue jadiin lo babu buat ngerjain tugas, ya biar ga ada yang berani deketin lo. Soalnya mereka tau, kalo lo itu orang gue.” jelasnya lagi.
“Ihhh, anjir Nathaniel bisa aja.” ucap Haidar gemas, “gue masih inget, waktu si Nathaniel rebutan Jevanka sama Jevano. Padahal Jevano kan kembarannya si Jevanka.” lanjutnya lagi mengundang tatapan tajam dari Nathaniel.
“Wah sumpah, mulutnya Haidar tuh kalo ga ember kayanya busuk sih.” kata Nathaniel ketus, kesal karena hal memalukan yang dia simpan rapat-rapat bisa terbongkar dengan mudah di hadapan Jevanka.
Jevanka hanya tersenyum lucu, melihat wajah kesal Nathaniel.
Tanpa mereka sadari, Shafira melihat hal itu dengan sinis. Dari samping.
Permainan masih terus di lanjutkan sampai pukul 23.55
Sepertinya ini akan menjadi putaran terakhir dari Shafira. Dan dengan kebetulan Botol kecap tadi mengarahkan ke arah Jevanka.
Wow, kebetulan yang manis.
“Dari aku nih Jev, ToD?” tanya Shafira sembari tersenyum.
“Duh apa ya?” ucap Jevanka bertingkah sekolah berfikir. “Truth ajadeh, males gue di suruh aneh-aneh.” lanjutnya, makin membuat senyum Shafira mengembang.
“Ohh, truth nih?” ucap Shafira puas, “yaudah, coba lo jujur. Dulu lo beneran lupa ya kalo nyokap lo di Austria udah meninggal? Sekarang udah inget belom?” tanya Shafira lagi.
Suasana langsung hening, semua bingung untuk membuka suara. Bagi Jevanka, kalimat yang di ucapkan Shafira tadi bagaikan air laut yang meluap seperti tsunami di kepalanya.
“SHAFIRA, LO ANJING!!” teriak Jevano murka, begitu bisa mengendalikan perasaanya. Dengan segera Jevano melangkahkan kaki mendekati Jevanka yang terdiam dan pucat.
“It's okay Lyn.” ucap Jevano menenangkan walau dengan nada panik, tapi hal itu tidak terdengar jelas oleh Jevanka.
Jevanka memutar otaknya, apa yang dia lupakan dimasa lalu? Mama nya telah tiada?
Nathaniel mendekapnya dengan kuat, bisa di rasakan Jevanka, kalau tangan Nathaniel gemetar ketika menutup telinganya.
“Shafira, lo tau dari siapa bangsat!!” samar-samar dirinya bisa mendengar teriakan Nathaniel untuk Shafira.
Jevanka menggali ingatannya di masa lalu, makin keras dia mencari, sakit kepalanya makin menjadi. Pandangannya mulai kabur, darah mulai keluar dengan deras dari hidungnya. Potongan memori yang sebelumnya di lupakan olehnya, yang menjadi ruang kosong dalam fikirannya mulai terisi kembali.
Dia ingat betapa hancurnya dirinya, kalau mamanya pergi meninggalkan dia selamanya. Juga betapa depresi dirinya, ketika dibawa pulang ke Indonesia. Berapa lama dia pulang ke psikiater untuk pengobatannya, juga pada akhirnya dia memilih menyerah, dan menabrakkan mobilnya pada pohon di pinggir jalan.
Dia ingat semua. Setidaknya itu yang bisa dia simpulkan sebelum semuanya berubah gelap, dan dia kehilangan kesadarannya.