Keluh Kesah Hengky dan Detektif Dadakan

“Kenapa kusut bener muka lo?” tanya Dinan menyambut Hengky yang baru saja pergi sejenak untuk mengangkat telpon dari pacarnya.

“Gatau lah, cewe gue tuh ternyata masih hubungan anjir sama mantan dia.” keluh nya dan kembali duduk di samping Haikal. “Padahal gue kurang apa sih? Gue cakep iya, gentle iya, tulus iya. Dia nyari apa lagi yang ada di mantannya?”

Sebenernya Keira geli dikit waktu denger penuturan Hengky. Tapi dia tahan-tahan karena waktunya ga tepat untuk julid saat ini.

Haikal menepuk pundak Hengky pelan, “I feel you, Heng. Inget orang tulus ga bakalan pernah menang dalam urusan percintaan.” ujar Haikal kemudian.

Anan menolehkan kepalanya, mengerti kalau saat ini Haikal tengah mengaitkan hubungan antara dirinya dan Kayla pada posisi yang tengah Hengky alami.

“Yaelah, lo tuh dapet teori dari mana orang tulus ga pernah menang di urusan percintaan?” sela Keira. “Orang tulus tuh, akan menjadi pemenang ketika ia bertemu dengan seseorang yang tau cara menghargai dan mengerti arti sebuah perjuangan.” sambungnya lagi sebelum Haikal sempat memotong ucapannya.

“Lo jangan ngomong gitu dong, jadinya kan seolah-olah orang yang tulus selalu dapet jelek nya doang. Ntar ga ada lagi orang beneran tulus gimana?” balas Keira kemudian tidak terima.

Haikal terdiam, semuanya terdiam setelah mendengarkan penuturan Keira.

“Terus menurut lo gue harus gimana Kei?” tanya Hengky kemudian, dia udah bingung mau bersikap kaya gimana untuk kedepannya.

Jisel agak shock dikit karena yang dia tahu, hubungan antara Hengky dan kekasihnya tuh kaya masih anget anget tai kucing gitu. Dia ngeliatnya mereka berdua udah kaya pasangan paling romantis se-kabupaten. Eh ternyata di baliknya ada masalah internal yang cukup serius.

“Ya bersikap gimana Heng?” tanya Keira balik, “itu hubungan lo, ya lo pikirin dong yang terbaik buat lo kaya gimana. Jangan nanya ke gue, gue bukan pakar cinta. Gue aja jomblo.” sambungnya sedih.


“Serius lo nyari sampe segitunya?” tanya Haikal pada Adelio yang sebelumnya sudah menariknya untuk berpisah dengan rombongan anak-anak yang lain.

“Serius Kal, lo liat sendiri. Catatan kelengkapan identitasnya si Keira nih beneran ga ada loh di manapun. Kaya beneran di sembunyikan banget. Catatan sipil ada, dan memang dia terdaftar sebagai warga negara kita, tapi sisanya abu-abu.” jawab Adelio mantab.

“Eh, tapi Keira pernah cerita ke gue kalau dia itu home schooling. Soal hal itu, ngaruh nggak kira-kira?”

“Hah? Kalau catatan soal itu ga ngaruh njir. Lo ngerti ga sih kalau pemalsuan identitas di negara kita marak banget, tapi ga semua orang tau soal ciri-ciri nya kaya gimana.” sambung Adelio kemudian.

“Maksud lo? Ada kemungkinan ini pemalsuan identitas gitu?”

“Gue rasa iya, atau enggak. Kita belom tau detail nya gimana, masih banyak hal yang harus kita cari. Tapi kalau perkiraan gue bener, bisa jadi Keira Abigail itu beneran ada dan kita selama ini cuma salah paham. Atau sebenernya Keira Abigail itu memang ada identitas nya, tapi hanya sekedar identitas kosong yang siap untuk di isi orang lain.”

“Kok lo keren banget sih anjir jelasinnya?? Jadi detektif aja po kita berdua?”

“Buat nyari duit?”

“Boleh.”

