Revealed the truth
“Ini kita mau kemana?” tanya Nathan begitu memasuki mobil Haikal, ia melihat ada Jendra yang duduk di kursi samping kemudi.
Bukannya menjawab pertanyaan Nathan, Haikal dan Jendra memilih untuk diam. “Ini serius mau diem dieman?” tanya Nathan lagi, tidak betah dengan situasi di dalam mobil saat ini.
Mobil Haikal terus melaju, sampai Nathan menyadari bahwa mereka tengah menuju ke kediaman Rara.
“Ngapain?” tanya Nathan bingung.
“Kak Gio, kakaknya Rara. Pengen ketemu kita.” jawab Jendra singkat, dan mampu membuat Nathan kembali bungkam.
“Gue juga gatau, dia chat gue tadi siang dan minta gue buat ketemu.” sambung Haikal, ikut menjelaskan.
Mobil sudah terparkir rapi di depan kontrakan Rara. Mereka bertiga masih saling terdiam di dalam mobil, enggan untuk turun.
“Ayolah jing, kalo kita disini terus kita juga ga bakalan tau.” ucap Jendra memecah suasana, dan mulai membuka pintu mobil untuk turun. Haikal dan Nathan yang melihat hal itu, ikut turun dan mengikuti langkah Jendra.
Tapi tanpa mereka duga, ternyata Gio sudah menunggu kedatangan mereka sedari tadi. Ia langsung membuka pintu, dan membuat ketiganya berjengit kaget. “Akhirnya kalian datang, ayo langsung masuk aja.” ajak Gio ramah.
“Kalau boleh tau, kenapa kakak minta kita bertiga buat kesini?” tanya Haikal langsung, ia sudah tidak bisa menahan rasa penasaran nya.
Gio hanya tersenyum, dan mulai menjelaskan semua yang terjadi. “Rara memang punya riwayat penyakit mental setelah kepergian kedua orang tua kami. Saya kira semuanya akan baik-baik saja, seiring berjalannya waktu. Sampai ketika, saya memberanikan diri untuk melangkah lebih jauh dan meninggalkan Rara untuk tetap tinggal disini, di kota kelahirannya.” ucap Gio, “Dia selalu bertingkah baik-baik saja di depan saya, dia juga bercerita kalau dirinya memiliki banyak teman di Universitas tempatnya menuntut ilmu. Tetapi banyak yang ia sembunyikan dari saya selama ini.”
Gio meletakkan ponsel Rara yang menyala, di atas meja depan Jendra, Haikal, dan Nathan. Dapat dengan jelas ketiga nya lihat, bahwa layar ponsel Rara menampilkan private account nya, tempat untuk dirinya berkeluh kesah.
“Saya tidak tahu, kalau adik saya menerima tidak bully baik secara verbal ataupun non verbal. Dia juga mendapatkan ancaman dari stalker, dan hal itu pula yang mungkin membuat anxiety nya semakin menjadi jadi.” jelas Gio lagi.
“Kita semua ga ada yang tau kalau Rara punya anxiety seperti itu Kak, dan untuk masalah pembullyan itu terjadi setelah masalah stalker Rara terungkap kalau itu cuma hal yang di buat Rara semata.” bela Jendra, ia ingin meluruskan kesalahpahaman disini.
“Kalian mungkin tidak tahu, tapi otopsi mengatakan kalau tubuh Rara banyak bekas luka. Beberapa di tangan, dan sisanya di paha. Jadi saya bisa memaklumi kalau kalian tidak mengetahui soal hal itu. Tapi untuk masalah pembullyan, dan juga stalker. Kalian bisa baca lengkapnya di private account dia. Rara ga mungkin berbohong bukan, kalau itu menyangkut dirinya sendiri dan tempat yang ia anggap paling privasi?” tanya Gio sembari menyerahkan ponsel Rara yang tadinya di meja, untuk di pegang Nathan.
Ketiga nya dengan serius membaca semua Tweet Rara, yang memang tidak di tunjukkan untuk publik. Bagaimana dirinya ketakutan perihal hidup, dan juga dirinya yang takut akan teror stalker.
“Mona?” tanya Haikal, setelah ia membaca Tweet Rara yang berisikan ungkapan untuk Mona. “Bukannya dia transfer lima juta ya, kok si Rara transfer balik dua juta?” tanya Haikal lagi, melihat Tweet lama Rara yang mengungkapkan rasa bingung karena Mona meminta Rara mengembalikan uang joki yang sudah di sepakati.
“Kapan? Eh, ini waktu essay dulu bukan sih?” tanya Nathan juga ikut penasaran.
“Berarti Mona bohong dong sama gue? Kata dia, dia udah transfer Rara lima juta, tapi ternyata di tarik lagi dua juta. Anjing, kok jadi gue yang malu bangsat.” ucap Haikal menyesal.
Belum sampai situ, ketiga nya terus membaca Tweet yang lainnya. Mengeluhkan tentang Rendy yang berubah, setelah ungkapan publik di terima Rara.
