Hermas Haikal

Haikal mendorong Hermas dengan brutal untuk memasuki rumah Keira yang saat ini tengah mereka datangi. Sudah sepuluh menit sejak mereka berdebat, dan pada akhirnya Hermas mengalah pada Haikal dan menurunkan egonya untuk mengetuk pintu masuk.

Keenan membuka pintu perlahan, terkejut dengan kehadiran Haikal dan Hermas di rumah mereka. “Kak Haikal, kak Hermas.” ucapnya pelan.

Haikal menggaruk tengkuknya tidak gatal, “Halo Keenan, Nada ada disini kan?” tanya Haikal dengan senyum canggung.

“Iya, di kamarnya. Ayo Keenan anterin.” Ujar Keenan perlahan, dan kemudian menyuruh Haikal Hermas masuk dan menuntunnya menuju kamar yang selama ini Nada tempati.

Haikal menggeleng tidak percaya, Nada masih sempat untuk mengulik jurnal nya dengan santai.

“Anan nyari lo kaya orang stress, lo nya sendiri santai banget ya baca jurnal disini.” Cibir Haikal dan berjalan mendekati kasur Nada.

“Salah Anan, Kal. Hubungan butuh yang namanya komunikasi, dan Anan ga ngasih itu buat Nada.”

Nada nyengir, seneng di belain Hermas.

“Belain aja terus, lo ga liat Anan kaya mayat idup bingung cariin Nada.” Ujar Haikal lagi ketus.

“Lo kalo kesini berniat buat mood gue jelek, mending pulang aja. Biar Hermas aja sama gue.” Ujar Nada tidak suka.

“Yaudah katanya mau cerita tadi, cerita apa?” tanya Haikal kemudian, setelah selesai mengutarakan kekesalan nya.

Nada menyerahkan ponsel nya pada Haikal, “ada yang provokasi hubungan gue sama Anan. Lo tau gue bukan orang yang gampang terpancing sama ginian, tapi entah kenapa gue emang berasa relate sama ketikan dia.” Jelas Nada panjang lebar.

Haikal menerima ponsel Nada dengan penasaran, pesan provokasi seperti apa yang bisa membuat seorang Nada bisa lemah.

Hermas ikut penasaran dan berdiri di samping Haikal untuk turut melihat.

“Wah ini mah bener semua Nad, gimana lagi?” Ujar Haikal begitu melihat chat pertama dari anonim.

“Anjing, pergi lu!” Amuk Nada.

“Hahahahaha, maaf maaf. Lagian kalo kata gue dia terlalu ikut campur dan sotoy banget dah. Kaya yang paling tau sama hubungan lo sama Anan.” Kata Haikal setelah tawanya reda.

“Kenapa kalimat dia selalu intens ya? Dia bahkan tau lo lagi nungguin Anan pulang, atau Anan lagi kerja kelompok.” Ujar Hermas ikut menambahi. “Dia orang yang kita kenal.”

“Gue juga mikir gitu, tapi masalahnya disini siapa yang ga suka sama hubungan gue dan Anan, Her? Sampe dia segitunya mau rusak hubungan gue.” Ujar Nada tidak mengerti.

Haikal berfikir sejenak, “gue tau. Pasti ini ulah si brengsek Yohan.”

Satu pop up muncul dari ponsel Nada, membuat ketiganya menarik nafas diam dan saling berpandangan satu sama lain.