JC Halcyon

TOK TOK TOK

Nada mengetuk pintu kamar Hermas dengan perlahan. Tak lama kemudian, Hermas muncul dari balik pintu dengan raut wajah datar.

'Belom apa-apa udah kaya badmood aja nih bapak.'

Hermas kembali duduk di kursi belajarnya. Nada cuma berdiri melongo, bingung mau duduk dimana. Soalnya kursi di kamar Hermas cuma ada satu. Masa di pangkuan Hermas?

Baru aja Nada mau merealisasikan keinginan dia buat duduk di pangkuannya Hermas. Hermas langsung berdiri membawa semua buku dan peralatan tulisnya ke lantai.

'Yah, gajadi deh.'

Nada langsung duduk tenang di samping Hermas yang sudah lebih dulu sibuk meraut pensilnya. Agak sedikit canggung sih, soalnya Hermas diem aja dan Nada mau ngomong tuh kaya takut gitu. Takut salah ngomong maksudnya.

“Mana buku lo.” ucap Hermas singkat, tangannya mengadah meminta buku Fisika yang ada di pelukan Nada. “Pascal baru di bab pertama, lo belom telat-telat banget buat belajar.” sambungnya lagi.

Nada mangut-mangut, dia juga sadar kalo yang dia tanya tuh baru bab satu. Mungkin maksud Hermas, Nada belom apa-apa udah nanya, gamau usaha dulu.

Tapi yang namanya Nada mana mau repot sih? Dia kan maunya langsung di ajarin gitu, kalo baca sendiri biasanya dia ga nangkep maksud dari yang tertera.

“Luas penampang dongkrak hidrolik adalah A1 = 0,04 m2 dan A2 = 0,10 m2. Jika gaya masukan F1 = 5 N maka keluaran gaya maksimum adalah?” ucap Hermas membacakan pertanyaan dari buku Nada.

Belom apa-apa otak Nada udah ngepul. Hermas yang emang dasarnya bukan orang sabaran, liat Nada bengong doang jadi emosi.

“Lo masukin hukum Pascalnya anjir. Kan udah gue jelasin tadi.” ucap Hermas jengkel. Dengan segera Nada memasukkan rumus Pascal pada soal.

Hermas memperhatikan dengan teliti. Segera setelah Nada selesai mengerjakan salah satu dari soal, Nada langsung menyerahkan lembar jawaban itu pada Hermas.

Hermas mengulik kembali jawaban dari soal Nada, dengan teliti dirinya membenarkan kesalahan dari soal Nada dan memberikan lembar jawabannya pada Nada.

Nada sedikit cemberut ketika dia melihat hasil dari kerjaannya di coret oleh Hermas. Kemudian dia mulai mengerjakan soal selanjutnya. Hermas menaikkan bibirnya tipis, dia sedikit terhibur dengan tingkah Nada.


Segera setelah Nada pergi, Hermas langsung mengemasi barang-barangnya dan menaruhnya kembali ke atas meja. Sungguh Nada hanya menyusahkan dirinya saja.

Tiba-tiba Haikal muncul dari balik pintu, tanpa mengetuknya lebih dahulu. Hermas sudah terbiasa dengan hal itu, jadi dia hanya diam membiarkannya.

“Tumben banget lu ngajarin Nada, udah mulai ada yang berbeda nih?” goda Haikal, karena dirinya lebih tau dari siapapun kalau saudara kembarnya itu sangat sulit untuk menerima orang baru.

“Gausah bacot.” ucap Hermas singkat. Dia sudah lelah dengan tingkah laku Nada tadi, jangan sampai dirinya meledak karena tingkah laku saudara kembarnya itu.

“Gimana? Nada anaknya asik kan??” tanya Haikal mulai memancing lagi.

Hermas menatapnya dengan sinis, “gak, dia cuma bisa nyusahin gue doang.” jawab Hermas langsung setelah Haikal menyelesaikan pertanyaannya.

Haikal agak sedikit terkejut, dirinya tak menyangka kalau saudara kembarnya begitu naif. “Lo jangan munafik gitu deh Her, orang gue liat sendiri Nada keluar kamar lo seneng gitu. Pasti lo merlakukan dia dengan bagus kan? Makanya dia seneng.” kata Haikal menyela, “kalo lo udah merlakukan Nada dengan baik, artinya lo udah nyaman sama dia.” lanjutnya lagi, mencoba menyadarkan Hermas yang tengah denial.

“Gue cuma ngelakuin apa yang perlu gue lakuin Kal.” ucap Hermas mulai kesal, dirinya tidak suka di paksa untuk mengakui hal yang belum siap untuk dia akui. “Bukan berarti gue udah nerima dia di keluarga ini!!” lanjutnya lagi membentak.

“Oh, gue cukup tau aja Her.” ucap Nada setelah membuka pintu, dia ingin mengembalikan tipe ex yang tadi tak sengaja terbawa olehnya. “Gue kira lo udah berubah, dan nerima gue sebagai saudara lo disini Her. Ternyata itu cuma delusi gue doang. Maaf.” sambungnya lagi pahit, dan bergegas meninggalkan kamar Hermas.

Haikal menatap Hermas tajam, dirinya benar-benar marah dengan pola fikir saudara kembarnya itu, “Nad, tunggu dulu!!” teriak Haikal, berusaha mengejar Nada yang sudah lebih dulu pergi. Meninggalkan Hermas yang terpaku dengan tatapan kosong.

Menyesal? Merasa bersalah? Atau justru marah?

Hermas sendiri gatau, gimana wujud ekspresi dia sekarang. Dia hanya bingung menghadapi segala hal yang baru saja terjadi.

TOK TOK TOK

Nada mengetuk pintu kamar Hermas dengan perlahan. Tak lama kemudian, Hermas muncul dari balik pintu dengan raut wajah datar.

'Belom apa-apa udah kaya badmood aja nih bapak.'

Hermas kembali duduk di kursi belajarnya. Nada cuma berdiri melongo, bingung mau duduk dimana. Soalnya kursi di kamar Hermas cuma ada satu. Masa di pangkuan Hermas?

Baru aja Nada mau merealisasikan keinginan dia buat duduk di pangkuannya Hermas. Hermas langsung berdiri membawa semua buku dan peralatan tulisnya ke lantai.

'Yah, gajadi deh.'

Nada langsung duduk tenang di samping Hermas yang sudah lebih dulu sibuk meraut pensilnya. Agak sedikit canggung sih, soalnya Hermas diem aja dan Nada mau ngomong tuh kaya takut gitu. Takut salah ngomong maksudnya.

“Mana buku lo.” ucap Hermas singkat, tangannya mengadah meminta buku Fisika yang ada di pelukan Nada. “Pascal baru di bab pertama, lo belom telat-telat banget buat belajar.” sambungnya lagi.

Nada mangut-mangut, dia juga sadar kalo yang dia tanya tuh baru bab satu. Mungkin maksud Hermas, Nada belom apa-apa udah nanya, gamau usaha dulu.

Tapi yang namanya Nada mana mau repot sih? Dia kan maunya langsung di ajarin gitu, kalo baca sendiri biasanya dia ga nangkep maksud dari yang tertera.

“Luas penampang dongkrak hidrolik adalah A1 = 0,04 m2 dan A2 = 0,10 m2. Jika gaya masukan F1 = 5 N maka keluaran gaya maksimum adalah?” ucap Hermas membacakan pertanyaan dari buku Nada.

Belom apa-apa otak Nada udah ngepul. Hermas yang emang dasarnya bukan orang sabaran, liat Nada melongo doang jadi emosi.

“Lo masukin hukum Pascalnya anjir. Kan udah gue jelasin tadi.” ucap Hermas jengkel. Dengan segera Nada memasukkan rumus Pascal pada soal.

Hermas memperhatikan dengan teliti. Segera setelah Nada selesai mengerjakan salah satu dari soal, Nada langsung menyerahkan lembar jawaban itu pada Hermas.

Hermas mengulik kembali jawaban dari soal Nada, dengan teliti dirinya membenarkan kesalahan dari soal Nada dan memberikan lembar jawabannya pada Nada.

Nada sedikit cemberut ketika dia melihat hasil dari kerjaannya di coret oleh Hermas. Kemudian dia mulai mengerjakan soal selanjutnya. Hermas menaikkan bibirnya tipis, dia sedikit terhibur dengan tingkah Nada.


