The Book
Arzhan mengikuti Raka yang tengah mendorong kursi roda Kinara. Hari ini Raka memenuhi janji nya yang akan mengajak Kinara ke perpustakaan universitas setelah ujian semester selesai di laksanakan.
“Gue mau ikut, seriusan deh kak.” rengek Arzhan sedari tadi, masih belum selesai.
Kinara menahan tawa nya, karena dia tahu Raka tidak mengizinkan siapapun untuk ikut serta dalam agenda mereka.
“Enggak! Lo tuh gampang bosen, gue gamau denger rengekan lo lagi kalau gue udah di perpustakaan nanti.” jawab Raka cepat.
Arzhan menekuk wajah nya, dia merajuk.
Kinara berdiri dengan perlahan untuk berpindah duduk ke dalam mobil, di bantu oleh Arzhan. Sedangkan Raka dengan sigap melipat kursi roda Kinara untuk di masukkan dalam bagasi mobil.
“Gapapa kak, daripada lo bosen nanti di sana, mending lo pergi terus main sendiri di tempat yang lo suka.” hibur Kinara kemudian.
Arzhan melengos tidak percaya, bahkan Kinara juga menolak nya.
“Ya kan itu elo.” ucap Arzhan padat.
Kinara mengerutkan dahi nya bingung, “Gue apaan?”
“Tempat yang gue suka.”
Sesampainya di perpustakaan, Raka langsung mengajak Kinara untuk masuk melakukan pemeriksaan member. Ada tiga lantai untuk perpustakaan, dan untungnya lift di sediakan untuk hal itu.
Kalau boleh jujur, sebenarnya dari tadi Kinara tuh sedikit minder karena ga sedikit orang yang ngeliatin dia naik kursi roda dan di dorong oleh Raka. Dia beneran merasa ga nyaman akan hal itu.
Kalau di suruh jalan pun sebenernya Kinara bisa, bisa banget malah. Tapi Raka nggak mengizinkan hal itu, takut Kinara terlalu lelah karena harus berjalan lama.
“Gue mau periksa katalog, lo mau baca apa?” tanya Raka begitu sampai di lantai ke dua.
“Gue bisa kok kak cari bacaan sendiri. Dah lo periksa katalog dulu sana, biar gue juga jalan jalan sendiri.” jawab Kinara cepat, mengusir Raka.
Raka tertawa kecil. “Di usir nih gue ceritanya?”
Sepeninggalnya Raka, Kinara menjalankan kursi roda nya dengan perlahan. Kinara tadi udah di peringati oleh Raka buat ga berdiri atau bangun dari kursi roda, atau Raka bakalan marah.
Karena ga ada pilihan lain, akhirnya Kinara cuma bisa menuruti kemauan Raka. Beruntungnya di lantai dua ini ga banyak orang yang ada, sehingga membuat Kinara bisa bergerak lebih leluasa.
Kinara mengambil satu buku yang berada di rak bawah. Dirinya membaca judul buku itu dengan seksama.
MAP OF THE SOUL : PERSONA our many faces
Buku itu berisi tentang catatan lirik album BTS Map of the Soul : Persona yang di refleksikan oleh Dr. Murray Stein.
Diam diam Kinara tersenyum, Acel pasti akan senang sekali membaca buku ini karena Acel adalah fans dari BTS.
“Baca apa Ra?” tanya Raka dari depan, melihat Kinara tidak menyadari kedatangannya.
Kinara menunjukkan sampul buku yang ia pegang pada Raka. Raka sendiri sudah kembali dengan membawa beberapa buku di tangan kanan dan kiri nya. Kinara tidak heran lagi karena Raka memang gemar membaca sama seperti dirinya.
“Kok duduk di bawah kak?” tanya Kinara bingung, karena Raka mengambil tempat duduk di lantai menghadap ke arah nya. “Ayo ih ke tempat baca sana aja, duduk di kursi.” sambung Kinara lagi.
Raka menggeleng, “Disini jauh lebih damai tau Ra. Kalau di tempat baca sana, bau buku nya udah ga kerasa.” jawab Raka kemudian.
Posisi mereka yang saat ini berada di tengah lorong rak buku. Beruntung nya tidak banyak orang yang berada di perpustakaan sehingga tak ada orang yang terganggu karena Raka duduk di lantai.
“Kadang suka lucu ya Ra, ngeliat hidup kita tiba-tiba bisa berbalik 180° kaya gini. Padahal di depan biasa aja, tapi begitu setengah jalan ada aja hal yang datang dan pergi dan buat kita bingung.” ucap Raka kemudian membuka percakapan.
“Kalau gue ga sakit, kira-kira berapa persen kemungkinan lo buat ajak gue ke perpustakaan ini?” kata Kinara balik bertanya.
“Maksudnya?” Raka tidak mengerti.
“Semuanya juga udah tau kak, lo ajak gue kesini tuh semata-mata buat ngehibur gue karena gue sakit.” Ujar Kinara. “Makanya gue nanya, kalau gua ga sakit apa masih mungkin lo bakalan ajak gue seneng seneng kaya gini? Kenapa gue jadi merasa punya privilege ya karena sakit.” sambung nya lagi.
Raka terdiam, ucapan Kinara barusan memenuhi otak nya. Apa benar yang ia lakukan sekarang semata-mata hanya untuk menghibur Kinara karena ia sakit?
“Lo tadi bilang kan, lucu karena hidup kita bisa tiba-tiba berubah 180° kaya gini. Karena hidup manusia itu sama seperti buku kak. Selalu ada cerita suka di satu halaman. Tapi juga ada kisah duka di halaman yang lain.”
Raka berusaha semampu nya untuk menolak ucapan Kinara barusan. Logika nya tidak bisa ia pakai untuk menerima hal itu. Raka tahu betul, kemana arah pembicaraan mereka akan berlangsung sehabis ini.
“Kenapa harus ada suka dan duka, di saat kita bisa memilih untuk mengisi setiap lembar nya dengan suka cita Ra.” ujar Raka kemudian. “Jangan bicarakan soal duka sama gue, gue ga suka.”
Kinara menghela nafas nya pelan, dirinya tidak punya pilihan untuk hal ini.
“Kak if I die, how long will it take you to recover?”
Pada akhirnya Kinara menanyakan hal yang selama ini selalu Raka hindari dalam setiap kesempatan. Dirinya tidak siap untuk di hadapi dengan pertanyaan seperti itu.
“Ngomong apasih? Gausah bawa bawa kematian lah, gue ga suka.” jawab Raka padat. “Lo tuh masih punya banyak kesempatan Ra. Dengan lo nanyain hal itu, sama kaya lo meragukan kesempatan yang ada.” Sambung nya lagi sedikit keras.
“Semua orang pada akhirnya akan mati juga, dan itu ga akan bisa terelakkan kak.” ujar Kinara setelah menyusun kalimat dengan hati-hati. “Lo juga setuju kan, kalau hidup itu bagaikan sebuah buku. Dan karena hal itu, artinya lo juga tau kalau setiap orang suatu saat pasti juga akan tiba pada halaman terakhirnya.”