JC Halcyon

Arzhan mengambil tempat duduk tepat di samping kanan Raka. Arsha dan Nabil yang baru datang langsung mengikuti dalam diam dan duduk di area paling sudut.

“Sekarang mama tanya kak, kenapa kamu biarin hujan hujanan adik nya? Udah tau kalau adik nya lagi sakit.” ujar mama kemudian.

“Kinara ngomong gitu ma?” tanya Raka balik, berusaha melindungi Arzhan yang memang tidak bersalah.

Mama menggeleng, “Kinara justru bilang kalau itu emang mau dia. Arzhan sama sekali nggak tahu menahu kalau Kinara hujan hujanan. Tapi tetep aja Raka, kenapa Arzhan nggak tanggap dan segera suruh Kinara buat berteduh si?”

Nabil melirik Arzhan yang hanya menundukkan kepala nya. Arzhan enggan menatap mama nya yang berbicara, atau menoleh pada Raka yang membela nya. Nabil tahu betul, Arzhan melakukan hal itu untuk meredam amarah nya yang sewaktu-waktu bisa meledak.

“Ma emang harus banget ya marahin Arzhan sekarang? Kan yang terpenting Kinara dulu.” ucap Arsha ikut menengahi.

“Ya dua duanya penting. Kinara sembuh penting, kalian peka terhadap Kinara juga penting.” Sahut mama cepat. “Asal kalian tahu, Kinara pernah menghalangi mama buat terus terusan menyuruh kalian buat bantu Kinara. Kenapa kira-kira Kinara kaya gitu? Ya karena kalian selalu melabeli Kinara dengan kata beban dan itu yang membuat dia minder buat minta tolong. Mama kira, oh ga mungkin lah mereka kaya gitu. Karena mereka saudara, dan saudara itu terikat dengan darah. Tapi nyata nya bi Anjar sendiri juga bilang, kalau kalian sering melempar Kinara untuk berangkat dengan siapa, dan pulang dengan siapa. Jadi sebenarnya, Kinara itu adik kalian atau bukan?” Sambung mama lagi panjang lebar. Mengeluarkan semua beban yang ada di hatinya.

Nabil menghela nafas pelan, dirinya sudah lelah dengan pembahasan yang selalu tidak memiliki ujung seperti ini. “Ma, sekarang mama mau dengerin alasan dari kita nggak?” ujar Nabil kemudian.

Raka menggelengkan kepala dari samping, “Nabil, gausah bikin masalah baru.” menghentikan upaya Nabil untuk berbicara.

“Alasan apa? Mama mau dengar.” potong mama cepat, tidak menghiraukan ucapan Raka.

“Mama mau tau nggak kenapa Arsha selalu berbohong kalau dia jemput Kinara padahal kenyataannya pulang bareng Arzhan?” tanya Nabil kemudian.

Mama menggeleng.

“Karena mama selalu bersikap berlebihan saat Arsha salah. Maka dari itu Arsha ga pernah mau jujur kalau dia memang tidak bisa menjemput Kinara untuk alasan tertentu. Arsha memilih berbohong karena dia tau, kalau dia jujur mama bakalan bersikap berlebihan.” tutur Nabil menjelaskan.

Arsha memejamkan matanya, apa yang di ucapan Nabil cukup mewakili perasaannya saat ini.

“Dan kenapa Arzhan selalu menyimpan rahasia? Itu juga sama kaya Arsha ma. Karena mama selalu membesar-besarkan setiap permasalahan. Kaya hari ini, Kinara main hujan karena keputusan dia sendiri. Bahkan Arzhan datang di saat kondisi Kinara udah basah kuyup. Tapi dia memilih buat merahasiakan kalau hari ini Kinara hujan hujanan karena dia takut. Takut kalau mama akan membesar besarkan masalahnya. Nah kan ternyata bener, ini aja mama udah besar besarin masalah nya.”

