Karakter
Arsha menenteng dua paper bag milik Rila dengan malas. Benar Arsha mengorbankan dirinya untuk menjadi teman Rila berbelanja sekaligus menjemputnya.
“Jam berapa La? Ayok pulang.” ujar Arsha kemudian, merasakan kaki dan tangannya kebas.
Kenapa Arsha bertanya pada Rila? Karena segera setelah sampai ditempat Rila berada, ponsel Arsha langsung di kantongi oleh Rila dengan alasan karena outfit yang di pakai Arsha saat ini tidak memiliki kantong.
“Paling masih jam empat kak.” jawab Rila seadanya, dan melihat kiri kanan kemana tempat yang akan segera ia tuju setelah ini.
Arsha menghela nafas lelah, “Berhenti dulu La, gue cape.” kata Arsha kemudian. “Siniin hape gue, gue mau pake.” sambungnya kemudian.
Rila tidak memiliki pilihan lain, selain memberikan ponsel Arsha yang memang sengaja ia matikan kepada Arsha.
Arsha mengerenyit bingung, “Hape gue emang mati waktu gue kasih lo? Perasaan baterai nya banyak deh.” tanya Arsha sembari berusaha menghidupkan ponselnya.
Rila tak bergeming, takut kalau Arsha akan marah kepadanya sehabis ini. Dirinya memang sengaja mematikan ponsel Arsha supaya tidak menganggu kegiatan nya dengan Arsha.
Begitu Rila melihat ada pesan masuk dari Kinara, dengan segera ia mematikan ponsel Arsha karena takut Arsha akan goyah dan kembali mengajak nya untuk langsung pulang.
Entah kenapa, Rila merasa bahwa perhatian Arsha berubah kepada Kinara saat ini. Dan Arsha yang tidak antusias dengan kedatangannya seperti biasanya. Itu membuatnya cemburu buta tanpa sadar.
“Udah jam setengah enam gini?? Lo bilang masih jam empat anjir?” ujar Arsha kalap, begitu ponselnya menyala dan menunjukkan jam yang melewati janjinya dengan Kinara.
“Eh, gue gatau kak kalau udah lebih dari jam empat.” kata Rila membela diri. “Gue ngerasanya masih bentar banget tadi.”
Arsha mengacak rambutnya pusing, sungguh dirinya tidak ingin membuat Kinara salah paham lagi kali ini. Segera dirinya mengesampingkan ego nya dan menelepon Kinara sesegera mungkin setelah melihat kontak nya.
Setelah dering ketiga, baru lah panggilan Arsha di angkat.
“Halo Kinara??”
”...”
“Maafin gue ya, abis ini gue langsung balik sama Rila. Tadi hape gue mati, dan ini baru di hidupin makanya baru liat jam berapa sekarang. Gue tau gue salah karena ga kabarin apapun, jadi gue minta maaf. Lo mau apa? Gue beliin pulang nya langsung.”
“Ga usah beliin apa-apa kak, pulang nya aja hati hati ya.”
Arsha bernafas lega begitu mendengar jawaban dari seberang telpon.
Setelah telpon di matikan, pandangan Arsha beralih pada Rila yang kini berusaha menghindari dirinya.
“Gue harap sehabis ini, lo ga akan pegang ataupun aplikasikan ponsel gue lagi tanpa seizin gue ya La.” Ujar Arsha kemudian, memberikan ultimatum.
Rila mendengus kesal, “Gue kesini juga nggak sesering itu kak, kak Kinara juga yang tiap hari sama lo. Apa gue harus ngalah sama dia ketika gue cuma butuh satu hari aja buat temenin kaya gini?” jawab Rila langsung, merajuk.
“La, lo ga merasa bersalah?” tanya Arsha tidak habis pikir. “Disini gue yang ada janji lebih dulu sama Kinara. Kita kan bisa jalan setelah janji gue sama Kinara selesai. Ga bisa nunggu sampai segitu?” sambungnya lagi makin membuat Rila dongkol.
Arsha kini menyadari, bahwa ketika ia memanjakan lebih daripada yang bisa Rila terima, maka Rila juga akan membalasnya dengan kecemburuan yang berlebih.
Karena Arsha selalu membela apapun yang Rila lakukan walaupun itu adalah hal yang salah, Rila tumbuh menjadi anak yang angkuh dan arogan ketika berada di dekatnya. Sial nya Arsha baru menyadari hal itu, ketika karakter Rila sudah terbentuk dengan sempurna.