Segera setelah Nada pergi, Hermas langsung mengemasi barang-barangnya dan menaruhnya kembali ke atas meja. Sungguh Nada hanya menyusahkan dirinya saja.

Tiba-tiba Haikal muncul dari balik pintu, tanpa mengetuknya lebih dahulu. Hermas sudah terbiasa dengan hal itu, jadi dia hanya diam membiarkannya.

“Tumben banget lu ngajarin Nada, udah mulai ada yang berbeda nih?” goda Haikal, karena dirinya lebih tau dari siapapun kalau saudara kembarnya itu sangat sulit untuk menerima orang baru.

“Gausah bacot.” ucap Hermas singkat. Dia sudah lelah dengan tingkah laku Nada tadi, jangan sampai dirinya meledak karena tingkah laku saudara kembarnya itu.

“Gimana? Nada anaknya asik kan??” tanya Haikal mulai memancing lagi.

Hermas menatapnya dengan sinis, “gak, dia cuma bisa nyusahin gue doang.” jawab Hermas langsung setelah Haikal menyelesaikan pertanyaannya.

Haikal agak sedikit terkejut, dirinya tak menyangka kalau saudara kembarnya begitu naif. “Lo jangan munafik gitu deh Her, orang gue liat sendiri Nada keluar kamar lo seneng gitu. Pasti lo merlakukan dia dengan bagus kan? Makanya dia seneng.” kata Haikal menyela, “kalo lo udah merlakukan Nada dengan baik, artinya lo udah nyaman sama dia.” lanjutnya lagi, mencoba menyadarkan Hermas yang tengah denial.

“Gue cuma ngelakuin apa yang perlu gue lakuin Kal.” ucap Hermas mulai kesal, dirinya tidak suka di paksa untuk mengakui hal yang belum siap untuk dia akui. “Bukan berarti gue udah nerima dia di keluarga ini!!” lanjutnya lagi membentak.

“Oh, gue cukup tau aja Her.” ucap Nada setelah membuka pintu, dia ingin mengembalikan tipe ex yang tadi tak sengaja terbawa olehnya. “Gue kira lo udah berubah, dan nerima gue sebagai saudara lo disini Her. Ternyata itu cuma delusi gue doang. Maaf.” sambungnya lagi pahit, dan bergegas meninggalkan kamar Hermas.

Haikal menatap Hermas tajam, dirinya benar-benar marah dengan pola fikir saudara kembarnya itu, “Nad, tunggu dulu!!” teriak Haikal, berusaha mengejar Nada yang sudah lebih dulu pergi. Meninggalkan Hermas yang terpaku dengan tatapan kosong.

Menyesal? Merasa bersalah? Atau justru marah?

Hermas sendiri gatau, gimana wujud ekspresi dia sekarang. Dia hanya bingung menghadapi segala hal yang baru saja terjadi.

Akhirnya Nada berjalan menyusuri jalan setapak samping kantor BK untuk menuju kantin. Sebenernya kantinnya tuh ga jauh-jauh amat kalo dari kelasnya dia, tapi kalo dari BK rasanya kaya jalan dari rumahnya dia ke depan gapura perumahan. Jauh banget buset, Nada sampe harus jalan ngelewatin gedung kelas dua belas.

Jonathan udah balik dari tadi. Begitu urusannya Nada selesai, dia langsung pamitan mau balik. Katanya dia ada janji sama cewenya, mau jemput. Nada jadi mikirin nasib guru BK nya tadi, udah kesemsem sama Jonathan, ternyata Jonathan nya sendiri udah punya pacar.

Nada sejujurnya juga belom tau, pacarnya Jonathan tuh yang mana. Tapi dia juga tau diri lah, gamau ngulik kehidupan kakak tirinya itu. Kalo emang udah waktunya, pasti ntar Jonathan bakalan ceritain ke Nada kok.

Akhirnya setelah perjalanan panjang, Nada sampe di kantin. Asli dah, berasa abis Marathon. Felix sendiri juga heran kenapa Nada sampe keringetan kaya gitu, padahal ke kantin doang.

“Lah, kenapa lu?” tanya Felix kebingungan. “Abis dikejar titan?” sambungnya lagi mengundang gelak tawa dari Nada.

Nada duduk diantara Felix dan Haikal yang memang sudah menyediakan tempat khusus untuknya. Meja kantin disini tuh panjang-panjang, jadi gaperlu khawatir kalo semisalnya ada geng yang mau kumpul-kumpul.

Ya balik lagi, karena disini area buat duduk dan mejanya beneran panjang. Semua circle nya Haikal muat duduk barengan disini. Nada heran, fasilitas sekolahnya beneran bagus. Meja yang biasanya buat Konfrensi bisa di pake buat meja kantin.

“Udah selesai?” tanya Haikal langsung, dia ngerti soalnya kalo Nada abis dari BK. Nada menganggukkan kepala mengiyakannya. “Gimana hasilnya?” tanya Haikal lagi.

“Yaa cukup adil sih, si Misfa skor nya di kurangin. Terus juga bakalan ada teguran langsung buat orang tuanya.” jelas Nada panjang lebar.

Terus koen keno hukuman juga ga?” tanya Binbin ikut menyahuti. Dia penasaran soalnya, kemaren kan dia ga sempet liat Nada waktu berantem. Untungnya ada video rekamannya Kayla, jadi dia bisa nobar bareng anak-anak yang lain.

“Hem, cuma bersihin lab fisika doang tapi.” jawab Nada singkat. Atensinya beralih pada Felix yang masih serius memakan nasi ayam geprek nya. “Kemaren gimana?? Lo kenal dimana Lix?” tanya Nada langsung, dia beneran penasaran soalnya.

“Hah?? Apa? Apa?” ucap Haikal ikut kepo. Nada melirik sinis ke arahnya, “yaelah, bagi tau gue juga dong anjer. Kan sekarang udah saudara.” ucapnya memelas.

“Jadi waktu gue masih di Bandung, gue tuh sempet satu tongkrongan gitu sama dia.” jelas Felix perlahan, “kita bahkan bareng-bareng ikutan event Kakang-Mbakyu se-Bandung. Lo tau kan event itu??” sambungnya lagi, di jawab oleh anggukan antusias dari Nada.

“Lo kesingkir kan berarti? Soalnya yang menang Adelio.” ucap Nada langsung.

“Oalah, bahas mantan ternyata.” decak Haikal, mulai tidak perduli dan segera menghabiskan baksonya.

“Iyaa, karena muka gue katanya ke bule-bulean ga pantes jadi kakang. Wtf??” sesal Felix dan membuat Nada ngakak. Asli temen barunya ini kocak banget.

“Gapapa, disini lo udah lebih melokal kayanya.” tenang Baejin dari seberang, yang ternyata mendengarkan percakapan mereka sedari tadi.

“Ga melokal juga sih, kan dia masih suka ngomong campur-campur kaya anak Jaksel.” cibir Dinan tak mau kalah.

Nada agak merinding liatnya. Cowo yang dia bilang imut semalem, tiba-tiba langsung julid depan dia. Ya walaupun ga ngejulidin Nada sih, tapi tetep aja ga pantes. Mukanya imut, tapi ngomongnya julid tuh ga sinkron.

“Tapi lo bilang dia mantan lo kan?” tanya Felix mengabaikan cibiran Dinan. Nada menjawab dengan anggukan kepala. “Kok?? gue kira dia sama Felicia anjer?” sambungnya lagi.

“Ya kan emang itu selingkuhannya disana. Mereka cinlok, Hahahaha.” jawab Nada santai, Haikal disampingnya tersedak pentol bakso.

“Lah?? Lo ga cerita ke gue yang itu Nad?!” protesnya tidak terima.


Akhirnya bel pulang sekolah berbunyi, Jevin sudah beranjak dari kursinya dan bersiap menenteng tasnya untuk pulang. Jevin jadi bingung, kemaren Nada tuh udah semangat langsung keluar kelas waktu pulang. Tapi kok sekarang anaknya malah naroh kepala di meja sih??

“Nad, ga ngelabrak lagi?” tanyanya ngawur.

