Yesterday.
Dean sibuk mengelupas kulit jeruk, untuk di makannya. Dari ujung matanya, dia menangkap keberadaan Nathaniel yang duduk dengan memegang erat tangan Jevanka yang hanya terdiam melamun.
Pemandangan yang tidak asing, hanya bedanya Mark dulu terus mengoceh di samping Jevanka. Dan kini Nathaniel hanya duduk diam dan menunggu Jevanka sampai tenang.
“Kak?” kata Zoya menepuk pundak Dean. Dean menoleh dan memincingkan satu alisnya ke atas seolah bertanya kenapa. “Lo istirahat aja sana, ajak si Jevano. Abis ini Haidar sama Juna kesini kok ikut jagain.” lanjutnya dan di jawab anggukan Dean.
Setelah Dean dan Jevano keluar dari ruangan, Zoya menghampiri Nathaniel.
“Nath?” tanya Zoya pada Nathaniel yang terdiam menggengam tangan Jevanka.
Nathaniel hanya menggeleng pelan, “kalian bisa nggak, keluar ruangan dulu? Biar Jevanka sama gue aja.” tanya Nathaniel serak. Tenggorokannya kering, karena tak meminum apapun sedari kemarin.
Tanpa basa-basi, Zoya, Gale, dan Fazel langsung keluar dari kamar pasien dan meninggalkan Jevanka dan Nathaniel berdua.
Nathaniel bangun dari tempat duduknya, dan memegang tangan Jevanka intens. “Ayo tidur, dari kemaren lo ga tidur.” ucap Nathaniel pelan.
Jevanka mengalihkan pandangannya pada Nathaniel. “Lo ngantuk? Yaudah, tidur di sofa sana.” jawab Jevanka lembut.
Nathaniel menggelengkan kepalanya kasar, “no! Itu lo. Dari kemaren lo bangun dari pingsan, sampe sekarang lo ga tidur Jevanka.” ucapnya kesal, “ayo tidur sama gue!” lanjutnya lagi, dan berdiri untuk berbaring di ranjang Jevanka.
“Why you don't say anything Nath?” tanya Jevanka sembari memainkan hoodie mint kesayangan Nathaniel. “Gimana caranya, lo bisa sabar sama seseorang yang bahkan natap lo dengan pandangan kosong?” sambungnya lagi lirih.
Nathaniel menepuk puncak rambut Jevanka, “Peluk aja sampe pertahanannya runtuh.” jawab Nathaniel singkat.
Jevanka sedikit terkesiap ketika Nathaniel memeluk tubuhnya yang ringkih, “Yesterday was heavy. Put it down. I'm here for you.”