“Kalo Rendy, gue udah ngerti dari Mona sih.” ungkap Haikal lagi, “jadi kita sempet diskusi, kenapa Rara lebih sering lo anterin pulang. Dan juga si Rendy jadi lebih care ke arah Rara, padahal biasanya dia kan tipe orang bodo amat. Terus pada akhirnya, Mona milih untuk nyelidikin sendiri, dan dia tau kalau Rara kena teror stalker juga dia tau kalo Rendy udah ikut buat bantu Rara saat itu. Cuma gue sama Mona sempet debat, dan adu argumen kenapa Rendy ga cerita soal itu. Ya gue bilang, mungkin Rendy menghargai keputusan Rara yang paling ga pengen kalau masalah dia itu di ketahui orang lain dulu.” jelas Haikal panjang lebar.
“Terus pada akhirnya, semua kebongkar ketika udah ada yang up di base kan? Dan ternyata Nathan udah tau. Di situ gue beneran gelap fikiran dan langsung memutuskan hal sepihak untuk blame semuanya ke Rara. Gue beneran tolol sih.” lanjutnya lagi, sembari menegang kepalanya pusing. Sungguh rasa bersalahnya menumpuk setinggi gunung saat ini.
Gio masih terus memperhatikan ketiga nya berdebat, tentang siapa yang benar dan juga yang salah.
“In case, kalian mau liat room chat Rara juga ga?” tanya Gio menyela pertengkaran Haikal, Nathan, dan Jendra. “Saya sudah baca semuanya, dan beruntungnya Rara tidak pernah menghapus history chat nya. Saya fikir, kalian perlu tau hal ini supaya kalian bisa menebak apa kebenaran nya.” jelas Gio lagi.
“Ga apa-apa kak?” tanya Jendra ragu, ia sudah kepalang menyesal dengan segala tindakannya pada Rara di masa lalu.
“Tidak apa-apa, kenapa hanya kalian yang saya panggil kesini, ya karena saya fikir kalian bertiga butuh validasi untuk beberapa hal, dan untuk membantu saya dalam memperjuangkan keadilan untuk Rara nanti.” jawab Gio dengan bijak.
Nathan menyerahkan ponsel Rara ke tangan Jendra, ia sudah tidak sanggup untuk memegang nya. Rasa bersalah memenuhi perasaannya saat ini.
Jendra mengetuk ikon massage dengan gemetar, ia masih belum terlalu siap untuk mengetahui setiap kebenarannya saat ini.
“Mau buka punya siapa dulu?” tanya Jendra meminta usul pada kedua temannya.
“Rendy?” tanya Haikal tidak yakin.
“Iya, ayo kita buka chat dari Rendy.” ucap Nathan mendukung.
Begitu membuka room chat, bubble chat menunjukkan status pesan tidak terkirim, yang artinya Rendy telah memblokir akses pada nomor kontak itu.
Ketiga nya makin terkejut, begitu mengetahui kalau Rendy mampu mengatakan hal jahat seperti ini pada Rara.
“Anjing??” ucap Haikal emosi, “dia awalnya dukung dan bantu Rara, tapi kok tiba-tiba banget bisa berubah arah dan mulai hilang kepercayaan?” tanya Haikal masih tak habis fikir.
“Kalau lo liat dari tanggal pesan, itu tanggal yang sama dimana akun stalker Rara ke ungkap di publik, terus kesuspend kan?” tanya Nathan memastikan.
Jendra menganggukkan kepala membenarkan, “hari yang sama juga dimana lo sama Mona out dari grup.” tambah Jendra sembari menunjuk Haikal.
Setelah selesai membaca percakapan di room chat Rendy, ketiga nya langsung menekan room chat dari Mona.
Semakin mereka larut dalam membaca chat antara Mona dan Rara, semakin mereka paham kalau selama ini Mona lah yang telah memanipulasi mereka.
“Bangsat, gue kata juga apa jing. Itu anak sakit.” ucap Jendra masih terus mengumpat, benar-benar merasa emosi dengan Mona dan dirinya saat ini.
Mereka benar-benar di tipu habis-habisan. Bukan Rara, ternyata Mona lah yang selama ini play victim dan menyusun panggung seolah mengarahkan kalau Rara lah penjahatnya disini.
“Haha, kenapa kamu nangis?” tanya Gio pada Haikal yang kini sibuk menyeka air matanya.
Haikal menggelengkan kepalanya, “gue cuma, eh sorry kak. Aku cuma kepikiran tentang apa yang aku perbuat sama Rara selama ini.” jawab Haikal jujur, ia juga tidak menyangka kalau air mata akan turun ke pipinya saat ini.
“Semua udah terjadi, gausah di sesali.” kata Gio menasehati, “kalian sekarang udah bisa menilai kan, apa kebenarannya disini.” tanya Gio lagi. Ketiga nya menganggukkan kepala.
“Sekarang kita cuma perlu selesaikan semua ini, dan ungkap kebenarannya ke publik kan?” tanya Nathan menyimpulkan semua yang telah mereka bahas saat ini.
“Tapi masalah stalker gimana? Kita mau selidiki atau apa? Kehadiran stalker juga trigger anxiety Rara juga kan?” tanya Jendra tersadar.
“Oiya ya, gimana njir? Jejaknya udah ga ada kan? Akun terakhir udah ilang, abis itu nomor yang buat kontak Rara juga nomor sekali pakai kan?” tanya Haikal mendadak pusing kembali.
“Masalah itu, saya fikir kalian tidak perlu khawatir.” ucap Gio menengahi. “Kemarin sudah ada seseorang yang melaporkan sesuatu pada saya.” sambungnya lagi sembari menunjukkan room chat Gio dengan nomor asing.
“HAH, ANJING KAK DIKA??”