Nada langsung mengangkat kepalanya, dia tuh lagi badmood karena bahas soal Adelio sama Felicia tadi sama Felix, ditambah dia abis ini harus bersihin lab fisika dulu. “Lo kalo mau gue pukul, gausah nunda nunda gitu dong.” ucapnya pada Jevin ketus, “langsung kesini, biar bisa gue gebuk sampe retak tulang lu.” lanjutnya seram.

Jevin yang tadinya mau ngelucu, jadi takut sendiri. Nada lagi dalam suasana hati yang gak bagus. “Iya udah, santai aja kali.” ucapnya sebelum ngebirit dan kabur dari sana.

“Nad, gue ada acara. Gabisa nemenin lu bersihin lab Fisika.” gantian ucap Kayla menyesal, dan menghampiri kursi Nada.

Nada menggelengkan kepala tidak setuju, “lo ga ada kewajiban buat nemenin gue Kay, it's okay. Lo boleh pergi.” kata Nada menenangkan hati Kayla. Kayla tersenyum sedih, dan langsung pergi dari kelas setelah selesai berpamitan dengan Nada.

Nada kembali menidurkan kepalanya di atas meja. Dia lagi gundah banget hari ini, seharian di sekolah dia ga ketemu Hermas ataupun Anan. Nada curiga, kalo di sekolah mereka berdua ngecosplay jadi Kepala Sekolah sama Wakilnya. Makanya ga keliatan dimana-mana.

Tadi sebenernya mau nanya sama Haikal, tapi Nada urungin karena dia gamau ketauan lagi mepetin Anan. Emang ribet ni cewe satu.

Tapi yang Nada bisa ngerti, Hermas sama Anan emang lagi ngurus hal penting. Karena yang Nada tau, mereka berdua emang anggota inti organisasi OSIS. Bentar lagi kan mau ada pemilihan ketua OSIS yang baru. Siapa tau mereka berdua daftar jadi calon kandidat.

BRAK!!

“ANJING, BANGSAT, BABI!!” umpat Nada spontan, begitu lamunannya di buyarkan oleh gebrakan dari Haikal.

Ni anak emang kurang ajar, untung aja Nada ga punya riwayat penyakit jantung anjir. Kalo beneran ada sakit jantung, pasti tadi dia udah langsung pulang ke yang Maha Kuasa.

“Wes, cewe mulutnya kok kaya kebun binatang.” ejek Haikal menggoda Nada. Beneran ga keliatan ngerasa bersalah, padahal muka Nada udah pucet banget kaya mayat.

“ELO TOLOL GOBLOK!!” amuk Nada dan bergegas berlari mengejar Haikal yang sudah kabur lebih dulu.

Nada menuruni tangga dengan perlahan. Kalo bisa lama, dia lama lamain anjir. Turun satu tangga melongo dulu lima menit. Satu tangga melongo lagi lima menit. Gitu aja terus, sampe akhirnya nyampe lantai satu udah pagi aja.

Dia beneran gasiap, mau di apain. Mau di geprek, gado-gado, atau di blender. Udahlah pokoknya dia pasrah aja. Toh dia tadi udah makan nasi sama soto banyak banget. Jadi mental dia sekarang udah ga mleyot lagi.

Di ruang keluarga udah kumpul semua sodara-sodaranya. Dia jadi bingung, mau duduk dimana. Duduk di tengah-tengah ntar di kira lagi ngelakuin ritual sesat. Tapi kalo duduk di samping salah satu dari mereka, dia takut kena pressure.

Akhirnya Nada mutusin buat gabung duduk diantara Jerome dan Jeffery. Dah, dua orang ini doang yang bisa dia andelin. Dia takut soalnya duduk di deket yang lainnya.

“Lo kaya napi lepas dari sel.” ucap Delvin membuka pembicaraan. Dirinya melihat miris wajah Nada yang tak terlalu parah sebenernya, tapi cukup untuk di katakan bonyok.

“Ceritain kejadian lengkapnya gimana.” sahut Jonathan juga, berusaha mengontrol suasana.

Nada cuma menunduk doang, dia ga berani ngomong apa-apa. Soalnya setelah dia pikir-pikir lagi, alasan dia ngelabrak Misfa tuh terlalu childish.

Haikal menoleh ke arah Nada yang diem doang. Akhirnya dia ngambil jalan tengah buat ngasih tau saudaranya yang lain, apa yang sebenernya terjadi. “Jadi gini, awal mulanya tuh Nada sempet di gosipin di base sekolah kaya gini.” ucap Haikal langsung, dan menujukkan postingan base ke depan para saudaranya.

Mereka membaca cuitan di base itu dengan teliti. Nada ikutan ngintipin, liat reaksi mereka kaya gimana. Pengennya sih kaya di wp wp gitu kan, adeknya di gibahin abang abangnya marah. Tapi ini beda, justru mereka semua tampak biasa biasa aja. Kaya udah khatam soal hal ginian.

Gimana ga khatam, dulu waktu Jerome masih sekolah kan dia langganan masuk BK. Jadi banyak dikitnya, mereka udah biasa nanganin hal kaya gini.

“Oke, terus gimana. Lanjutin.” kata Candra memerintah.

Haikal mengangguk, “abis itu udah kan, selesai permasalahan sampe gue nyari tau sendernya siapa.” ucap Haikal lagi, “gue samperin dm sendernya, buat minta maaf secara langsung ke Nada. Ternyata dia ga minta maaf sampe jam pulang sekolah. Dan ternyata Nada udah ke kelasnya si Misfa Misfa ini, buat ngelabrak.” sambungnya lagi, membuat Nada malu setengah mati.

Kenapa dia malu? Pertama, dia beneran mudah banget kebakar api. Kedua, dia kaya preman asli. Maen ngelabrak aja, walaupun statusnya yang dia labrak tuh kakak kelas.

“Harusnya kalo di panggil BK gapapa sih, Nada punya chance untuk menang lebih banyak.” ucap Arwena menjelaskan. “Soalnya kita punya bukti yang mendukung, mulai dari kiriman di base, chat Haikal, sampe video Nada yang berantem.” jelas Arwena lagi. Nada sampe ngeliatin Arwena berkaca kaca, asli disini Kak Wena di matanya Nada tuh keren banget. Dia jadi mau lari ke arah Arwena terus meluk dia.

“Ya kalo BK nya ga setuju, tinggal kita viralin aja videonya Nada yang berantem.” ucap Jeffrey menyahuti. Nada mirik Jeffery sinis, ni anak ga membantu sama sekali.

Cara mereka nyelesain masalah Nada tuh sebenernya serupa, tapi tak sama. Ibarat nih kalo semisalnya Nada mau kena lemparan bola tuh, Arwena bakalan dateng dan nyelametin Nada dengan cara nangkep bolanya. Sedangkan Jeffery bakalan jegal kakinya Nada, supaya Nada jatoh dan ga kena sama lemparan bola.

Anyway, Nad.” kata Tiyo memotong suasana. “Siapa yang menang??” tanyanya penasaran. Di sambung anggukkan setuju dari Jonathan. Ingin tahu juga.

“Stress.” ucap Delvin pusing.


Akhirnya Delvin sama Yudha udah nangkring di kamar Nada. Bukannya apa-apa, si Delvin udah siap bawa refanol buat ngobatin luka-lukanya Nada.

Kebalik ye, biasanya di pilem-pilem tuh anak cewe yang ngobatin cowonya abis berantem. Disini malah abang nya yang ngobatin adek cewenya abis berantem.

“ADUH, SAKIT KAK PELAN PELAN ANJER!!” teriak Nada mengaduh, ya bayangin aja bekas cakaran nenek lampir malah di teken sama Delvin.

Delvin melirik Nada sekilas. “Tadi waktu berantem, lo ga mikirin sakitnya. Kenapa udah selesai berantem malah ngeluh?” tanyanya langsung, buat Nada kicep.

'Ya gasalah sih. Tapi santai aja bisa kali.'

Yudha di sampingnya terus memutar ulang video pertarungannya dengan Misfa cs. Seru banget, udah berasa nonton tanding WBC aja.

Sedikit ilmu, buat yang gatau. WBC tuh salah satu dari organisasi tinju internasional. Nah ada organisasi lain selain WBC, contohnya aja WBA, IBF.

