Untold The Truth
“Serius deh, gue bingung banget sama saudara lo.” Ujar Eja membuka suara. “Dulu ga perduli, sekarang sampe ngikutin lo kaya gini?? Hah kaya apaan anjir.” sambungnya lagi tidak percaya, melihat Nabil berada di bangku cafe tempat tujuan mereka yang kedua.
Kinara hanya bisa tersenyum tipis. Perubahan mendadak saudara Kinara saja bisa di rasakan oleh orang luar. Apalagi Kinara sendiri?
“Gamau pesen yang enakan dikit kah Ra?” tanya Gale menyela, melihat Kinara dua kali berturut-turut meminum air mineral.
“Air mineral juga enak kok Le. Jangan salah paham.” Jawab Kinara membela diri.
“Sebenernya lo mau ngasih tau apa sih? Dari tadi loh gue nungguin kaga cerita cerita.” potong Acel, tidak sabar.
Kinara menghela nafas nya pelan, dirinya bingung dari mana ia harus memulainya.
“If I die, how long will it take you to recover guys?” tanya Kinara kemudian setelah terdiam lama.
“Anjing?? Tiba-tiba banget Ra?” tanya Eja balik, tidak mengerti.
“Bangsat, sampe tua anjing. It'll be my traumatic thoo!!” jawab Acel tak kalah serius.
Kinara tersenyum, “Kalo lo Le? Eja?” tanya nya lagi.
“Untuk pulih itu gabisa dibayangin berapa lamanya. Karena tiap kenangan itu gabisa diukur seberapa lama bisa kita hilangkan. Karena kenangan itu akan tetap ada meskipun orang itu masih ada atau enggak.” jawab Gale kemudian, setelah terdiam untuk berfikir jawaban apa yang tepat ia ucapkan. “Jadi kalo lo nanya seberapa lama, jawaban gue gatau. Bisa aja sebentar, atau take a life time.”
“Lagian kenapa bahas mati sih Ra? Menurut lo, bagi gue berapa lama? Fakta nyokap gue meninggal aja masih belom bisa gue terima. Berapa tahun? Hampir lima dan gue masih merasa di titik yang sama sejak dia baru meninggal kemarin.” Akhirnya Eja ikut menjawab pertanyaan absurd Kinara.
Kinara memainkan tutup botol air mineral nya. Menimbang kalimat selanjutnya apa yang harus ia ucapkan, menilik berbagai reaksi sahabatnya.
“Gue sakit, Osteosarcoma.” ucap Kinara langsung.
Nabil yang berada tak jauh dari meja mereka ikut mendengarkan percakapan yang terjadi. Pada akhirnya Kinara berani jujur dengan orang-orang sekitar nya.
“Osteos, ostos, coma? hah? Sakit apaan itu jir. Sakit maag?” Sahut Eja cepat.
Kinara tertawa kecil, di susul oleh tawa dari Acel juga yang merasa kalau hal itu adalah hal yang lucu.
“Bukan sakit maag bego. Osteosarcoma itu kanker tulang.”
Tawa Acel seketika lenyap, di gantikan hening. Ketiganya menatap Kinara intens, meminta penjelasan.
“Gue di vonis dokter kalau kaki sebelah kanan gue bagian lutut ada tumor nya. Tadinya ga ada penjelasan langsung kalau tumor itu adalah kanker sampai pemeriksaan kedua ternyata tumor nya tumor ganas.” ucap Kinara perlahan, mencoba menjelaskan dengan detail. Ia tidak ingin menyembunyikan apapun kali ini. “Dan sampai saat ini, gue belom dapat keputusan untuk menempuh pengobatan yang mana. Soalnya hasil pemeriksaan untuk pengobatan juga baru keluar nanti sore.” sambung nya lagi.
Kinara menatap ketiga sahabatnya yang masih diam, enggan menanggapi ucapannya.
“Ngomong dong. Berasa lagi dongeng gue.” ucap Kinara, masih mencoba untuk melucu.
Tiba-tiba Acel berdiri dari tempat duduknya, dan mengambil tas punggung nya. Eja dan Gale menatap dengan penuh kebingungan.
“Acel? Lo mau kemana?” tanya Kinara ikut bingung, dan sontak langsung berdiri yang mengakibatkan lututnya nyeri seketika. “Acel? Gue minta maaf kalau ga cerita lebih awal.”
Acel tidak mendengarkan perkataan Kinara, dan langsung berlalu dengan cepat dari sana.
“Gue aja yang susul Acel.” ujar Eja kemudian, dan segera berlari menyusul Acel.
