Menyedihkan karena tidak di cintai
Kinara berjalan dengan tertatih menuju tempat duduk yang tersedia di taman rumah sakit.
Iya, Kinara jalan tanpa arah sampai akhirnya kaki nya menuntun ke taman yang ada di rumah sakit.
Kaki nya nyeri luar biasa karena ia paksa berjalan sedari tadi. Nyeri seusai pergi dengan Nabil tadi masih belum sembuh, dan kemudian di tambah dengan keras kepalanya yang memaksa berjalan sejauh itu dari bangsal ke taman rumah sakit.
“Apaan sih anjing.” keluhnya dengan pelan. “Dulu aja gue pake lari sejauh apapun ga pernah senyeri ini. Sekarang gue pake jalan bentar udah kaya mau copot aja tulang nya.” sambungnya lagi dengan getir.
Kinara mengadahkan pandangannya ke atas, melihat deretan awan yang berjalan tertiup angin. Kini di atasnya tergantikan dengan awan mendung yang sudah siap mengeluarkan air hujan.
Benar saja, tak berapa lama gerimis sudah mulai turun dan membasahi Kinara sedikit demi sedikit. Kinara masih tak bergeming dari tempat nya duduk, dan membiarkan hujan menerpa nya.
“Diantara banyaknya hal yang harus gue lewati, kenapa ga ada satupun jalan yang mudah untuk bahagia?” tanya Kinara bermonolog. “Banyak hal yang udah gue korbankan untuk hidup, tapi kok rasanya hidup yang gue jalani ga seimbang antara sedih dan bahagia nya ya? Apa sebenernya gue itu emang di kutuk buat ga dapatin kebahagiaan satu pun?”
Di bawah hujan, akhirnya Kinara bisa melepaskan air mata yang sudah ia tahan sedari tadi. Dirinya menangisi banyak hal dalam hidup nya yang silih berganti dengan cepat.
Kinara menghiraukan ponselnya yang sedari tadi berkedip, menandakan notifikasi tengah masuk. Dirinya masih menikmati hujan yang makin deras menerjang dirinya.
Tidak ada yang dia risaukan saat ini. Ia tidak merisaukan ponselnya yang mungkin akan rusak terkena hujan. Atau merisaukan dirinya yang terkena hujan dan memungkinkan akan lebih sakit setelah ini.
“Anjir ya lo! Nyuruh jemput tuh harusnya nunggu di dalem, di tempat yang teduh. Bukannya hujan hujanan kaya gini.” omel Arzhan mengagetkan Kinara yang tadinya masih tenang menikmati hujan.
“Loh, kakak kok udah dateng aja?” tanya Kinara gemetar karena dingin. Dinginnya makin terasa karena Arzhan memayungi dirinya, dan ia tidak terkena air hujan lagi.
“Lo udah berapa lama disini anjing??” Marah Arzhan masih belum selesai. “Astaga Kinara, bibir lo sampe biru kaya gini.” sambungnya menyeka bibir Kinara yang memang membiru dan pucat.
Akhirnya Arzhan berjongkok, memberikan gesture pada Kinara agar menaiki punggungnya.
“Gue bisa jalan kok kak ke mobil. Lagian nanti baju lo basah.” cicit Kinara menolak punggung Arzhan untuk ia naiki.
“Naik.” ujar Arzhan tegas.
Akhirnya dengan takut takut, Kinara menaiki punggung Arzhan. Tidak lupa tangan kanan nya mengambil alih payung berwarna kuning kesayangan, untuk ia bawa memayungi mereka berdua.
Arzhan hanya diam sepanjang berjalanan ke parkiran mobil. Banyak hal yang ia ingin tanyakan pada Kinara. Kenapa Kinara meminta untuk di jemput, kenapa juga dirinya hujan hujanan seperti ini. Dan masih banyak yang lainnya.
Tapi Arzhan hanya bisa menguburnya dalam diam karena ia tahu, saat ini ia tengah kesal dengan Kinara karena hujan hujanan. Jadi ia meminimalisir ucapan menyakitkan yang mungkin akan keluar dengan berdiam diri.
“Masuk ke mobil, ganti baju lo pake baju olahraga gue.” ujar Arzhan sesampainya di mobil. “Gue tunggu di luar.” sambungnya lagi.
Kinara tanpa banyak bertanya dirinya menuruti apa kata Arzhan. Segera setelah tubuhnya yang basah memasuki mobil, dengan berhati-hati ia berganti pakaiannya yang basah.