“Lo pernah ikut bela diri ya Nad?” tanya Yudha singkat. Jujur aja, dia penasaran kok bisa Nada menang satu lawan tiga.

Nada menganggukkan kepala, mengiyakan. “Dulu waktu SMP ikut karate.” jawabnya. Yudha mengerti, karena memang Nada terlihat cukup terlatih di dalam video.

“Anak bela diri, kok pake ilmunya buat berantem.” cibir Delvin tak habis-habis. Dan masih terus mengobati lengan Nada.

'YAUDAH SIH IYA GUE SALAH, NYALAHIN GUE MULU BUSET.'

Nada menuruni tangga dengan perlahan. Kalo bisa lama, dia lama lamain anjir. Turun satu tangga melongo dulu lima menit. Satu tangga melongo lagi lima menit. Gitu aja terus, sampe akhirnya nyampe lantai satu udah pagi aja.

Dia beneran gasiap, mau di apain. Mau di geprek, gado-gado, atau di blender. Udahlah pokoknya dia pasrah aja. Toh dia tadi udah makan nasi sama soto banyak banget. Jadi mental dia sekarang udah ga mleyot lagi.

Di ruang keluarga udah kumpul semua sodara-sodaranya. Dia jadi bingung, mau duduk dimana. Duduk di tengah-tengah ntar di kira lagi ngelakuin ritual sesat. Tapi kalo duduk di samping salah satu dari mereka, dia takut kena pressure.

Akhirnya Nada mutusin buat gabung duduk diantara Jerome dan Jeffery. Dah, dua orang ini doang yang bisa dia andelin. Dia takut soalnya duduk di deket yang lainnya.

“Lo kaya napi lepas dari sel.” ucap Delvin membuka pembicaraan. Dirinya melihat miris wajah Nada yang tak terlalu parah sebenernya, tapi cukup untuk di katakan bonyok.

“Ceritain kejadian lengkapnya gimana.” sahut Jonathan juga, berusaha mengontrol suasana.

Nada cuma menunduk doang, dia ga berani ngomong apa-apa. Soalnya setelah dia pikir-pikir lagi, alasan dia ngelabrak Misfa tuh terlalu childish.

Haikal menoleh ke arah Nada yang diem doang. Akhirnya dia ngambil jalan tengah buat ngasih tau saudaranya yang lain, apa yang sebenernya terjadi. “Jadi gini, awal mulanya tuh Nada sempet di gosipin di base sekolah kaya gini.” ucap Haikal langsung, dan menujukkan postingan base ke depan para saudaranya.

Mereka membaca cuitan di base itu dengan teliti. Nada ikutan ngintipin, liat reaksi mereka kaya gimana. Pengennya sih kaya di wp wp gitu kan, adeknya di gibahin abang abangnya marah. Tapi ini beda, justru mereka semua tampak biasa biasa aja. Kaya udah khatam soal hal ginian.

Gimana ga khatam, dulu waktu Jerome masih sekolah kan dia langganan masuk BK. Jadi banyak dikitnya, mereka udah biasa nanganin hal kaya gini.

“Oke, terus gimana. Lanjutin.” kata Candra memerintah.

Haikal mengangguk, “abis itu udah kan, selesai permasalahan sampe gue nyari tau sendernya siapa.” ucap Haikal lagi, “gue semper dm sendernya, buat minta maaf secara langsung ke Nada. Ternyata dia ga minta maaf sampe jam pulang sekolah. Dan ternyata Nada udah ke kelasnya si Misfa Misfa ini, buat ngelabrak.” sambungnya lagi, membuat Nada malu setengah mati.

Kenapa dia malu? Pertama, dia beneran mudah banget kebakar api. Kedua, dia kaya preman asli. Maen ngelabrak aja, walaupun statusnya yang dia labrak tuh kakak kelas.

“Harusnya kalo di panggil BK gapapa sih, Nada punya chance untuk menang lebih banyak.” ucap Arwena menjelaskan. “Soalnya kita punya bukti yang mendukung, mulai dari kiriman di base, chat Haikal, sampe video Nada yang berantem.” jelas Arwena lagi. Nada sampe ngeliatin Arwena berkaca kaca, asli disini Kak Wena di matanya Nada tuh keren banget. Dia jadi mau lari ke arah Arwena terus meluk dia.

“Ya kalo BK nya ga setuju, tinggal kita viralin aja videonya Nada yang berantem.” ucap Jeffrey menyahuti. Nada mirik Jeffery sinis, ni anak ga membantu sama sekali.

Cara mereka nyelesain masalah Nada tuh sebenernya serupa, tapi tak sama. Ibarat nih kalo semisalnya Nada mau kena lemparan bola tuh, Arwena bakalan dateng dan nyelametin Nada dengan cara nangkep bolanya. Sedangkan Jeffery bakalan jegal kakinya Nada, supaya Nada jatoh dan ga kena sama lemparan bola.

Anyway, Nad.” kata Tiyo memotong suasana. “Siapa yang menang??” tanyanya penasaran. Di sambung anggukkan setuju dari Jonathan. Ingin tahu juga.

“Stress.” ucap Delvin pusing.


Akhirnya Delvin sama Yudha udah nangkring di kamar Nada. Bukannya apa-apa, si Delvin udah siap bawa refanol buat ngobatin luka-lukanya Nada.

Kebalik ye, biasanya di pilem-pilem tuh anak cewe yang ngobatin cowonya abis berantem. Disini malah abang nya yang ngobatin adek cewenya abis berantem.

“ADUH, SAKIT KAK PELAN PELAN ANJER!!” teriak Nada mengaduh, ya bayangin aja bekas cakaran nenek lampir malah di teken sama Delvin.

Delvin melirik Nada sekilas. “Tadi waktu berantem, lo ga mikirin sakitnya. Kenapa udah selesai berantem malah ngeluh?” tanyanya langsung, buat Nada kicep.

'Ya gasalah sih. Tapi santai aja bisa kali.'

Yudha di sampingnya terus memutar ulang video pertarungannya dengan Misfa cs. Seru banget, udah berasa nonton tanding WBC aja.

Sedikit ilmu, buat yang gatau. WBC tuh salah satu dari organisasi tinju internasional. Nah ada organisasi lain selain WBC, contohnya aja WBA, IBF.

“Lo pernah ikut bela diri ya Nad?” tanya Yudha singkat. Jujur aja, dia penasaran kok bisa Nada menang satu lawan tiga.

Nada menganggukkan kepala, mengiyakan. “Dulu waktu SMP ikut karate.” jawabnya. Yudha mengerti, karena memang Nada terlihat cukup terlatih di dalam video.

“Anak bela diri, kok pake ilmunya buat berantem.” cibir Delvin tak habis-habis. Dan masih terus mengobati lengan Nada.

'YAUDAH SIH IYA GUE SALAH, NYALAHIN GUE MULU BUSET.'

Nada menuruni tangga dengan perlahan. Kalo bisa lama, dia lama lamain anjir. Turun satu tangga melongo dulu lima menit. Satu tangga melongo lagi lima menit. Gitu aja terus, sampe akhirnya nyampe lantai satu udah pagi aja.

Dia beneran gasiap, mau di apain. Mau di geprek, gado-gado, atau di blender. Udahlah pokoknya dia pasrah aja. Toh dia tadi udah makan nasi sama soto banyak banget. Jadi mental dia sekarang udah ga mleyot lagi.

Di ruang keluarga udah kumpul semua sodara-sodaranya. Dia jadi bingung, mau duduk dimana. Duduk di tengah-tengah ntar di kira lagi ngelakuin ritual sesat. Tapi kalo duduk di samping salah satu dari mereka, dia takut kena pressure.

Akhirnya Nada mutusin buat gabung duduk diantara Jerome dan Jeffery. Dah, dua orang ini doang yang bisa dia andelin. Dia takut soalnya duduk di deket yang lainnya.

“Lo kaya napi lepas dari sel.” ucap Delvin membuka pembicaraan. Dirinya melihat miris wajah Nada yang tak terlalu parah sebenernya, tapi cukup untuk di katakan bonyok.

“Ceritain kejadian lengkapnya gimana.” sahut Jonathan juga, berusaha mengontrol suasana.

Nada cuma menunduk doang, dia ga berani ngomong apa-apa. Soalnya setelah dia pikir-pikir lagi, alasan dia ngelabrak Misfa tuh terlalu childish.