“Gausah deh, mager. Duit orang tua kita udah banyak.”


“Kalian udah lama ya temenan.” kata Hansa memecah suasana. “Keliatan banget, kalian semua solid gini.” sambungnya lagi, setelah mereka selesai berdiskusi tentang permasalahan yang tengah Hengky alami.

“Kita semua saling butuh satu sama lain sih Sa, jadi ga ada alasan kenapa kita ga bantu sahabat yang lain kalau lagi susah.” jawab Aldeo mewakili.

“Gue dulu tuh waktu SMP udah ada ancang-ancang mau ke SMA kalian loh. Tapi tiba-tiba kementrian pendidikan keluarin surat soal zona buat tiap SMP untuk ngelanjutin SMA dimana. Kampret emang, akhirnya gue lanjut SMA di dekat daerah rumah gue.” curhat Hansa sedikit kesal karena adanya peraturan itu.

“Ya gapapa, kan sekarang kita dah temenan.” jawab Felix menenangkan.

Ponsel Anan yang sedari tadi berada di atas meja berbunyi, menandakan di terimanya satu buah pesan baru. Yang lain tampak tidak perduli dan masih asik berbincang kecuali satu orang yang menatap Anan dengan tidak percaya.

Anan yang merasa di tatap, menoleh ke arah Keira yang terus menatap nya intens. “Apa?” tanyanya memecah keadaan sekitar yang sedari tadi penuh dengan suara bising yang lainnya.

Semuanya memusatkan atensinya ke arah Keira dan Anan.

“Lo... lo ngapain pasang foto gue buat jadi wallpaper di hape?” tanya Keira gugup setelah memastikan kalau yang ada di ponsel Anan adalah wajahnya.

“Bukan lo.”

“HAH BUKAN GUE GIMANA?! ORANG JELAS JELAS ITU GUE KOK!!” jerit Keira histeris, dan memegang lengan Jisel yang ada di sampingnya takut.

“Apasih, di bilang bukan lo ya bukan lo.” kata Anan masih tidak peduli.

“Anu Kei, lo salah liat kali.” ucap Dinan menengahi keduanya.

“Enggak anjing, mata gue masih sehat. Kalau emang bukan gue, coba lo tunjukin ke kita semua apa wallpaper lo sekarang!” kata Keira memaksa, masih belum puas.

“Kei, udah anjir.” ucap Jisel menahan.

“Enggak Sel, freak banget nyimpen foto orang terus di jadiin wallpaper.”

Melihat Anan masih tidak peduli, Keira mulai jengah dan mengambil ponsel Anan dengan paksa. Ni anak emang gatau diri, malu maluin, seenaknya sendiri, egonya gede. Banyak bener dah red flag nya.

“Lo ngapain sih anjing?!” kata Anan jengkel, dan berusaha mengambil kembali ponselnya.

Hansa yang melihat hal itu, langsung berinisiatif mengambil ponsel dari Keira dan mengangkatnya tinggi-tinggi hingga Keira tidak bisa mengambilnya.

Karena ikut penasaran, pada akhirnya Hansa juga menghidupkan ponsel Anan guna melihat apakah yang sebenarnya Keira maksud adalah hal yang benar.

“Tapi, tapi ini kan emang Keira Nan?” tanya Hansa terkejut begitu melihat wallpaper layar ponsel Anan.

“TUH KAN ANJIR, MUKA GUE!!”

“Hah?! Lo ngapain jadiin muka Keira buat wallpaper Nan?” tanya Jisel ikut mengimbuhi.

Anan dan yang lainnya hanya terdiam tanpa mau menjawab pertanyaan ketiganya yang masih penasaran.

Anan menodongkan tangannya kebawah. “Hape gue, ini bukan hal yang wajib gue jelasin juga ke kalian.” ujar Anan kemudian mengambil ponselnya dari Hansa dan berlalu dari sana.

“YA WAJIB LAH!! ITU KAN MUKA GUE ANJING?!”

“Kei, udah Kei.” lerai Dinan, “itu bukan lo. Itu Nada.”

“HAH?!”