War is Over
Kinara mendengar suara pintu kamarnya di ketuk dengan brutal sebelum kemudian di buka dengan paksa oleh Arsha. Tanpa aba-aba, Arsha sudah terbang ke Kinara, dan memeluk tubuh Kinara dengan erat.
“Kak??” tanya Kinara bingung dan menepuk punggung Arsha pelan.
Arsha masih enggan melepaskan pelukannya pada Kinara. Dan pada akhirnya Kinara membiarkan hal itu terjadi begitu saja. Sejujurnya Kinara juga menikmati pelukan dari Arsha yang sangat amat ia jarang dapatkan.
“Ra, maafin gue ya. Maafin segala hal yang udah gue perbuat selama ini. Itu bukan salah siapa, dan karena apa. Itu murni tingkah laku gue yang selalu haus akan validasi dari orang-orang di sekitar gue. Dan bodohnya gue baru menyadari itu sekarang, saat gue udah buat lo sehancur hancurnya.” ucap Arsha kemudian, setelah memeluk Kinara cukup lama.
Kinara menyadari sorot mata Arsha yang tulus, juga bekas sembab yang tersisa di sana.
“Banyak hal buruk yang gue lakuin ke lo, dan penyesalan adalah hukuman terbesarnya. Bahkan ketika lo bilang kalau lo udah memaafkan, rasa penyesalan itu ga berkurang dan justru meluap-luap. Sekarang gue ngerti, just because plants are quite doesn't mean you can forget to take care of them.” lanjut Arsha lagi.
Kinara tersenyum, senyum tertulus yang pada akhirnya ikhlas dia berikan pada Arsha. “Nangisin apasih, sampe matanya sembab gini.” goda Kinara kemudian.
Arsha tertawa kecil, “Nangisin kebodohan gue yang udah di luar nalar lagi.”
“Ini kalo cewe lo liat lo nangis kaya gini, pasti dia ngira nya macem macem dah.”
Arsha menggeleng, “Nggak ada cewe Ra, gue ga punya cewe.”
Kinara terkejut, dengan spontan tangan kanannya terangkat dan mencubit pinggang Arsha yang berada di jangkauannya.
“Aduh, anjing!! Apasih cubit-cubit!” teriak Arsha mengaduh.
“Bisa bisanya bilang gapunya pacar, sedangkan lo selalu bawa topik itu ketika disuruh mama buat anter atau jemput gue.” ucap Kinara tidak percaya.
Arsha menggaruk lehernya pelan, “Itu ga salah sih, tapi ga bener juga.” Kemudian Arsha menarik lengan Kinara lagi, dan memeluknya erat seperti semula. “Nanti deh, gue ceritain lengkapnya gimana.” Lanjutnya kemudian.
Nabil mengetuk pintu kamar Kinara yang memang sudah terbuka, dan Arsha sedikit terkejut dengan hal itu.
“Ayo Ra, berangkat.” ajak Nabil dan mengambil kursi roda Kinara yang berada di pojok ruangan. Nabil kemudian menendang bokong Arsha yang masih berjongkok memaksa memeluk Kinara dengan erat. “Lepas anjing, lu liat Kinara sampe bengap gitu mukanya.” ujar Nabil kesal.
“Enggak, apasih kak nendanh bokong gitu. Gue masih mau peluk Kinara lama, ini sesi quality time gue sama dia.” kata Arsha tak kalah galak.
Kinara tertawa kecil dan menepuk pundak Arsha, “Kak, gue ga bakalan pergi untuk selamanya kok. Ini ke rumah sakit bentar, abis itu pulang.” ujarnya menenangkan.
Tapi di luar dugaan, bukannya menenangkan Arsha, justru itu menambah rasa gundah pada hati Nabil yang mendengar ucapan Kinara barusan.
Arsha melepas pelukannya, “Kin, pergi ya pergi. Mau itu selamanya atau enggak, sebentar atau lama, nama nya tetap pergi.” ucapnya tidak terima.
“Iya iya, maaf deh.”
Pada akhirnya Arsha mengalah, dan menuntun Kinara untuk duduk di kursi roda yang telah Nabil sediakan. Nabil tersenyum melihat keduanya, pada akhirnya Kinara dan Arsha sudah berdamai dengan masa lalu mereka.
Atau mungkin keduanya akan menjadi jauh lebih rekat dari sekarang? Nabil sendiri juga menantikan hal itu.