Kinara menatap pemandangan di depannya dengan pias. Ia tidak menyangka kalau Acel akan meninggalkan nya tanpa sepatah kalimat apapun begitu ia menceritakan kejujurannya.
“Duduk Ra.” ucap Gale memegang pundak Kinara. “Lo keringet dingin, pasti lo lagi nahan sakit.” sambung nya lagi.
Nabil yang melihat pemandangan itu langsung bergegas berpindah tempat ke meja Kinara dan Gale berada.
“Ada yang sakit Ra? Ayo pulang sekarang.” ujar nya kemudian, setelah melihat dengan seksama keadaan Kinara kali ini.
Kinara menggeleng kuat, “Gue gamau pulang kak. Gue masih ada yang mau di bicarain sama Gale.”
Gale menghela nafas nya pelan. “Pulang dulu Ra, kondisi lo ga baik baik aja untuk bisa diskusi saat ini. Masalah Acel, biarin Eja sama gue yang tangani. Lo istirahat biar nanti waktu ambil hasil pemeriksaan bisa maksimal.” nasehat Gale panjang lebar.
Nabil menyentuh tangan Kinara yang kini sudah basah dengan keringat dingin. Dirinya tidak tega melihat kondisi Kinara dan keadaan yang mengelilingi nya saat ini.
“Gue balik dulu ya Le, sama Kinara.” pamit Nabil kemudian, dan membawa tas Kinara serta menuntun Kinara untuk berjalan keluar.
Nabil melihat adiknya yang sepanjang perjalanan hanya diam menatap pemandangan yang ada. Setelah insiden yang terjadi di cafe tadi, Nabil sendiri juga bingung hendak menghibur Kinara seperti apa.
“Gausah sedih, Acel pasti juga kaget makanya dia kaya gitu.” hibur Nabil pelan.
Kinara tersenyum kecil, “Ga sedih kok kak. Gue udah nyiapin skenario terburuk karena udah ambil jalan untuk jujur.” jawabnya kemudian.
“Abis ini langsung istirahat aja, gausah terlalu di pikirin apa yang udah terjadi.” Nasehat Nabil lagi. “Ra, jangan pernah berfikiran yang lain akan ninggalin lo, karena lo berbeda. Mereka cuma butuh waktu untuk menerima lo, dan keadaan lo sebenarnya.”
Ucapan Nabil barusan hanya bisa Kinara bawa diam. Dibilang kecewa, sebenarnya ia juga tidak pantas untuk bilang kecewa. Mengenai reaksi Acel dan yang lainnya setelah dirinya mengumpulkan keberanian untuk berkata jujur.
Persis seperti ucapan Nabil, mereka hanya butuh waktu untuk mengerti. Dan tentunya Kinara bisa menunggu hal itu.
Mobil memasuki area rumah, yang gerbang nya sudah di bukakan oleh pak Bedjo. Dari yang Kinara tahu, papa nya juga pasti sudah berada di rumah melihat adanya mobil yang selalu di bawa oleh papanya dinas terparkir di depan pintu garasi mobil yang tertutup.
“Makasih kak buat hari ini. Maaf kalo gue ngerepotin.” ucap Kinara tulus, sembari melepas seatbelt nya.
Nabil tersenyum tipis, enggan terlihat oleh Kinara. “Ga ngerepotin karena gue yang emang mau nganterin lo kemanapun itu.”
“Oh iya, ini buat lo.” ujar Kinara masih belum selesai, dan memberikan selembar kertas pada Nabil.
?[](https://i.imgur.com/R9gR7tn.jpg)
Nabil melihat gambaran dirinya yang tentunya di gambar oleh Kinara dengan terkejut. Nabil tidak tahu, kapan Kinara menggambar potret dirinya ini.
“Ga bagus sih—”
“Ini bagus banget.” sela Nabil cepat. “Masih ya dek, bakalan gue simpen.” sambung nya lagi.
Hati Kinara senang bukan main, pipinya berseri seri mendengar ucapan terimakasih dari Nabil setelah sekian lama.
Akhirnya Kinara bisa melihat Nabil tersenyum dengan tulus kepadanya. Tidak ada hal yang bisa membuatnya lebih bahagia dari ini.
Akhirnya dengan riang, Kinara turun dari mobil dengan perlahan dan berjalan pelan menuju ke dalam rumah. Meninggalkan Nabil yang masih betah berada di kursi kemudi melihat gambaran dari Kinara tadi.
“Makasih Kinara. Makasih buat semuanya. Lo terlalu istimewa buat di ceritakan secara sederhana bagi gue.”