Air mata Arzhan menetes mendengar penuturan dari Nabil.

“Dan juga aku ma. Mama tau kenapa aku selalu iri? Bahkan buat antar jemput Kinara aja aku selalu iri. Karena ketika aku antar jemput Kinara, mama bakalan selalu membanding bandingkan perlakuan aku ke Kinara, dengan yang lain.” kata Nabil lagi masih belum selesai.

“Kak Raka juga. Mama bingung kan kenapa kak Raka selalu marah dan tempramen? Karena mama selalu mengandalkan kak Raka, tapi mama ga pernah kasih pujian atau apresiasi yang sepadan sebagai balasannya.” Ujar Nabil kemudian. “Semua hal itu yang bikin kita jadi memandang miring Kinara, dan melabeli dia dengan kata beban persis dengan yang mama pikirkan. Karena hal itu juga, Kinara jadi anak yang pengecut. Dia selalu mengalah ke orang lain, dan ga pernah berkeinginan melawan bahkan sekali pun. Karena mama selalu terburu-buru membantu dia di saat ada masalah.”

Kinara berjalan dengan tertatih menuju tempat duduk yang tersedia di taman rumah sakit.

Iya, Kinara jalan tanpa arah sampai akhirnya kaki nya menuntun ke taman yang ada di rumah sakit.

Kaki nya nyeri luar biasa karena ia paksa berjalan sedari tadi. Nyeri seusai pergi dengan Nabil tadi masih belum sembuh, dan kemudian di tambah dengan keras kepalanya yang memaksa berjalan sejauh itu dari bangsal ke taman rumah sakit.

“Apaan sih anjing.” keluhnya dengan pelan. “Dulu aja gue pake lari sejauh apapun ga pernah senyeri ini. Sekarang gue pake jalan bentar udah kaya mau copot aja tulang nya.” sambungnya lagi dengan getir.

Kinara mengadahkan pandangannya ke atas, melihat deretan awan yang berjalan tertiup angin. Kini di atasnya tergantikan dengan awan mendung yang sudah siap mengeluarkan air hujan.

Benar saja, tak berapa lama gerimis sudah mulai turun dan membasahi Kinara sedikit demi sedikit. Kinara masih tak bergeming dari tempat nya duduk, dan membiarkan hujan menerpa nya.

“Diantara banyaknya hal yang harus gue lewati, kenapa ga ada satupun jalan yang mudah untuk bahagia?” tanya Kinara bermonolog. “Banyak hal yang udah gue korbankan untuk hidup, tapi kok rasanya hidup yang gue jalani ga seimbang antara sedih dan bahagia nya ya? Apa sebenernya gue itu emang di kutuk buat ga dapatin kebahagiaan satu pun?”

Di bawah hujan, akhirnya Kinara bisa melepaskan air mata yang sudah ia tahan sedari tadi. Dirinya menangisi banyak hal dalam hidup nya yang silih berganti dengan cepat.


Kinara menghiraukan ponselnya yang sedari tadi berkedip, menandakan notifikasi tengah masuk. Dirinya masih menikmati hujan yang makin deras menerjang dirinya.

Tidak ada yang dia risaukan saat ini. Ia tidak merisaukan ponselnya yang mungkin akan rusak terkena hujan. Atau merisaukan dirinya yang terkena hujan dan memungkinkan akan lebih sakit setelah ini.

“Anjir ya lo! Nyuruh jemput tuh harusnya nunggu di dalem, di tempat yang teduh. Bukannya hujan hujanan kaya gini.” omel Arzhan mengagetkan Kinara yang tadinya masih tenang menikmati hujan.

“Loh, kakak kok udah dateng aja?” tanya Kinara gemetar karena dingin. Dinginnya makin terasa karena Arzhan memayungi dirinya, dan ia tidak terkena air hujan lagi.