Kinara tidak khawatir akan ada yang melihatnya, karena ia tahu betul kaca mobil Arzhan di desain dengan gelap hingga tidak ada yang bisa melihatnya dari luar.
Setelah itu, Kinara mengetukkan tangannya dia kali di jendela mobil tempat Arzhan masih menunggu nya tadi. Mengerti, segera Arzhan berlari untuk masuk ke kursi kemudi.
Arzhan menoleh ke belakang melihat Kinara yang tentu nya masih kedinginan. Apalagi kaos olahraga nya yang pendek makin membuat kulit Kinara bagian atas yang kedinginan terekspos dan tidak terselimuti benar dengan kain.
“Pake jaket gue deh ini. Lagian kenapa banyak banget tingkah lo segala hujan hujanan.” omel Arzhan yang sedari tadi di tahan akhirnya keluar juga.
Arzhan bimbang hendak menghidupkan atau mematikan AC mobil. Kalau ia menghidupkan, maka Kinara akan makin kedinginan. Sedangkan kalau ia mematikan AC nya, maka seluruh permukaan kaca mobil akan berembun dan itu mengganggunya untuk menyetir.
“Nyalain AC nya aja gapapa kak. Dingin nya masih bisa gue tahan kok.” kata Kinara mengerti kebimbangan Arzhan.
“Kalo ga kuat bilang ya, biar gue matiin nanti.” ucap Arzhan akhirnya.
Dari spion tengah, Arzhan terus terusan mengamati Kinara yang masih menggosok tangannya yang kedinginan. Ia sudah berusaha secepat mungkin mengendarai mobilnya agar segera sampai ke rumah.
“Santai aja kali kak. Gue gapapa kok.” ujar Kinara menenangkan kegundahan kakak nya.
Padahal Kinara berbohong, karena pada kenyataannya kaki nya sangat amat nyeri sedari tadi, belum lagi terkena paparan AC yang dingin. Tapi Kinara menahannya dan bertingkah seolah semuanya baik baik saja.
“Lo pucet banget Ra. Gue matiin aja ya AC nya. Pasti lo kedinginan banget.” Kata Arzhan khawatir. “Bentar lagi sampe kok. Pokoknya tahan bentar lagi ya. Lo sambil baring aja kalau kaki nya mulai sakit.” sambung Arzhan sembari berusaha memecah fokusnya pada Kinara dan jalan.
Kinara tersenyum tipis, “Lucu banget lo kak khawatir gini. Padahal dulu lo sering banget bersikap ga adil sama gue.” ujar Kinara pelan, memecah atensi Arzhan.
Dari spion tengah Arzhan berusaha melihat ekspresi dan maksud Kinara mengatakan hal itu. “Dan iya, gue menyesal.” jawab Arzhan setelah terdiam lama. “Kalau ada orang yang tau gue dulu ke lo kaya gimana, pasti mereka bakalan ngatain gue kalau setiap penyesalan selalu datang terakhir. Karena kenyataannya gitu Ra. Penyesalan gue yang selalu sia siakan lo, dan sikap gue yang sering ga adil. Itu buat gue merasa kalau kata penyesalan aja ga cukup untuk mendefinisikannya.” sambungnya panjang lebar.
“Iya kok, tenang aja. Acel udah puas ngatain lo kayanya soal penyesalan.” sahut Kinara terkekeh.
“Terus lo gimana? Emang lo ga sedih waktu gue dan yang lainnya perlakuin lo ga adil kaya gitu?” tanya Arzhan memberanikan diri.
“Sedih ya? Gue rasa enggak.” jawab Kinara langsung. “Ya karena kalau gue merasa sedih ketika di perlakukan ga adil, itu bakal buat suasana hati gue buruk. Maka dari itu, gue mencoba untuk terbiasa sama kaya gue lagi ngehirup udara.” sambungnya lagi.
Mendadak dada Arzhan sesak seolah semua perasaannya akan tumpah ruah saat itu juga. Satu air mata mengalir ke pipi kanan nya segera ia usap tanpa di ketahui oleh Kinara.
“Dan ya pada suatu waktu, gue kaya mulai terbiasa akan hal itu. Dan temen temen gue, menurut lo kenapa mereka selalu care sama gue kak?” tanya Kinara balik. “Kira-kira apa yang bakalan mereka pikirin soal gue ya kak? Apa gue kelihatan menyedihkan karena gak di cintai?”