Miracle

Keira melangkahkan kakinya keluar dari cafe dengan berat. Pertengkaran antara Yohan dan Haikal masih terjadi di dalam, dan dirinya tidak akan peduli lagi.

Gatau lagi, hati nya sakit, kepalanya sakit, rasanya semua badan jadi sakit sampai dirinya bingung gimana supaya kegundahan nya sekarang bisa berhenti dia harus lakuin apa lagi.

Masih terdengar jelas di telinga nya, tentang Yohan yang menyebutnya pengganti Nada dan juga Haikal yang menyangkal hingga matanya memerah.

Ingatannya kembali ke waktu yang lebih lama, ketika Yohan menyatakan perasaannya. Ada perasaan familiar begitu dirinya mengingat hal itu lagi.

“If you’re really-really not in rush, May I offer my self to be your soon sweet boyfriend?”

“May I offer my self to be your soon sweet boyfriend?”

“May I be your boyfriend?”

Keira terkesiap, mendengar suara Anan terdengar jelas di telinga nya ketika mengatakan hal itu. Sakit pada kepalanya makin menjadi, tak tahan pada akhirnya Keira tetap mengalah dan memilih untuk menangis.

Kakinya berjalan dengan asal menuju gedung yang bertuliskan RSU LAVALETTE. Dari melewati keamanan, hanya ada satpam yang melihatnya dengan terheran karena ia menampakkan wajah menangis.

Akhirnya Keira menemukan lift pengunjung yang bisa ia naiki untuk menuju lantai paling atas, atap.

Ting!

Lift terbuka, dirinya berpapasan dengan dua pengunjung rumah sakit yang lain, yang juga menaiki lift yang sama. Kepalanya masih sakit, tapi kali ini dirinya memilih untuk tetap menyembunyikan wajahnya, malu karena ketahuan menangis.

“Halo mbak?? Ada yang sakit??” tanya pengunjung itu, yang ternyata masuk ke dalam lift lagi memastikan keadaan Keira.

Tunggu, kali ini Keira juga merasa familiar dengan suara yang menyapa gendang telinganya dengan lembut itu.

“Mbak? Gapapa?” Tanya pengunjung lelaki itu, lebih detail ke arahnya.

Kepala Keira makin sakit, dirinya mencoba memutar otaknya. Apa yang sudah ia lupakan di masa lalu? Bagian penting apa yang sudah ia lupakan? Hingga mendengar suara seseorang yang menanyakan keadaannya ini saja, kerinduan dalam hatinya benar-benar membuncah.

“Jeff, ambilin kursi roda di depan deh. Cepet!!”

Denyutan luar biasa di rasakan oleh Keira, saat dirinya berusaha menggali ingatannya. Pandangan nya mendadak kabur begitu dirinya mencoba untuk menolehkan kepala, melihat siapa seseorang yang kini tengah menatap khawatir dirinya.

Di tengah pusing yang luar biasa tengah melanda, Keira merasakan potongan potongan memori menghantam dirinya. Memenuhi lubang yang selama ini kosong di dalam ingatannya.

“Lo pokoknya harus disini, tunggu sampe yang lainnya sampe!”

Kaki Keira bergetar, dirinya menjambak rambutnya dengan asal. Pada akhirnya, ia sepenuhnya sadar dan ingat bahwasanya ialah Nada Carolina.

Nada ingat semuanya.

Nada menoleh ke arah Delvin yang ikut terpaku melihatnya. “Kak- kak Delvin?” Setidaknya itu kata terakhir yang Nada ucapkan sebelum ia merasakan cairan hangat keluar dari hidungnya, dan semuanya menjadi gelap. Sebelum dirinya benar benar kehilangan kesadarannya, Nada merasakan rengkuhan hangat yang kemudian mengangkatnya untuk berpindah dari sana.