“Lo udah berapa lama disini anjing??” Marah Arzhan masih belum selesai. “Astaga Kinara, bibir lo sampe biru kaya gini.” sambungnya menyeka bibir Kinara yang memang membiru dan pucat.

Akhirnya Arzhan berjongkok, memberikan gesture pada Kinara agar menaiki punggungnya.

“Gue bisa jalan kok kak ke mobil. Lagian nanti baju lo basah.” cicit Kinara menolak punggung Arzhan untuk ia naiki.

“Naik.” ujar Arzhan tegas.

Akhirnya dengan takut takut, Kinara menaiki punggung Arzhan. Tidak lupa tangan kanan nya mengambil alih payung berwarna kuning kesayangan, untuk ia bawa memayungi mereka berdua.

Arzhan hanya diam sepanjang berjalanan ke parkiran mobil. Banyak hal yang ia ingin tanyakan pada Kinara. Kenapa Kinara meminta untuk di jemput, kenapa juga dirinya hujan hujanan seperti ini. Dan masih banyak yang lainnya.

Tapi Arzhan hanya bisa menguburnya dalam diam karena ia tahu, saat ini ia tengah kesal dengan Kinara karena hujan hujanan. Jadi ia meminimalisir ucapan menyakitkan yang mungkin akan keluar dengan berdiam diri.

“Masuk ke mobil, ganti baju lo pake baju olahraga gue.” ujar Arzhan sesampainya di mobil. “Gue tunggu di luar.” sambungnya lagi.

Kinara tanpa banyak bertanya dirinya menuruti apa kata Arzhan. Segera setelah tubuhnya yang basah memasuki mobil, dengan berhati-hati ia berganti pakaiannya yang basah.

Kinara tidak khawatir akan ada yang melihatnya, karena ia tahu betul kaca mobil Arzhan di desain dengan gelap hingga tidak ada yang bisa melihatnya dari luar.

Setelah itu, Kinara mengetukkan tangannya dia kali di jendela mobil tempat Arzhan masih menunggu nya tadi. Mengerti, segera Arzhan berlari untuk masuk ke kursi kemudi.

Arzhan menoleh ke belakang melihat Kinara yang tentu nya masih kedinginan. Apalagi kaos olahraga nya yang pendek makin membuat kulit Kinara bagian atas yang kedinginan terekspos dan tidak terselimuti benar dengan kain.

“Pake jaket gue deh ini. Lagian kenapa banyak banget tingkah lo segala hujan hujanan.” omel Arzhan yang sedari tadi di tahan akhirnya keluar juga.

Arzhan bimbang hendak menghidupkan atau mematikan AC mobil. Kalau ia menghidupkan, maka Kinara akan makin kedinginan. Sedangkan kalau ia mematikan AC nya, maka seluruh permukaan kaca mobil akan berembun dan itu mengganggunya untuk menyetir.

“Nyalain AC nya aja gapapa kak. Dingin nya masih bisa gue tahan kok.” kata Kinara mengerti kebimbangan Arzhan.

“Kalo ga kuat bilang ya, biar gue matiin nanti.” ucap Arzhan akhirnya.

Dari spion tengah, Arzhan terus terusan mengamati Kinara yang masih menggosok tangannya yang kedinginan. Ia sudah berusaha secepat mungkin mengendarai mobilnya agar segera sampai ke rumah.

“Santai aja kali kak. Gue gapapa kok.” ujar Kinara menenangkan kegundahan kakak nya.

Padahal Kinara berbohong, karena pada kenyataannya kaki nya sangat amat nyeri sedari tadi, belum lagi terkena paparan AC yang dingin. Tapi Kinara menahannya dan bertingkah seolah semuanya baik baik saja.

“Lo pucet banget Ra. Gue matiin aja ya AC nya. Pasti lo kedinginan banget.” Kata Arzhan khawatir. “Bentar lagi sampe kok. Pokoknya tahan bentar lagi ya. Lo sambil baring aja kalau kaki nya mulai sakit.” sambung Arzhan sembari berusaha memecah fokusnya pada Kinara dan jalan.