Haikal menoleh ke arah Nada yang diem doang. Akhirnya dia ngambil jalan tengah buat ngasih tau saudaranya yang lain, apa yang sebenernya terjadi. “Jadi gini, awal mulanya tuh Nada sempet di gosipin di base sekolah kaya gini.” ucap Haikal langsung, dan menujukkan postingan base ke depan para saudaranya.

Mereka membaca cuitan di base itu dengan teliti. Nada ikutan ngintipin, liat reaksi mereka kaya gimana. Pengennya sih kaya di wp wp gitu kan, adeknya di gibahin abang abangnya marah. Tapi ini beda, justru mereka semua tampak biasa biasa aja. Kaya udah khatam soal hal ginian.

Gimana ga khatam, dulu waktu Jerome masih sekolah kan dia langganan masuk BK. Jadi banyak dikitnya, mereka udah biasa nanganin hal kaya gini.

“Oke, terus gimana. Lanjutin.” kata Candra memerintah.

Haikal mengangguk, “abis itu udah kan, selesai permasalahan sampe gue nyari tau sendernya siapa.” ucap Haikal lagi, “gue semper dm sendernya, buat minta maaf secara langsung ke Nada. Ternyata dia ga minta maaf sampe jam pulang sekolah. Dan ternyata Nada udah ke kelasnya si Misfa Misfa ini, buat ngelabrak.” sambungnya lagi, membuat Nada malu setengah mati.

Kenapa dia malu? Pertama, dia beneran mudah banget kebakar api. Kedua, dia kaya preman asli. Maen ngelabrak aja, walaupun statusnya yang dia labrak tuh kakak kelas.

“Harusnya kalo di panggil BK gapapa sih, Nada punya chance untuk menang lebih banyak.” ucap Arwena menjelaskan. “Soalnya kita punya bukti yang mendukung, mulai dari kiriman di base, chat Haikal, sampe video Nada yang berantem.” jelas Arwena lagi. Nada sampe ngeliatin Arwena berkaca kaca, asli disini Kak Wena di matanya Nada tuh keren banget. Dia jadi mau lari ke arah Arwena terus meluk dia.

“Ya kalo BK nya ga setuju, tinggal kita viralin aja videonya Nada yang berantem.” ucap Jeffrey menyahuti. Nada mirik Jeffery sinis, ni anak ga membantu sama sekali.

Cara mereka nyelesain masalah Nada tuh sebenernya serupa, tapi tak sama. Ibarat nih kalo semisalnya Nada mau kena lemparan bola tuh, Arwena bakalan dateng dan nyelametin Nada dengan cara nangkep bolanya. Sedangkan Jeffery bakalan jegal kakinya Nada, supaya Nada jatoh dan ga kena sama lemparan bola.

Anyway, Nad.” kata Tiyo memotong suasana. “Siapa yang menang??” tanyanya penasaran. Di sambung anggukkan setuju dari Jonathan. Ingin tahu juga.

“Stress.” ucap Delvin pusing.


Akhirnya Delvin sama Yudha udah nangkring di kamar Nada. Bukannya apa-apa, si Delvin udah siap bawa refanol buat ngobatin luka-lukanya Nada.

Kebalik ye, biasanya di pilem-pilem tuh anak cewe yang ngobatin cowonya abis berantem. Disini malah abang nya yang ngobatin adek cewenya abis berantem.

“ADUH, SAKIT KAK PELAN PELAN ANJER!!” teriak Nada mengaduh, ya bayangin aja bekas cakaran nenek lampir malah di teken sama Delvin.

Delvin melirik Nada sekilas. “Tadi waktu berantem, lo ga mikirin sakitnya. Kenapa udah selesai berantem malah ngeluh?” tanyanya langsung, buat Nada kicep.

'Ya gasalah sih. Tapi santai aja bisa kali.'

Yudha di sampingnya terus memutar ulang video pertarungannya dengan Misfa cs. Seru banget, udah berasa nonton tanding WBC aja.

Sedikit ilmu, buat yang gatau. WBC tuh salah satu dari organisasi tinju internasional. Nah ada organisasi lain selain WBC, contohnya aja WBA, IBF.

“Lo pernah ikut bela diri ya Nad?” tanya Yudha singkat. Jujur aja, dia penasaran kok bisa Nada menang satu lawan tiga.

Nada menganggukkan kepala, mengiyakan. “Dulu waktu SMP ikut karate.” jawabnya. Yudha mengerti, karena memang Nada terlihat cukup terlatih di dalam video.

“Anak bela diri, kok pake ilmunya buat berantem.” cibir Delvin tak habis-habis. Dan masih terus mengobati lengan Nada.

'YAUDAH SIH IYA GUE SALAH, NYALAHIN GUE MULU BUSET.'

Jevin menatap Nada dengan bingung. Anak satu ini bersemangat sekali untuk pulang. Padahal itu juga hal yang normal sih, I mean siapa sih murid yang ga semangat kalo udah pulang sekolah?

Tapi maksudnya tuh beda, si Nada keliatan lebih kaya siap-siap mau gerilya daripada seneng pulang kerumah. Serius banget loh mukanya, sampe si Jevin ga berani negur.

Pas Guru udah pergi dari kelas, Nada langsung ngehampirin Kayla dan ngajak keluar. Jevin mah ga ikut-ikutan, paling mau hangout bareng sesama cewe. Akhirnya dia langsung buka baju seragamnya di kelas.

Et-et-et. Mikir apa lu pada? Si Jevin buka seragamnya di kelas, karena dia udah pake dobelan baju di dalemnya. Dia mau latihan Paskibra soalnya. Makanya dia langsung ganti di kelas aja, biar ga makan waktu.

Baru aja ngelepas sabuk, buat nurunin celana seragamnya. Si Haikal nyelonong masuk kelasnya tanpa permisi.

“Anjing, kaget bangsat.” umpatnya kaget. “Kalo masuk tuh ketok pintu dulu kek, salam kek.” ceriwisnya. Haikal tidak menghiraukan ocehan Jevin.

“Lah, Nada kemana Jev?” tanya Haikal bingung, pasalnya si Nada tadi kan udah janjian mau balik bareng dia. Masa di tinggal lagi sih buat balik sama Hermas??

Jevin ikut bingung, “lah tadi udah keluar gandengan sama Kayla. Gue pikir mereka berdua mau hangout.” jawabnya polos.

Haikal menepuk jidatnya pusing, tiba-tiba dia teringat chat terakhir Nada, yang menanyakan identitas sender menfess di base tadi.

Nada kan setengah gila yak, kalo pemikiran Haikal bener, bisa jadi si Nada lagi ke kelasnya Misfa buat ngelabrak tuh kakak kelas. “YAUDAH ANJIR, MAKASIH YA JEV. GUE DULUAN!!” teriak Haikal, terus berlari meninggalkan Jevin yang melongo bingung.

“Ga sodara yang cowo, ga sodara yang cewe. Sama-sama gajelas.”


Akhirnya Nada dan Kayla sampe di lantai dua, tempat kelas 12 IPS berada. Asli, Nada udah capek banget naik tingkat. Mana ga ada lift nya lagi. Tingkatnya muter-muter, kaya ruangannya Ravenclaw. Ga nyampe-nyampe rasanya.

Inimah, Nada belom ngelabrak tenaganya udah abis duluan anjir buat naik tangga tadi. Kayla cuma nengokin Nada bingung, dia tadi di seret Nada buat nunjukin kelas 12 IPS tuh dimana? Sisanya, dia ga ikutan.

Nada clingak clinguk nyariin yang namanya Misfa yang mana. Gregetan, akhirnya Nada langsung masuk kedalam kelasnya 12 IPS 3 buat langsung nanya yang namanya Misfa mana.

“Permisi kak.” ucap Nada masih sopan, ketika melihat rombongan kakak kelasnya duduk di atas meja, dengan bedak tabur serta lipstik yang di aplikasikan di bibir mereka.

'Kelas tuh buat belajar para murid, bukan tempat mekapan anjir.'

“Yang namanya Kak Misfa mana ya?” tanya Nada lagi. Mereka langsung bertatap mata satu sama lain. Dari gerombolan itu, ada salah satu wanita yang berdiri dan berjalan menghampiri Nada.

