The secret has been uncovered
“Kalah lagi dirimu dengan si Fero itu?” Rina, ibunda dari Salsa ibu kandung Nada mencibir. “Belum cukup dia mengugat cerai kau, hak asuh anak tetap jatuh juga di tangannya.” sambungnya belum usai.
Salsa hanya menundukkan kepalanya dalam diam, dirinya tidak menyangka kalau ibundanya tega berbicara seperti itu, padahal seharusnya saat ini dirinya mendapatkan semangat karena telah kalah dalam memperebutkan hak asuh anak mereka satu satunya.
“Salsa, dari awal ibu sudah menasehati mu. Ibu sudah berulang kali berbicara, lupakan saja mantan kekasihmu itu, dan hidup berbahagia dengan Fero. Dengan kepala mu yang keras itu, justru kau malah bermain gila di belakang Fero padahal kau masih terikat dah dalam janji pernikahan dengannya.” Sentak Rina masih belum puas. “Memang setelah ini, setelah Nada ikut dengan Fero, dan kau hidup dengan Adimas, hidup mu akan jauh lebih bahagia?” Lanjutnya mengejek.
“Ibu, udah jangan terus terusan memarahi Salsa.” sahut Bila, sebagai kakak tertua menengahi pertengkaran antara ibunda dan adiknya itu. “Salsa perlu waktu untuk menenangkan hatinya bu, kehilangan anak semata wayangnya juga bukan hal yang sepele bagi dirinya saat ini.” Ingat Bila lagi, dan membawa ibunya menjauh dari jangkauan Salsa yang saat ini tengah memendam emosinya.
“Kamu fikir akan berhasil merayu Nada dengan menggunakan Adelio, Mas?” tanya Salsa dengan apatis, dirinya sudah terlalu lelah dengan permasalahan yang terus terusan menerjang kehidupan nya.
“Kita coba dulu Sal, kamu tahu sendiri kalau sedari dulu di SMP Adelio sudah berteman dekat dengan Nada bukan?” jawab Adimas dengan optimistis, setelah dirinya memutuskan untuk mengirim Adelio bersekolah ke Malang, sekaligus mengawasi keadaan anak tiri nya itu.
Adimas menyayangi Nada seperti dirinya menyayangi Adelio. Adelio juga sudah bercerita dengan dirinya, kalau hubungan nya dengan Nada cukup baik, dan Adelio juga menyayangi Nada cukup besar. Tapi di balik itu, Adimas tidak mengetahui bahwa arti menyanyangi saudara tirinya dengan besar itu, adalah perasaan cinta antara pria dan wanita.
Dengan mengutus Adelio untuk pergi ke Malang, dan membujuk Nada untuk bertemu ibunya, Adimas fikir itu adalah langkah yang bagus. Menilik umur mereka yang sama, Adimas berfikiran kalau perasaan Nada lebih sederhana dari itu.
“Kamu tadi ajak Nada makan dulu, sayang?” tanya Salsa dengan antusias, menyambut Adelio yang baru pulang usai berjalan jalan dengan Nada untuk makan mie ayam.
Adelio mengangguk, dirinya senang melihat antusias ibu tiri nya itu mendengar kabar anaknya.
“Terus akhirnya kamu antarkan pulang?” tanya Salsa lagi, masih belum puas.
Sayangnya Adelio menggeleng, “Tadi Nada di jemput kakaknya Ma, buat pulang bareng.” Adelio mengatakan sebenarnya, karena memang Jerome lah yang menjemput usai sesi makan mereka berakhir.
Raut wajah Salsa terlihat tidak senang, dirinya tidak suka kalau hubungan Nada terlihat baik baik saja dengan anak anak dari Fero dan istri nya yang baru.
“Mama, Nada bilang mau pergi ke Banyuwangi akhir pekan ini.” ujar Adelio, setelah dirinya sempat bertemu Nada lagi dalam beberapa waktu belakangan.
Salsa mengrinyitkan dahinya heran, “Ke Banyuwangi memangnya mau ke mana Del?” tanya Salsa kemudian.
Adelio menjelaskan bahwa Nada ingin merayakan kepulangan Papa Fero dan Mama Rima dari berbulan madunya dengan mengunjungi Banyuwangi bersama dengan seluruh saudara tirinya.
Lagi lagi Salsa merasa kalah dari Fero, mengingat Nada sama sekali tidak perduli untuk memberikannya kabar tentang hal itu, dan justru dirinya tau dari Adelio.
Salsa masih ingat dengan jelas, pukul sembilan pagi ketika dirinya tengah sibuk menilai berbagai furnitur yang baru sampai dari gudang pusatnya. Tiara, anak dari kakak pertamanya Bila menelepon dirinya berulang kali.
Setelah ia menyadari hal itu, dirinya langsung mengangkat panggilan dari Tiara dengan pelan. “Kenapa dek?” tanya Salsa dengan penasaran, karena tidak biasanya keponakannya itu menelponnya di waktu acak seperti ini.
“Mbak, aku ketemu Nada di jalur bawah kawah Ijen.” ujar Tiara dari sebrang sana.
Wajah Salsa berubah masam, dirinya tidak ingin mendengar cerita Tiara lebih lanjut tentang betapa menyenangkannya perjalanan anak gadisnya itu dengan keluarga nya yang baru.
“Mbak lagi sibuk dek, mbak tutup aja.”