Kinara tersenyum tipis, “Lucu banget lo kak khawatir gini. Padahal dulu lo sering banget bersikap ga adil sama gue.” ujar Kinara pelan, memecah atensi Arzhan.

Dari spion tengah Arzhan berusaha melihat ekspresi dan maksud Kinara mengatakan hal itu. “Dan iya, gue menyesal.” jawab Arzhan setelah terdiam lama. “Kalau ada orang yang tau gue dulu ke lo kaya gimana, pasti mereka bakalan ngatain gue kalau setiap penyesalan selalu datang terakhir. Karena kenyataannya gitu Ra. Penyesalan gue yang selalu sia siakan lo, dan sikap gue yang sering ga adil. Itu buat gue merasa kalau kata penyesalan aja ga cukup untuk mendefinisikannya.” sambungnya panjang lebar.

“Iya kok, tenang aja. Acel udah puas ngatain lo kayanya soal penyesalan.” sahut Kinara terkekeh.

“Terus lo gimana? Emang lo ga sedih waktu gue dan yang lainnya perlakuin lo ga adil kaya gitu?” tanya Arzhan memberanikan diri.

“Sedih ya? Gue rasa enggak.” jawab Kinara langsung. “Ya karena kalau gue merasa sedih ketika di perlakukan ga adil, itu bakal buat suasana hati gue buruk. Maka dari itu, gue mencoba untuk terbiasa sama kaya gue lagi ngehirup udara.” sambungnya lagi.

Mendadak dada Arzhan sesak seolah semua perasaannya akan tumpah ruah saat itu juga. Satu air mata mengalir ke pipi kanan nya segera ia usap tanpa di ketahui oleh Kinara.

“Dan ya pada suatu waktu, gue kaya mulai terbiasa akan hal itu. Dan temen temen gue, menurut lo kenapa mereka selalu care sama gue kak?” tanya Kinara balik. “Kira-kira apa yang bakalan mereka pikirin soal gue ya kak? Apa gue kelihatan menyedihkan karena gak di cintai?”

“Serius deh, gue bingung banget sama saudara lo.” Ujar Eja membuka suara. “Dulu ga perduli, sekarang sampe ngikutin lo kaya gini?? Hah kaya apaan anjir.” sambungnya lagi tidak percaya, melihat Nabil berada di bangku cafe tempat tujuan mereka yang kedua.

Kinara hanya bisa tersenyum tipis. Perubahan mendadak saudara Kinara saja bisa di rasakan oleh orang luar. Apalagi Kinara sendiri?

“Gamau pesen yang enakan dikit kah Ra?” tanya Gale menyela, melihat Kinara dua kali berturut-turut meminum air mineral.

“Air mineral juga enak kok Le. Jangan salah paham.” Jawab Kinara membela diri.

“Sebenernya lo mau ngasih tau apa sih? Dari tadi loh gue nungguin kaga cerita cerita.” potong Acel, tidak sabar.

Kinara menghela nafas nya pelan, dirinya bingung dari mana ia harus memulainya.

“If I die, how long will it take you to recover guys?” tanya Kinara kemudian setelah terdiam lama.

“Anjing?? Tiba-tiba banget Ra?” tanya Eja balik, tidak mengerti.

“Bangsat, sampe tua anjing. It'll be my traumatic thoo!!” jawab Acel tak kalah serius.

Kinara tersenyum, “Kalo lo Le? Eja?” tanya nya lagi.

“Untuk pulih itu gabisa dibayangin berapa lamanya. Karena tiap kenangan itu gabisa diukur seberapa lama bisa kita hilangkan. Karena kenangan itu akan tetap ada meskipun orang itu masih ada atau enggak.” jawab Gale kemudian, setelah terdiam untuk berfikir jawaban apa yang tepat ia ucapkan. “Jadi kalo lo nanya seberapa lama, jawaban gue gatau. Bisa aja sebentar, atau take a life time.”

