Doppelganger

Haikal memasuki rumah dengan sedikit tidak bersemangat. Jerome yang biasanya melihat Haikal hiperaktif mendadak bingung,

'Ni anak ga biasanya kaya gini.'

“Kenapa Kal?” tanya Jerome langsung, mencoba menilik apa yang tengah terjadi pada adiknya itu.

“Bang, lo percaya ga kalo doppelganger itu nyata?” tanya Haikal langsung.

Jerome memiringkan kepalanya tidak mengerti, “maksud lo?”

“Ya kaya ada orang yang beneran mirip sama lo, dan dia tuh semirip itu sampe postur tubuh, dan suara tuh beneran kaya kloningan. Dan lo ngerasa kalo orang itu beneran kembar plek ketuplek sama lo.” jelas Haikal panjang lebar.

Jerome beringsut mendekati adiknya, dan menempelkan tangannya yang dingin ke dahi Haikal.

'normal kok suhu tubuhnya.'

“Gue ga lagi sakit anj-”

“Iya iya maaf, gue cuma mau mastiin aja. Karena hal yang barusan lo omongin itu agak ga masuk akal.” potong Jerome. “Gue ga pernah, maksud gue belom pernah ketemu doppelganger gue, tapi gue rasa kalaupun gue ketemu, pasti bakalan ada perbedaan antara gue dan doppelganger gue, ga mungkin sama persis karena Tuhan sendiri menciptakan kita berbeda beda kan?” sambungnya lagi panjang lebar.

Haikal hanya diam termenung, dirinya kembali mengingat pertemuan dengan gadis yang mirip Nada tadi. Harusnya ia mengejar gadis itu dan memastikan nya.

Sekarang dia nya jadi bingung sendiri kan, karena kebawa penasaran. Tadi sih, sok sok an bilang ga pengen berharap lah, apa lah. Padahal kalau dia lebih berani, pasti dia bisa menenangkan kegundahan hatinya saat ini.

“Kenapa sih Kal?” tanya Jerome lagi ngeliat Haikal balik bengong.

“Gue gatau, ini gue halu atau gimana. Tapi Bang, gue tadi waktu di pujasera ketemu orang yang postur tubuh dan suaranya mirip Nada banget.” kata Haikal takut-takut, karena semenjak kepergian Nada hampir tiga tahun lalu, membahas Nada adalah hal yang tabu di rumah ini.

Jerome mengehela nafas kemudian menggelengkan kepala. “Ga mungkin Kal, yang udah pergi ga mungkin kembali. Lo halu, cuma halu.” ucapnya final.

Candra mencengkram kuat pegangan tangga setelah sedari tadi menguping pembicaraan kedua adiknya. Sesakit itu mereka kehilangan, dan sesakit itu mereka berusaha melupakan.


Selesai sampai Delvin, yang lain sudah di sibuk kan oleh dunia pekerjaan. Termasuk Delvin sendiri yang saat ini sudah menempuh ujian sertifikasi dan tengah melalui masa internship.

Buat kalian yang ga tau, sedikit informasi aja. Masa internship ini biasanya berlangsung selama 1 tahun dan tetap mendapatkan bimbingan dari dokter senior.

Kelebihannya, saat masa internship kalian itu udah punya jam kerja sendiri selayaknya dokter sungguhan. Kalian juga lebih diberi kebebasan dan nggak diawasi seketat saat kamu menjadi co-ass dulu.

Delvin menghampiri kamar Haikal yang berada di lantai dua untuk mengambil sempol pesanannya.

Emang ni adek durhaka, bukannya di kasih langsung ke Delvin, malah di keep di dalem kamar. Sengaja banget mau bikin Delvin jauh jauh nyamperin.

“Bang, menurut lo doppelganger ada ga?” tanya Haikal setelah Delvin duduk di pinggir ranjangnya untuk makan sempol.

“Random banget pertanyaan lo.”

“Jawab aja coba, gue lagi butuh validasi nih.”

“Ya kalo menurut gue mah ada aja sih, kan dunia ini luas. Apapun bisa terjadi di dalamnya, termasuk ketemu doppelganger seseorang.” jelas Delvin.

Haikal menganggukkan kepala mengerti, penjelasan dari Delvin sudah lebih dari cukup untuk menghibur kegundahan hatinya.

“Kenapa sih? Lo ketemu ddoppelganger lo atau gimana?” tanya Delvin lebih lanjut, masih penasaran. Karena ga biasanya Haikal mikir sampe sekeras ini.

Haikal menggelengkan kepala, “bukan gue, tapi Nada.”

Suapan Delvin terhenti di udara begitu mendengar nama Nada di sebutkan.

Masih belum puas, Haikal melanjutkan ucapannya. “Dan orang yang gue temuin tadi, beneran semirip itu sampe dalam beberapa waktu gue dempet speechless dan sedikit halu kalo itu Nada beneran.”

Delvin menelan sisa sempol di mulutnya dengan susah payah. Belum kering luka nya tentang kepergian Nada, kali ini apa? Haikal bertemu doppelganger Nada?

“Iya, lo halu doang pasti.” jawab Delvin singkat dan beranjak pergi dari sana, meninggalkan Haikal yang masih melamun di atas kasur.