Photo Album

Hermas memarkirkan mobil dengan rapi di samping motor Beat modifikasi milik Jerome. Heran ni orang, cakep tapi motornya kaya jamet.

“Haikal mana, kok lo balik sendiri?” tanya Arwena di ujung tangga, sembari membawa lilin aroma therapy. Mendekati semester akhir, Arwena makin pusing dengan berbagai tugas yang dia hadapi, makanya dia lebih sering stok lilin aroma therapy supaya bisa lebih santai ketika di dalam kamar, dan tentu aja untuk tidur nyenyak.

“Masih di cafe, kumpulan sama anak-anak.” jawab Hermas singkat, dan mendudukkan pantatnya di atas sofa ruang tamu. Dengan sigap, Tiyo yang baru saja tiba dari dapur, duduk di samping Hermas, dan menyalakan televisi melalui remote.

“Kuliah lo gimana? Ada kendala ga?” tanya Tiyo sambil asik nyemilin kacang almond yang dia bawa dari dapur.

Hermas sekarang udah semester empat bareng Haikal. Bedanya Haikal memilih Hubungan Internasional, dan Hermas memilih Sistem Informasi.

Ni anak kembar, tapi kalo soal hal yang di minati beneran jauh berbeda. Kaya kutub utara sama selatan. Haikal juga anaknya terbuka banget, punya temen dimana-mana. Beda sama Hermas kembarannya, beneran orang yang tertutup dan menghormati privasi.

“Masih semester empat, belom susah banget.” kata Hermas menjawab pertanyaan Tiyo singkat. Tiyo beranjak dari duduknya, meninggalkan Hermas yang masih fokus menonton televisi.

Tiyo dan Yudha sekarang udah lulus dari manajemen bisnis, dan lagi trial di perusahaan di bawah pengawasan nya Jonathan. Dikira enak apa punya bos kakak sendiri? Kalo salah justru makiannya ga main main.

Tiyo kembali ke ruang tamu, sembari membawa buku binder di tangannya, dan kemudian melemparkannya ke arah Hermas yang sedari tadi masih saja terfokus menonton berita.

“Apaan sih anj-”

Hermas terdiam setelah satu lembar dari buku yang ternyata album itu terbuka. Jonathan ga main-main waktu dia bilang mau ngecetak semua fotonya Nada yang ada di ponsel.

“Tadi gue disuruh balik buat bawa album nya, di cetak ada sebelas biji buat kita semua simpen.” kata Tiyo menjelaskan.

Gerakan tangan Hermas yang sedari tadi tengah melihat lihat isi album terhenti, “Sebelas? Yang satu buat siapa?” tanya Hermas tak mengerti, karena jumlah mereka ada sepuluh bukan?

“Anan.”