“Lagian kenapa bahas mati sih Ra? Menurut lo, bagi gue berapa lama? Fakta nyokap gue meninggal aja masih belom bisa gue terima. Berapa tahun? Hampir lima dan gue masih merasa di titik yang sama sejak dia baru meninggal kemarin.” Akhirnya Eja ikut menjawab pertanyaan absurd Kinara.

Kinara memainkan tutup botol air mineral nya. Menimbang kalimat selanjutnya apa yang harus ia ucapkan, menilik berbagai reaksi sahabatnya.

“Gue sakit, Osteosarcoma.” ucap Kinara langsung.

Nabil yang berada tak jauh dari meja mereka ikut mendengarkan percakapan yang terjadi. Pada akhirnya Kinara berani jujur dengan orang-orang sekitar nya.

Osteos, ostos, coma? hah? Sakit apaan itu jir. Sakit maag?” Sahut Eja cepat.

Kinara tertawa kecil, di susul oleh tawa dari Acel juga yang merasa kalau hal itu adalah hal yang lucu.

“Bukan sakit maag bego. Osteosarcoma itu kanker tulang.”

Tawa Acel seketika lenyap, di gantikan hening. Ketiganya menatap Kinara intens, meminta penjelasan.

“Gue di vonis dokter kalau kaki sebelah kanan gue bagian lutut ada tumor nya. Tadinya ga ada penjelasan langsung kalau tumor itu adalah kanker sampai pemeriksaan kedua ternyata tumor nya tumor ganas.” ucap Kinara perlahan, mencoba menjelaskan dengan detail. Ia tidak ingin menyembunyikan apapun kali ini. “Dan sampai saat ini, gue belom dapat keputusan untuk menempuh pengobatan yang mana. Soalnya hasil pemeriksaan untuk pengobatan juga baru keluar nanti sore.” sambung nya lagi.

Kinara menatap ketiga sahabatnya yang masih diam, enggan menanggapi ucapannya.

“Ngomong dong. Berasa lagi dongeng gue.” ucap Kinara, masih mencoba untuk melucu.

Tiba-tiba Acel berdiri dari tempat duduknya, dan mengambil tas punggung nya. Eja dan Gale menatap dengan penuh kebingungan.

“Acel? Lo mau kemana?” tanya Kinara ikut bingung, dan sontak langsung berdiri yang mengakibatkan lututnya nyeri seketika. “Acel? Gue minta maaf kalau ga cerita lebih awal.”

Acel tidak mendengarkan perkataan Kinara, dan langsung berlalu dengan cepat dari sana.

“Gue aja yang susul Acel.” ujar Eja kemudian, dan segera berlari menyusul Acel.

Kinara menatap pemandangan di depannya dengan pias. Ia tidak menyangka kalau Acel akan meninggalkan nya tanpa sepatah kalimat apapun begitu ia menceritakan kejujurannya.

“Duduk Ra.” ucap Gale memegang pundak Kinara. “Lo keringet dingin, pasti lo lagi nahan sakit.” sambung nya lagi.

Nabil yang melihat pemandangan itu langsung bergegas berpindah tempat ke meja Kinara dan Gale berada.

“Ada yang sakit Ra? Ayo pulang sekarang.” ujar nya kemudian, setelah melihat dengan seksama keadaan Kinara kali ini.

Kinara menggeleng kuat, “Gue gamau pulang kak. Gue masih ada yang mau di bicarain sama Gale.”

Gale menghela nafas nya pelan. “Pulang dulu Ra, kondisi lo ga baik baik aja untuk bisa diskusi saat ini. Masalah Acel, biarin Eja sama gue yang tangani. Lo istirahat biar nanti waktu ambil hasil pemeriksaan bisa maksimal.” nasehat Gale panjang lebar.