“Gue? Kenapa, ada masalah?” tanya wanita itu, dan ternyata dialah si Misfa.

'Anjing, nyolot banget. Pengen gue cakar mukanya cok!!'

“Iya kak, masalah banget.” kata Nada mencoba sarkas. “Makasih ya, menfess yang di base. Gue emang centil terus caper. Jadi disini gue mau ngasih tau langsung ke kak Misfa, biar ga ngurusin perilaku gue kedepannya kaya gimana.” ucap Nada tak kalah nyolot.

Nafas Misfa memburu, dia tidak tahu kalau kiriman menfess nya di base bisa di ketahui oleh Nada. Ya iyalah, orang Nada temenan sama orang dalem. Orang yang selalu mengerti apa saja pergibahan yang tengah howt.

“Lo masih anak baru, gausah sok disini.” kata Misfa masih merasa tak bersalah.

Kayla hanya menatap dari kejauhan, tak ingin melerai atau ikut campur. Ini urusan Nada, dia tidak berhak ikut campur kecuali Nada sendiri yang meminta bantuannya.

“Yaudah sih ya, gue juga sama-sama bayar sekolah disini. Tapi kenapa lo ngurusin idup gue banget?” jawab Nada mulai panas. “Sampe gue turun dari mobilnya sodara gue sendiri lo urusin. Ga sekalian nih kak, bayarin SPP gue? Biar ga nanggung.” sambungnya membuat Misfa kehilangan kesabaran.

“ANJING YA LO, BOCAH BAU KENCUR AJA GINIIN GUE!!” teriak Misfa murka, sembari menarik rambut Nada yang tergerai bebas. Nada tak mau kalah, dirinya juga menjambak rambut Misfa keras, tidak lupa tangannya memiting lengan Misfa dengan kuat.

Misfa memberikan gesture pada teman-temannya untuk membantunya melawan Nada. Akhirnya kedua teman Misfa turun tangan, Kayla yang melihatnya langsung ikut untuk membantu Nada. Tapi dirinya terhalang oleh teman Misfa yang memegang sisi kanan dan kirinya.

Wow gaes, tiga lawan satu. Tapi keliatan dari sisi Misfa kewalahan. Ni Nada kayanya emang titisan Medusa deh. Muka dia boleh bonyok, tapi lawannya harus dua kali lipat lebih bonyok.

Sampai Nada merasakan ada pelukan dari belakang yang mengangkatnya dan menjauhkannya dari Misfa. Itu adalah Anan, cowo yang seharian ini di sekolahan ga dia liat tiba-tiba misahin dia sama si nenek lampir.

Ga lupa, di belakang Anan ada circle nya Hermas sama Haikal yang ngeliatin dia cengo. Hermas cuma natap Nada tajam, dia beneran gasuka Nada gelud kaya gini. Kaya anak jalanan.

Hengky berjalan mendekati Nada yang sudah tenang di samping Anan. Dengan perlahan tangannya menyeka darah yang keluar dari hidung Nada. Nada mimisan ternyata, dia ga sadar kalo Misfa tadi sempet nyeruduk idung Nada pake kepalanya.

Hardin sama Ren mau ketawa, tapi kondisinya ga tepat. Ini mah yang bener bukan Nada yang ngelawan tiga orang, karena kenyataannya justru golongan Misfa yang kaya abis di pukulin preman.

“Otak di pake, lo kelas dua belas bukannya memberi contoh yang baik malah nyerbu sodara gue bertiga??” ucap Hermas memecah keheningan setelah pertengkaran itu.

“Dih, orang ni bocah duluan yang nyerang gue anjing.” kata Misfa melakukan pembelaan.

'ANJING YA LO, BOCAH BAU KENCUR AJA GINIIN GUE!!'

'BIL, SYIF, BANTUIN GEBUKIN NIH BOCAH SONGONG!!'

Kayla pinter banget ya, dia ternyata sempet naroh hapenya di atas meja dengan spesifik buat ngevideo hal yang barusan terjadi.

Mobil Hermas tiba di sekolah, dari gerbang aja udah banyak anak-anak yang ngasih jalan buat mobil Hermas lewat. Ya iyalah, emang mau di tabrak??

Nada udah deg deg ser parrahh!! Over all, dilihat dari segi bangunan sekolahnya yang emang keliatan kaya bangunan tua, tapi sekolah Nada yang baru ini beneran bagus banget.

Bagian depan emang rata gitu. Sejejer bangunan semua, tapi begitu masuk kedalem ada lapangan yang luas banget buat kegiatan upacara. Terus di samping kanan bangunan kelas ada lapangan basket, dan samping kirinya lapangan yang lebih kecil buat olahrga ringan kaya tenis meja dll. Lumayan sih menurut Nada, buat ukuran sekolah Negri.

Nah sekarang nih, Nada bingung mau turunnya gimana. Soalnya diluar anak-anak yang lain pada ngeliatin mobilnya Hermas. Nada nangis banget, berasa kaya artis lagi kena skandal gini. The real Hermas effect.

“Turun, atau gue kunciin.” ucap Hermas mengetuk jendela Nada.

Nada kaget setengah mati, beneran kaget. Soalnya dia kan lagi ngelamun, gimana kalo dia keluar dari mobil ga sengaja kesrimpet terus nyusruk ke tanah. Pasti bakalan malu-maluin banget.

Akhirnya dengan setengah hati, Nada keluar dari mobil. Nada udah ngatur penampilan nya, biar keliatan cakep di mata semua orang. Biasalah, bocah caper. Sedangkan Hermas udah pergi duluan, ninggalin Nada.

'Hermas anjing, tau gini gue tadi ikut Haikal aja.'

Akhirnya dengan sedikit gondok, Nada berjalan dengan perlahan memasuki area sekolah. Dia tuh udah nahan makian dari tadi, dia bingung banget mau ke kantor guru tapi dia gatau tempatnya dimana.

Soalnya kemaren waktu kesini hampirin Haikal, dia ga kemana mana selain ke lapangan. Dia jadi nyesel, harusnya dia jalan-jalan aja. Bukan malah mantengin anak-anak pramuka bikin pioneering.

“Lah, Nada kan??” tanya seseorang dari belakang Nada, dan menepuk pundaknya pelan.

Nada berbalik, dan senyumnya merekah. “Kaylaa??” tanyanya emosional, dia beneran beruntung banget bisa ketemu Kayla di saat saat genting kaya gini.

“Eh, kok sendirian? Haikal mana? Hermas mana?” tanyanya lagi, bingung.

“Sodara gue tuh semua ga ada akhlak. Gue di tinggal Hermas masuk duluan, terus Haikal belom dateng.” ucap Nada tiba-tiba, curcol. Dia seneng banget soalnya sama Kayla, Kayla cantik banget. Dia jadi betah lama-lama ngomong sama ni cewe.

“Hahahaha, yaudah. Sekarang mau kemana? Udah tau kelas lo belom?” kata Kayla menyadarkan Nada.

“Oiya, gue belom dapet kelas.” rengek Nada. “Anterin ke kantor guru dong, gue mau nanya dapet kelas mana.” ucapnya lagi memohon.

Kayla mengangguk mengerti, dan menggandeng tangan Nada untuk pergi ke kantor guru.


Akhirnya Nada masuk ke kelas 11 IPA 1. Kelas akselerasi, dan berkumpulnya anak-anak ambis. Dia agak sedikit tertekan sih, soalnya dia bukan anak yang ambis ambis banget soal pendidikan. Walaupun cita cita dia adalah seorang dokter.

Mau seneng, soalnya disini dia bisa bebas pecicilan. Ga perlu jaga perilaku depan cowo yang lagi dia pepet. Alias Anan. Tapi disini dia juga agak tertekan, soalnya kelas ini juga banyak cogannya. Aduh bisa abis nih bahan godaan dia.

Oiya, Nada juga seneng banget soalnya Kayla sekelas sama dia. At least, dia bisa nempelin si Kayla juga kalo di kelas. Lagian dia anak baru kan, dapet sahabat awal masuk kelas bakalan mempermudah hari pertamanya.

Walaupun Nada cantik ya, dia ga ngapa ngapain pasti banyak yang deketin dan mau jadi temen dia. Tapi dia pengennya punya temen yang tulus. Dan Nada bisa liat itu dari diri Kayla. Lagian Kayla kan juga doinya Haikal? Siapa tau dia bisa bantuin Haikal buat mepet Kayla.