“Mbak, Nada ga sadarkan diri disini. Aku ketemu dia udah dalam kondisi ga sadar, dan kepala dia luka berat. Aku rasa dia menginjak tanah rapuh di jalur atas sampai pada akhirnya jatuh ke bawah.” ujar Tiara dengan terengah-engah.
Kepala Salsa berputar, dirinya tidak mengharapkan berita seperti ini akan tersampaikan kepadanya dengan kondisi yang tidak memungkinkan.
“Mbak, aku tau kamu kaget. Sekarang mending aku telpon dulu mas Fero, dan aku bawa Nada ke rumah-”
“JANGAN!! JANGAN TELPON FERO RA!! KIRIM KAMU KE RUMAH SAKIT MANA, SAYA SAMA MAS ADIMAS LANGSUNG NYUSUL KE SANA!!” sela Salsa cepat, dan memutus sambungan Tiara.
Tiara tidak tahu, bahwa awal mula dari semua nya adalah dari tindakannya yang gegabah menuruti semua kemauan adik dari ibu nya.
Salsa duduk dengan rapuh di samping ranjang rumah sakit yang tengah merawat putrinya. Setelah melakukan perjalanan panjang dari kota Malang menuju Banyuwangi yang melelahkan, Salsa tetap bersikukuh untuk tidak memberitahu keberadaan Nada pada Fero.
“Mbak, mereka pasti nyariin Nada.” Ingat Tiara pada Salsa yang masih keras kepala.
“Itu salah mereka Ra, mereka tidak menjaga Nada dengan baik baik.” ujar Salsa tegas, “Tidak akan aku kembalikan Nada pada mereka, aku lebih rela Nada di rawat oleh orang lain dan tidak mengenaliku, daripada Nada harus di rawat oleh Fero dan istri barunya.”
Tiara terkejut, dirinya tidak menyangka kalau perkataan seperti itu bisa keluar dari mulut Salsa. “Mbak, ucapan adalah do'a.” Ingat Tiara menegur.
Belum selesai keterkejutan Tiara tentang Salsa yang menentang untuk memberitahu keberadaan Nada pada Fero, Fero yang kembali ke Malang dengan tangan hampa karena kehilangan Nada memberikan kabar tentang penemuan mayat tidak di kenali di sekitar wilayah Nada menghilang.
Salsa merasa bahwa itu adalah kesempatan yang bagus, karena waktu yang berlangsung juga belum begitu lama. Belum lagi Nada yang masih menjalankan perawatan intensif di rumah sakit yang dirinya sembunyikan.
“Mbak, jangan terlewat jauh dan memanfaatkan situasi saat ini.” Ingat Tiara pada Salsa yang bersikukuh untuk tidak mengizinkan mayat tersebut di otopsi, dan lebih memilih untuk mengiyakan bahwa itu adalah mayat Nada yang sebenarnya.
“Rasa sakit ku jauh lebih besar daripada ini Ra. Penghinaan dari nenek mu juga belum sepenuhnya hilang. Ayah dari suami mu, Bima kemarin juga menawarkan diri untuk mengurus dan merawat Nada. Mbak bisa berbuat sejauh ini, dan mbak yakin tidak ada cela untuk hal ini. Sehabis ini Nada akan di bawa ke Malaysia oleh keluarga Bima untuk perawatan lebih lanjut, mbak berharap di sana kamu bisa merawat Nada sebaik-baiknya.” ujar Salsa panjang lebar, sebelum dirinya pergi dan menimpakan seluruh tanggung jawab pada Tiara.
Badan Nada panas dingin mendengar seluruh penuturan cerita dari Tiara. Dirinya tidak menyangka, kalau dalang di balik semua ini adalah Mama nya sendiri. Hanya demi meninggikan ego nya, Mama nya rela memendam semua rahasia ini rapat-rapat.
“Kita kembali ke Malang juga atas keinginan mama kamu Nad, dia ingin bisa melihat kamu lebih dekat di sini.” ujar Tiara lagi, melembut karena dirinya kasihan melihat keterkejutan Nada.
“Mbak, kenapa?”
Tiara melihat Nada dengan tidak mengerti,
“Kenapa bisa sejauh ini mbak?”
Tiara kembali membungkam mulutnya, dirinya juga merasa bersalah karena secara tidak langsung ia sudah menjadi kaki tangan mama Nada selama ini, untuk turut menyembunyikan Nada.
“Mbak Tiara harus lihat Papa kemarin waktu ketemu aku lagi mbak, sekujur tubuh Papa gemetar karena haru. Papa bahkan ga berani lihat wajah aku, karena papa takut kalau aku bakalan berganti orang lain. Waktu aku pura-pura tidur, bahkan papa cium aku tanpa henti, ucapan syukur ga berhenti papa ucapin bahkan dalam waktu berjam jam. Kenapa bisa sejahat itu mbak? Papa aku salah apa?”
Tiara melihat Nada kini menangis dengan keras, setelah menyelesaikan ucapannya. “Kasian papa aku, kasian papa-” Nada menepuk nepuk dadanya keras, berusaha mengurangi rasa sesak di sana.
Tiara ikut menangis, melihat kondisi Nada yang cukup memprihatinkan saat ini. Dengan perlahan Tiara menarik Nada agar masuk ke dalam pelukannya. Setidaknya, hanya ini lah yang bisa ia lakukan sekarang.