Nabil menyentuh tangan Kinara yang kini sudah basah dengan keringat dingin. Dirinya tidak tega melihat kondisi Kinara dan keadaan yang mengelilingi nya saat ini.

“Gue balik dulu ya Le, sama Kinara.” pamit Nabil kemudian, dan membawa tas Kinara serta menuntun Kinara untuk berjalan keluar.


Nabil melihat adiknya yang sepanjang perjalanan hanya diam menatap pemandangan yang ada. Setelah insiden yang terjadi di cafe tadi, Nabil sendiri juga bingung hendak menghibur Kinara seperti apa.

“Gausah sedih, Acel pasti juga kaget makanya dia kaya gitu.” hibur Nabil pelan.

Kinara tersenyum kecil, “Ga sedih kok kak. Gue udah nyiapin skenario terburuk karena udah ambil jalan untuk jujur.” jawabnya kemudian.

“Abis ini langsung istirahat aja, gausah terlalu di pikirin apa yang udah terjadi.” Nasehat Nabil lagi. “Ra, jangan pernah berfikiran yang lain akan ninggalin lo, karena lo berbeda. Mereka cuma butuh waktu untuk menerima lo, dan keadaan lo sebenarnya.”

Ucapan Nabil barusan hanya bisa Kinara bawa diam. Dibilang kecewa, sebenarnya ia juga tidak pantas untuk bilang kecewa. Mengenai reaksi Acel dan yang lainnya setelah dirinya mengumpulkan keberanian untuk berkata jujur.

Persis seperti ucapan Nabil, mereka hanya butuh waktu untuk mengerti. Dan tentunya Kinara bisa menunggu hal itu.

Mobil memasuki area rumah, yang gerbang nya sudah di bukakan oleh pak Bedjo. Dari yang Kinara tahu, papa nya juga pasti sudah berada di rumah melihat adanya mobil yang selalu di bawa oleh papanya dinas terparkir di depan pintu garasi mobil yang tertutup.

“Makasih kak buat hari ini. Maaf kalo gue ngerepotin.” ucap Kinara tulus, sembari melepas seatbelt nya.

Nabil tersenyum tipis, enggan terlihat oleh Kinara. “Ga ngerepotin karena gue yang emang mau nganterin lo kemanapun itu.”

“Oh iya, ini buat lo.” ujar Kinara masih belum selesai, dan memberikan selembar kertas pada Nabil.

Nabil melihat gambaran dirinya yang tentunya di gambar oleh Kinara dengan terkejut. Nabil tidak tahu, kapan Kinara menggambar potret dirinya ini.

“Ga bagus sih—”

“Ini bagus banget.” sela Nabil cepat. “Masih ya dek, bakalan gue simpen.” sambung nya lagi.

Hati Kinara senang bukan main, pipinya berseri seri mendengar ucapan terimakasih dari Nabil setelah sekian lama.

Akhirnya Kinara bisa melihat Nabil tersenyum dengan tulus kepadanya. Tidak ada hal yang bisa membuatnya lebih bahagia dari ini.

Akhirnya dengan riang, Kinara turun dari mobil dengan perlahan dan berjalan pelan menuju ke dalam rumah. Meninggalkan Nabil yang masih betah berada di kursi kemudi melihat gambaran dari Kinara tadi.

“Makasih Kinara. Makasih buat semuanya. Lo terlalu istimewa buat di ceritakan secara sederhana bagi gue.”

“Serius deh, gue bingung banget sama saudara lo.” Ujar Eja membuka suara. “Dulu ga perduli, sekarang sampe ngikutin lo kaya gini?? Hah kaya apaan anjir.” sambungnya lagi tidak percaya, melihat Nabil berada di bangku cafe tempat tujuan mereka yang kedua.