“Baik, pagi ini kita kedatangan siswa baru.” ucap Pak Guru yang tadi membimbingnya menuju 11 IPA 1. “Ayo nak, masuk.” katanya lagi mempersilahkan.

Sebenernya, ga ada yang Nada kenal disini kecuali Kayla sama salah satu temennya Haikal yang sempet dia tau di Pramuka kemaren. Siapa ya namanya, dia lupa juga. Tapi mukanya kenal.

“Hallo, gue Nada. Gue pindahan dari Bandung. Mohon bantuannya semua.” ucap Nada singkat.

Seluruh penjuru kelas ngeliatin Nada dengan pandangan menilai. Yang cowo pada seneng, yang cewe ada yang seneng ada juga yang sinis. Ini gatau bener atau enggak, tapi ini berdasarkan kacamata Nada doang.

“Yaudah Nada, kamu duduk dekat Jevin aja.” ucap Pak Guru mempersilahkan. Nada agak sedikit cengo, ini yang namanya Jevin mana. Sampe akhirnya ada cowo di pojok ruangan angkat tangan, seolah memberi tahu Nada kalo dia yang namanya Jevin. Nada bergegas berjalan kesana.

'Buset, yang ini juga ganteng banget anjrit!!'

Nada sampe melongo liat idung Jevin yang mancung banget. Insecure dikit, soalnya idung Nada ga semancung itu. Tapi kemudian dia sadar, kalo idung dia semancung itu bakalan jadi kaya Gru Despicable Me. Soalnya muka dia kecil, dan rahang dia mleyot. Ga kaya Jevin, yang rahangnya tajem. Pengen Nada pegang, tapi takut tangannya luka. Anjayy.

(Ini Gru, kalo kalean gatau.)

“Saudara tirinya Haikal??” tanya Jevin mencoba mengakrabkan diri. Mau gimanapun juga, Nada bakalan jadi temen sebangku dia kan buat dua semester kedepan.

Nada tersenyum centil. “Iya, udah tau dari Haikal?” tanya Nada juga berbasa-basi. “Emang di sekolah ini semua cowonya ganteng-ganteng kaya lo ya?” tanya Nada langsung, bisa dia liat telinga Jevin sedikit memerah.

“Bener kata Haikal, lo anaknya lumayan seru ya.” ucap Jevin tidak menanggapi ucapan Nada tadi, dia salting coy.

Si Nada udah gemes sendiri, mana si Jevin kalo senyum matanya ilang lagi. Makin pengen dia godain mulu. “Ih, Tuhan ga adil banget.” ucap Nada tiba-tiba.

Jevin yang tadi senyum-senyum ga jelas langsung noleh ke arah Nada. Dia pikir, Nada lagi mau curhat. “Ga adil kenapa Nad?” tanya Jevin penasaran.

“Ya elo sih. Udah cakep, lucu lagi. Ngerepotin perasaan orang aja.” sambungnya dan menatap Jevin jahil.

“Anjing udah woyy!!”

Akhirnya setelah berpakaian cukup rapi, Nada buru-buru keluar kamar untuk turun ke bawah dan menghampiri Yudha.

“Eh mau kemana Nad??” tanya Jeffery pada Nada yang memang dandanan nya bukan untuk di pakai di rumah.

“Ke Market, gatau deh. Ngikut Bang Yudha aja hehehe.” ucap Nada senang.

“Ikut dong.” rengek Jeffery. Nada sih sebenernya udah biasa aja sama si Jeffery, dia juga udah ga ngambek lagi. Imess nya juga udah di unblock. Tapi kalo semisalnya Jeffery gangguin acara dia sama Bang Yudha nge date. Pasti dia bakalan ngambek lagi.

Nada menggelengkan kepala tidak setuju. “Gausah ihh, gue bentar doang.” kata Nada ketus. Beneran pengen jalan berduan sama Bang Yudha doang. Padahal cuma kepasar anjir, emang ribet ni anak.

Jeffery cemberut, pipinya menggembung menggemaskan. “Kenapa sihh??? Gue kan pengen pergi sama lo jugaaa.” ucapnya masih mencoba menggoda Nada.

'Aduh jantung guee, jangan mulai anjirr!!'

“Gausah kaya gitu, gue tampar muka lo.” ucap Yudha menyahuti. Dia menyampirkan tas slempang di pundaknya. “Ayo Nad, biarin dah ni bocah.” ucap Yudha lagi sembari memegang pundak Nada pelan untuk berlalu dari sana.


Kadang Nada tuh bingung, kaya kemaren waktu pas Nada ilang. Bang Yudha kan pake motor nih, motor cowo kan. BMW HP4, sekarang dia malah bawa mobil gede anjir. Bayangin, ke pasar Kleak bawa Jeep Renegade. Pasti mereka di kira penculik. Mana tinggi banget buset, si Nada sampe harus lompat turunnya. Untung anaknya pake celana, kalo pake rok pasti lebih ribet. Belom lagi ntar nyungsrep ke tanah. Pasti seru.

Nada mengeluh sakit pada bagian kakinya, pasti ntar malem dia anyang anyangen gara-gara lompat turun dari mobilnya Yudha. “Bang tungguin!!” teriak Nada pada Yudha, yang sudah masuk kedalam pasar lebih dulu.

Nada dari tadi cuma berjalan mengekor di belakang Yudha. Ga ngerti, mau beli apa aja. Kan catatannya yang bawa Yudha hehe.

Akhirnya mereka berdua berhenti di salah satu kios sayuran gitu. Nada ga buta-buta amat lah soal ginian, dia masih bisa bedain yang namanya jahe mana yang namanya kunir mana. Kunir tuh yang di bunuh di pesawat itu kan? Itu Munir goblok!!

Duh maaf, ayo kita doakan Bapak Munir supaya beliau bisa di Terima di sisi-Nya. Dan di tempatkan di tempat yang tinggi di sisiNya juga. Amin.

Balik lagi, akhirnya setelah belanja berbagai macam kebutuhan dapur. Mulai dari yang paling pokok yaitu beras, sampe yang ga penting-penting banget, kasa buat nyuci piring. Mereka berdua mutusin buat langsung balik aja.

Nada bawa satu kantong kresek yang isinya ga banyak-banyak amat, sedangkan Yudha bawa kantong kresek gede isinya mostly yang dari tadi mereka beli. Nada sebenernya kasian, mau bantuin bawa. Cuma sama Yudha di pelototin, ya Nada mana bisa nolak sih.

Tapi sebelum mereka keluar dari pasar, Nada di ajak Yudha buat ke spot yang emang jualan celana training dan celana buat futsal gitu. Yudha seneng banget futsal soalnya, seminggu kayanya hampir lima kali dia keluar rumah buat futsal doang.

Nada menarik baju Yudha pelan, “Bang beneran mau beli training disini? Gampang robek tau kalo beli di pasar.” ucap Nada pelan, ga enak.

Tapi yang di bilang Nada ada benernya, namanya harga itu ya menentukan kualitas. Daripada Yudha beli training di pasar, training yang buat main futsal. Yang kalian tau sendiri, orang main futsal tuh brutalnya kaya gimana. Mending Yudha beli aja langsung di toko baju yang emang jual training.

Nada takut aja nih, udah beli training di pasar terus ntar sama Yudha di pake buat futsal. Buat lari bentar aja udah sobek. Ngeri anjir bayanginnya.

Akhirnya Yudha nurut, dan mulai menenteng barang belanjaannya kembali untuk pergi dari sana.

“ADA CICAK MAKAN BUBUR, ABIS NGACAK NGACAK KOK KABUR!!” seru salah seorang pedagang.


Akhirnya Nada dan Yudha pulang ke rumah, setelah Nada berusaha keras mengajak Yudha untuk pulang. Asli, Yudha kok disindir. Pinter banget pedagangnya. Akhirnya tadi Yudha nyolot mau di beli semua sampe selapak lapaknya.

Kali ini, Yudha lebih perhatian. Dia bantuin Nada buat turun dari mobilnya dia, yang emang luar biasa tinggi. Sebenernya Nada tuh ga pendek-pendek banget. Tinggi badan dia juga lumayan lah. Lumayan buat di ejek.

