Malentendido

Rara berjalan dengan santai menuju kantin fakultas, banyak hal yang membebani fikiran nya akhir-akhir ini.

Entah itu masalah internal, ataupun eksternal. Rara hanya merasa, kalau seakan dunia tidak penat memberinya berbagai macam cobaan.

Bisikan terdengar di seluruh penjuru kantin, begitu Rara duduk dengan santai di salah satu kursi kantin.

“eh, itu si attention seeker ya? Gila, pede banget duduk sendirian di kursi kampus.”

Ucap salah satu orang disana, yang Rara tidak tahu pasti siapa. Mengisi perutnya saat ini lebih penting, daripada cemooh orang disana.

“Gatau malu banget ya lo?” kata Shafira menghampiri meja Rara. “Udah bikin drama masih aja ada muka buat kemana mana.” sambungnya lagi sinis, dan mengelus rambut Rara yang tergerai dengan pelan.

“Bukan urusan lo.” jawab Rara singkat dan berdiri hendak pergi dari sana.

“Nyolot banget sih lu anjing.” ucap Shafira tak terima, dan mulai menarik pundak Rara untuk berhadapan dengannya.

“Apasih, kalo lo gabut jangan sama gue.” balas Rara dingin, sembari melepaskan cengkraman tangan Shafira dari pundaknya.

Tanpa di duga, kedua teman Shafira sudah membawa seember penuh air berwarna merah. Dan kemudian keduanya menyiramkan air dengan kasar pada bagian belakang tubuh Rara yang hendak berjalan menjauh.

“LO APAAN SIH?!” teriak Rara pias, dirinya sudah lelah dengan semua hal yang terjadi.

“Lah, emang gue ngapain? Gue kan cuma guyur lo doang, soalnya bau. Bau tukang drama.” sahut Shafira remeh, dan tertawa dengan puas.

Rara melihat sekeliling kantin, mereka hanya menatap Rara dengan berbagai macam jenis pandangan. Ada yang kasihan, dan juga ada yang merasa itu hal yang menarik.

Sampai Rara menangkap pemandangan yang baru saja memasuki area kantin. Mona yang tengah bergandengan tangan dengan Nathan berjalan menuju ke arahnya.

Entah apa yang mereka lakukan selama tiga hari dan tidak di ketahui Rara, sampai Rara harus melihat pemandangan di depannya ini.

Mereka berdua sudah cukup dekat untuk di katakan sebagai pasangan kekasih bukan?

Dengan segera, Rara melangkahkan kakinya untuk pergi dari area kantin.


“Gila, di siram air apaan tuh Rara tadi ya?” ucap salah seorang anak begitu memasuki kamar mandi.

Mereka tidak tahu, bahwasanya Rara ada di salah satu bilik kamar mandi tersebut dan mendengarkan segala pembicaraan keduanya.

“Pas banget asli, mana si Rara lagi pake baju putih lagi.” sambung salah satu dari mereka, “gue kalo jadi Rara, mending mati aja. Yang musuhin dia satu kampus coy.”

'andai semudah itu gue tinggalin tanggung jawab, mending gue juga mati aja.'

“Gue gatau sih, sampe kapan tuh anak bertahan. Mana lo liat kaga tadi?? Si Nathan masuk kantin gandengan tangan sama Mona anjir. Pasti tuh anak berdua udah jadian.” ucap wanita pertama, masih melanjutkan percakapan yang tadi sempat terputus.

“Lah emang kenapa kalo Mona sama Nathan pacaran?” tanya wanita kedua tidak mengerti.

“Lah, gosip si Rara sama Kak Dika bisa reda kan gara-gara anak kampus bilang kalo si Rara demen sama Nathan.” jelas wanita pertama, “kalo emang realita nya begitu, bayangin si Rara udah di musuhin satu kampus, eh cowo yang di taksir juga di rebut sama mantan sahabat nya.”

Rara mengepalkan kedua tangannya erat, perkataan keduanya begitu menoreh luka besar pada hatinya.

'Dari awal kan gue udah bilang, jangan pernah menaruh ekspetasi Rara.'