Venus dan Sirius
Delvin kembali ke kamarnya, setelah dirinya pergi meninggalkan Haikal yang tertegun bersama dengan dokumen pasien yang ia tinggalkan di meja ruang tamu.
Serah dah, siapa aja yang mau beresin nanti. Pastinya saat ini dia butuh untuk sendiri dulu, karena setelah membahas soal dunia dan isinya mood nya kembali memburuk. Emang ni cowo satu, perasaan moody an banget jadi orang.
Delvin berjalan ke arah kasurnya, tidak lupa dirinya juga membawa photo album yang sudah di serahkan Yudha tadi sore.
Membahas tentang dunianya, Delvin tidak berbohong kalau dunianya sudah hancur. Nggak, ini bukan majas hiperbola dimana dirinya melebih lebihkan tentang hal yang telah terjadi.
Tetapi setelah kepergian Nada, banyak hal berubah dan hati Delvin adalah salah satunya. Hati Delvin berubah menjadi sekeras batu, dan membuat orang-orang di sekitarnya bingung untuk mengatasinya.
“Tiga tahun.” ucap Delvin sembari menyentuh potret Nada lembut, “Tiga tahun ternyata selama itu ya Nad?” sambungnya lagi.
Dirinya mengenang awal mula ia bertemu dengan Nada. Dimana Nada yang saat itu datang bersama Papa, tidak henti hentinya menatap kagum mereka semua.
Mungkin awal dulu, Delvin sedikit risih dengan adanya Nada. Karena dirinya menjadi tidak sebebas dulu saat di rumah.
Dulu sebelum kehadiran Nada, dirinya bebas untuk tidak memakai baju hanya sekedar berjalan kesana kemari mengelilingi rumah. Tetapi setelah Nada datang, Candra kerap menegurnya agar dirinya memakai setelan lengkap walau hanya ke dapur untuk menjaga kewarasan Nada tetap ada.
Cukup menyusahkan, karena Delvin sendiri bukan tipe orang yang menikmati perubahan. Tetapi seiring berjalannya waktu, justru kini Delvin adalah orang yang paling nyaman untuk selalu memakai bajunya atau keluar kamar menggunakan setelan lengkap. Tidak seperti saudaranya yang lain, dimana mereka semena mena menggunakan celana boxer untuk berjalan kesana kemari.
Dirinya teringat ketika memergoki Nada menangis keras sehabis bertengkar dengan Hermas. Ia yang merasa kebingungan untuk menenangkan seorang gadis menangis, dan juga ucapan bercanda Nada yang aneh meminta untuk menciumnya. Dia ingat semua itu, dan tidak akan pernah melupakan nya.
Delvin ingat ketika ia kebingungan mencari Nada, sewaktu Jeffery dengan tidak sengaja meninggalkan nya di mall. Dimana ia menjadi orang pertama yang langsung tancap gas mencari keberadaan Nada.
Jika di ingat lagi, sewaktu itu mungkin dirinya masih naif dan berfikir bahwa ia mencari Nada adalah sebuah kewajiban supaya Mama dan Papa tidak marah. Tetapi teryata ia sadar, kekhawatiran nya adalah hal yang nyata dimana ia sudah menerima Nada sebagai adiknya juga.
Delvin memotret kembali foto Nada, untuk ia jadikan wallpaper baru pada layar ponselnya.
Dirinya tersenyum, melihat jajaran benda langit antara bintang Sirius dan Venus. Bintangnya dan juga Nada.
Banyak teman kuliahnya yang mengira jikalau wanita yang selalu menjadi wallpaper di ponselnya itu adalah kekasihnya. Bukannya Delvin tidak tahu, hanya dirinya juga tidak ingin menyangkal nya dan menjelaskan pada orang lain siapa Nada sebenarnya.
Maka dari itu, se populernya Delvin di mata orang orang, tidak ada satupun wanita yang berani mendekatinya hanya sekedar untuk berkenalan. Seperti itu lah citra Delvin di mata orang lain, tidak tersentuh.
Delvin menutup photo album Nada, dan memasukkannya ke dalam laci dengan hati-hati. Sudah cukup untuk hari ini, mebebankan banyak hal untuk sekedar mengulik masa lalu.
Terlalu banyak kata andai yang ia sematkan bila berurusan dengan Nada. Andai ia menunjukkan semua kasih sayangnya dengan lebih terang terangan seperti yang Jerome lakukan. Andai ia lebih berani dan selalu mengajak Nada untuk keluar dan bermain seperti Jeffery. Andai ia selalu menjadi kakak yang bisa di andalkan seperti Jonathan.
Andai Delvin menjadi seseorang yang selalu ada untuk menampung keluh kesah Nada seperti yang di lakukan Tiyo. Andai Delvin bisa menjadi seperti Yudha, sosok yang selalu Nada kagumi segala tingkahnya yang menghangatkan hati. Andai Delvin seberani Arwena yang selalu di jadikan Nada sebagai tempat sandaran. Atau andai saja Delvin menjadi seseorang yang selalu mendukung dan menenangkan Nada di saat sulit seperti yang Candra sering lakukan.
Atau mungkin, andai saja Delvin bisa menjadi sahabat yang seru seperti hubungan Haikal dan Nada. Atau bahkan guru privat yang bisa di andalkan seperti Hermas yang sering mengajari Nada diam diam.
Banyak hal yang sudah terlewati, tetapi bagi Delvin hanya penyesalan lah yang paling utama. Entah sampai kapan, Delvin merasa rasa bersalah nya itu tak akan lekang oleh waktu.