Enggak, serius. Tinggi badan Nada tuh sekitaran 168cm deh. Lumayan kan buat ukuran cewe, tapi kalo disuruh buat naik mobil jeep nya Yudha, masih ketinggian anjir. Mana mobil Jeep nya si Yudha nih tingginya kaya truck.

Lo semua tau nggak, Nada dari tadi tuh udah mesem-mesem gajelas. Soalnya Yudha kan perhatian banget sama dia. Gatau dia mimpi ketiban Godzilla atau gimana, tapi dia beruntung banget punya sosok Yudha yang beneran pengertian gini.

“Gimana? Seru??” tanya Candra begitu Nada dan Yudha masuk ke dalam rumah. Si Candra masih pake kemeja, kentara banget baru balik kerja. Duh, Nada pengen banget lari ke Candra terus salim cium tangannya dia. Kaya istri menyambut suami balik kerja gitu.

Tapi Nada urungin, soalnya tangan dia bawa dua kantong kresek. Kok bisa dua?? Yang satunya training yang akhirnya di beli sama Yudha tadi. Jadi karena gamau ribet, naroh kresek terus ambil lagi. Yaudah gausah saliman aja, males.

“Capek banget Bang buset.” jawab Nada mengeluh. “Mana tadi Bang Yudha sempet gelud lagi, sama penjual disana.” ucapnya lagi, menghindari tatapan tajam dari Yudha.

Candra menggelengkan kepalanya dan tersenyum. Sejak kehadiran Nada, Yudha nih jadi lebih ekspresif. Biasanya yang diem doang kaya kanebo kering, sekarang udah bisa melotot, ngecibir, terakhir Candra liat kaya mau makan Nada.

“Yaudah, taroh aja belanjaannya di belakang. Nanti abang yang masak.” ucap Candra lagi, dan pergi berlalu dari sana.

Nada mengrinyit bingung, “lah emang Bi Asih dimana??” tanya Nada lagi pada Yudha.

“Ga selalu disini, kesini kalo cuma mau makan besar doang. Kasian juga, udah tua.” jelas Yudha singkat.

Nada menganggukkan kepala mengerti, dia makin mengerti saja soal keluarga barunya ini. Dan dia rasa itu hal yang baik, dia jadi ngerti ga semua hal harus di kerjain sama pembantu. Karena masak juga masih basic skill untuk kehidupan, selama kita masih bisa lakuin sendiri gausah nyuruh orang lain kan?

Nada beneran keluar sama Jerome. Makanan yang di siapin Candra, buat dia makan tadi akhirnya di makan sama Haikal. Soalnya anaknya cape banget, kalo si Hermas ngurusin Osis beda lagi sama Haikal. Dia ngurusin Osis, juga Pramuka. Makanya dia pusing banget, udah ngurusin MOS, ngurusin MOGD juga lagi.

Balik lagi ke Nada, kali ini Jerome mutusin buat naik motor aja sama Nada. Nada mah oke oke aja, toh bonus juga kan bisa meluk Jerome dari belakang. Ga deng, ternyata si Jerome naik motor beat nya dia. Jadi si Nada ga ada alasan buat meluk Jerome dari belakang, soalnya tempat duduknya penumpang ga miring ke atas kaya motornya si Haikal.

Dissapointed but not surprised. Masih mending, daripada naik motornya Jerome yang suaranya kepret kepret kepret. Pasti Nada nangis banget. Udah necis kaya gini, masa naiknya motor bongkaran mirip motor jamet yang kaya gini.

Bukan body shamming motor, tapi Nada juga ga sanggup kalo sampe harus naik motor kaya gitu, dimana baju yang di pake itu kaya gini.

Jerome mah enak, cuma celana training sama kaos doang. Pokoknya Nada beneran gamau kalo sampe naik itu. Nada emang kadang gapunya malu, tapi dia masih memperhatikan penampilan dia di khalayak ramai. Maklum, manusia caper.

Akhirnya, Nada dan Jerome berhenti di restoran bakso dan mie ayam deket kota. Kata Jerome di restoran ini beneran enak, soalnya yang jadi chef kenalan mamanya mereka. Ga nyambung, tapi Nada ngangguk aja. Jerome ganteng soalnya.

“Lo pesen gimana Nad?” tanya Jerome menyerahkan kertas menu pada Nada.

“Mie ayam aja deh, gausah pake sawi ya mbak.” pesannya pada pelayan itu sebelum dirinya kembali berfokus pada Jerome.

“Lah berarti kemaren ada nyokap kandung lo juga dong yang ke pernikahan Papa Mama??” tanya Jerome lagi.

Nada mengiyakan, “mana ada Adelio lagi, mantan gue, yang gue ceritain kemaren.” jawabnya santai.

“Mantan lo cakep juga.” kata Jerome lagi memuji. Nada mah bukan cewe baperan, bahas mantan kaya gini tuh gaperlu sembunyi sembunyi, toh juga udah lewat. Gaperlu di sesali kan.

“Ya kalo ga ganteng, gue juga ogah.” jawab Nada enteng. “But, to be honest. Gue suka perlakuan dia ke gue sih. Yang merlakuin gue kayak satu-satunya cewe yang emang patut dia kasihi.” sambung Nada lagi.

Jerome mengangguk mengerti, “orang yang bisa buat lo merasa, kalo lo itu the only one kan??” tebak Jerome.

Nada tersenyum mengiyakan. Pesanan mereka akhirnya sampai. Tapi ada yang aneh, ada sawi di mie ayam Nada.

“Kenapa Nad??” tanya Jerome bingung, karena Nada tak memakan mie ayamnya.

Nada menunjukkan beberapa sawi yang berenang renang dengan bebas di kuah mie ayamnya. “Gue ga suka sawi kak.” kata Nada memelas.

“Eh, yaudah ayo panggil aja pelayannya.” kata Jerome lagi, mengangkat tangannya hendak memanggil pelayan, supaya bisa mengganti pesanan Nada. Dengan cepat Nada menarik tangan Jerome untuk turun, dan menggelengkan kepalanya.

“Gausah kak!!” ucap Nada ga enak. Jerome menautkan kedua alisnya bingung.

“Lah kenapa dek? Kan tadi lo juga udah pesen kalo gausah di kasih sawi.” kata Jerome lagi. “Gapapa, kalo lo malu biar gue aja yang bilang ke pelayanan nya.” sambungnya dan hendak mengangkat tangannya lagi.

Secepat kilat Nada kembali menarik tangan Jerome untuk turun. “Kakak manggil pelayannya, terus pelayannya ke sini dan kakak ngasih tau kalo dia udah salah bikin pesanan gue. Terus akhirnya pelayannya malu, dan dia bakalan benci kita berdua kak.” ucap Nada dramatis.

“Terus dia nanti bakalan balik lagi ke dapur, terus ngasih tau chef nya yang kenalan mama kalo pesanan gue salah. Harusnya ga di kasih sawi, malah di kasih sawi.” kata Nada masih berlanjut, “terus gimana kalo semisalnya gara-gara masalah sawi di mie ayam gue, dia malah di pecat???” lanjutnya lagi.

Jerome mendengarkan Nada dengan cengo.

“Terus nanti, sehabis dia di pecat dia bakalan pulang ke rumah sambil nangis dan anak-anak nya ngeliatin.” kata Jerome ikut menyahuti. “Mereka bakalan nanyain kenapa ibunya nangis, dan ternyata ibunya nangis karena abis di pecat dari restoran ini. Padahal dia baru dapet kerja.” sambungnya lagi.

Nada menganggukkan kepala setuju, mendramatisir suasana. “Terus nanti anak anaknya bakalan kelaparan, dan itu karena apa?? Karena kita berdua kak. Gara-gara sawi yang salah taroh di mangkok gue.” ucap Nada final, dia mendalami karakter kali ini. Matanya berkaca-kaca.

Akhirnya Jerome berinisiatif mengambil sawi yang ada di mangkok Nada, dan memindahkan ke mangkok bakso nya. Bakso dengan sawi, perpaduan yang ga terlalu buruk kok.

We need Therapy.” kata Jerome di sela makannya.

I know.” jawab Nada singkat.

Sekarang kalian tau kan, kenapa mereka berdua bisa klop?