Bertengqar part sekian

Anan melangkahkan kakinya dengan lebar menuju gedung FKO. Penjelasan Haikal pagi tadi cukup membuat darahnya mendidih, belum lagi di perkuat bukti dari Sylvia yang jujur padanya tadi malam. Tidak ada yang bisa dia maafkan jika sudah mengusik Nada.

Yohan yang masih duduk berdiskusi dengan Aldeo di ruang kelas tidak tahu menahu langsung merasakan pukulan keras di pipi kirinya dari Anan.

“WOI ANJING, PEGANGIN GOBLOK!!” Teriak Haikal dari belakang, karena tertinggal ketika mengejar Anan tadi.

Aldeo dengan sigap menekuk kedua mangan Anan ke belakang agar kejadian yang barusan tidak terjadi lagi.

Haikal terengah engah berlari menuju samping Anan, dan ikut memegang kendali tubuh Anan yang masih meronta.

Yang lainnya juga datang menyusul. Beruntung karena ini masih pagi, tidak banyak mahasiswa yang datang hingga Adelio segera menutup pintu kelas dengan rapat, menghindari seseorang menonton konflik internal yang tengah terjadi pada teman temannya secara langsung.

“LO KALAU ADA MASALAH SAMA GUE, NGOMONG ANJING! JANGAN MALAH GANGGUIN NADA!” teriak Anan menggelegar.

Haikal hanya bisa menutup matanya pasrah dengan amukan Anan. Dirinya mengkode dari kedipan matanya pada Hengky, untuk menghubungi Nada. Yang bisa membuat Anan berhenti hanya Nada seorang, dan Haikal tau betul tentang hal itu.

Yohan kembali berdiri, dan masih memegang pipi nya yang sakit. Dinan sudah berdiri di samping Yohan untuk ikut mengamankan sesuatu yang lebih buruk akan terjadi.

“Gue bukan ga suka sama lo anjing.” Ucap Yohan kemudian penuh penekanan. “Gue suka sama Nada, tapi enggak dengan hubungan kalian.” Sambungnya lagi. “Lo udah ambil Nada, apa salahnya kalo Keira buat gue?! Lo maruk bangsat!!”

Anan kembali meronta ke depan, hendak memukul Yohan lagi. “DIA NADA, NADA CAROLINE. BUKAN KEIRA ABIGAIL. LO COMPARE KEDUANYA DEMI KERIBUTAN GUE DAN NADA?! LO GATAU GIMANA RASANYA DI CAP SEBAGAI PENGGANTI ANJING!!”

Hermas memandangi pemandangan di depannya dalam diam. Dia sudah tahu, kalau masalah yang lalu pasti masih belum usai dan mungkin ini adalah puncaknya.

Entah dari kapan, Hermas melihat kalau apa yang di rasakan oleh Yohan pada Nada sama kuatnya dengan yang Anan rasakan pada Nada. Hingga mungkin rasa itu berubah menjadi obsesi, dan Yohan melakukan segalanya untuk itu.

Enggak, ini serius. Semasa SMA, Yohan adalah teman Hermas. Dirinya tahu betul kalau sebenarnya Yohan sudah suka pada Nada sejak pertama kali pertemuan mereka usai Nada menghilang karena di tinggalkan Jeffery di mall.

Yohan menghargai keadaan Hermas saat itu, dimana dirinya belum dekat dengan Nada. Hingga pada akhirnya, ia tidak pernah mendapatkan kesempatan secara langsung untuk sekedar meminta nomor Nada.

Pada akhirnya Yohan tetap kalah dengan Anan, karena walaupun dirinya bertemu lebih dulu dengan Nada, pilihan Nada tetap pada Anan yang datang kemudian.

Hermas tersenyum, if we don't get lost at least once, we wont find answer to our questions right? harusnya teman temannya yang lain melepaskan keduanya dan membiarkannya untuk menyelesaikan masalah walaupun dengan perkelahian. Karena hanya itu yang bisa mereka lakukan, daripada menahan keduanya dan beradu cekcok seperti ini hingga tidak menemukan penyelesaian.

Hermas kemudian berjalan mendekati Anan dan Yohan. “Kalian berdua kalau mau berantem, berantem aja.” Ucapnya membuat Haikal yang tengah memegang lengan Anan melotot kesal.

“Ngomong oposi bocah jancok iki?” Sahut Haikal tidak percaya dengan usul saudaranya.

Hermas tersenyum kecil, “Mau ditanyain ke 1000 orang sekalipun Nan, Yohan ga akan nemuin jawaban dari permasalahan dia.” Ujar Hermas kemudian, menepuk pundak Anan pelan dan melepaskan cengkraman Dinan dan Haikal pada lengan Anan. “Karena pada dasarnya Yohan tuh nggak lagi cari jawaban. Dia cuma cari dukungan atas jawaban yg udah dia pegang sendiri. Lo tau dengan pasti kan Nan? Golongan orang-orang lemah yg enggak percaya diri karena gagal meyakinkan hati kecilnya sendiri.” Lanjut Hermas panjang lebar, membuat dada Yohan naik turun karena terbakar api amarah.

“ANJING LO!!” Yohan berteriak keras dan maju hendak memukul Hermas.

Anan menghadang jalan Yohan, dan kemudian perkelahian terjadi sesuai dengan apa yang Hermas inginkan. Dirinya menahan teman temannya yang lain agar tidak memisahkan keduanya. Mereka berdua butuh bicara satu sama lain, dan perkelahian adalah bahasa nya.

Haikal menatap ngeri ke arah saudara kembarnya, dia emang suka sama keributan, tapi bukan keributan yang brutal kaya gini.

“Nan, itu Nada dateng Nan. Ayo lah udah, jangan gini.” bujuk Adelio kemudian, dengan perlahan ia mencoba menarik tangan Anan yang masih dengan keras memukul Yohan yang tidak melawan. Tetapi di luar dugaan, justru Anan menepis kasar tangan Adelio.

Pintu kelas terbuka dengan kasar, Nada berteriak melihat pertengkaran yang terjadi antara Yohan dan Anan.

“ANAN, KALO MUKA GANTENG KAMU SAMPE BONYOK DAN JELEK, AKU BAKALAN PACARAN SAMA BINBIN!!” ancam Nada yang baru sampai di sana dengan Binbin.

“HEH YOK OPO AKU KOK DI ELOK ELOK NE? BARIKI SENG BONYOK RAINE YO AKU TO NAD LEK NGUNU CARANE?!” teriak Binbin frustasi, karena Nada tiba-tiba membawa dirinya. (Heh, apa maksud nya kok gue jadi di bawa bawa? Abis ini yang bonyok mukanya bakalan gue dong Nad, kalau gitu caranya?!)

Dinan membekap mulut Binbin cepat, mencoba meminimalisir hal apa yang akan di katakan Binbin kedepannya. “Udah diem, tuh liat Anan langsung berhenti.” bisik Dinan kemudian.