Kinara hanya bisa tersenyum tipis. Perubahan mendadak saudara Kinara saja bisa di rasakan oleh orang luar. Apalagi Kinara sendiri?

“Gamau pesen yang enakan dikit kah Ra?” tanya Gale menyela, melihat Kinara dua kali berturut-turut meminum air mineral.

“Air mineral juga enak kok Le. Jangan salah paham.” Jawab Kinara membela diri.

“Sebenernya lo mau ngasih tau apa sih? Dari tadi loh gue nungguin kaga cerita cerita.” potong Acel, tidak sabar.

Kinara menghela nafas nya pelan, dirinya bingung dari mana ia harus memulainya.

“If I die, how long will it take you to recover guys?” tanya Kinara kemudian setelah terdiam lama.

“Anjing?? Tiba-tiba banget Ra?” tanya Eja balik, tidak mengerti.

“Bangsat, sampe tua anjing. It'll be my traumatic thoo!!” jawab Acel tak kalah serius.

Kinara tersenyum, “Kalo lo Le? Eja?” tanya nya lagi.

“Untuk pulih itu gabisa dibayangin berapa lamanya. Karena tiap kenangan itu gabisa diukur seberapa lama bisa kita hilangkan. Karena kenangan itu akan tetap ada meskipun orang itu masih ada atau enggak.” jawab Gale kemudian, setelah terdiam untuk berfikir jawaban apa yang tepat ia ucapkan. “Jadi kalo lo nanya seberapa lama, jawaban gue gatau. Bisa aja sebentar, atau take a life time.”

“Lagian kenapa bahas mati sih Ra? Menurut lo, bagi gue berapa lama? Fakta nyokap gue meninggal aja masih belom bisa gue terima. Berapa tahun? Hampir lima dan gue masih merasa di titik yang sama sejak dia baru meninggal kemarin.” Akhirnya Eja ikut menjawab pertanyaan absurd Kinara.

Kinara memainkan tutup botol air mineral nya. Menimbang kalimat selanjutnya apa yang harus ia ucapkan, menilik berbagai reaksi sahabatnya.

“Gue sakit, Osteosarcoma.” ucap Kinara langsung.

Nabil yang berada tak jauh dari meja mereka ikut mendengarkan percakapan yang terjadi. Pada akhirnya Kinara berani jujur dengan orang-orang sekitar nya.

Osteos, ostos, coma? hah? Sakit apaan itu jir. Sakit maag?” Sahut Eja cepat.

Kinara tertawa kecil, di susul oleh tawa dari Acel juga yang merasa kalau hal itu adalah hal yang lucu.

“Bukan sakit maag bego. Osteosarcoma itu kanker tulang.”

Tawa Acel seketika lenyap, di gantikan hening. Ketiganya menatap Kinara intens, meminta penjelasan.

“Gue di vonis dokter kalau kaki sebelah kanan gue bagian lutut ada tumor nya. Tadinya ga ada penjelasan langsung kalau tumor itu adalah kanker sampai pemeriksaan kedua ternyata tumor nya tumor ganas.” ucap Kinara perlahan, mencoba menjelaskan dengan detail. Ia tidak ingin menyembunyikan apapun kali ini. “Dan sampai saat ini, gue belom dapat keputusan untuk menempuh pengobatan yang mana. Soalnya hasil pemeriksaan untuk pengobatan juga baru keluar nanti sore.” sambung nya lagi.

Kinara menatap ketiga sahabatnya yang masih diam, enggan menanggapi ucapannya.

“Ngomong dong. Berasa lagi dongeng gue.” ucap Kinara, masih mencoba untuk melucu.

Tiba-tiba Acel berdiri dari tempat duduknya, dan mengambil tas punggung nya. Eja dan Gale menatap dengan penuh kebingungan.

“Acel? Lo mau kemana?” tanya Kinara ikut bingung, dan sontak langsung berdiri yang mengakibatkan lututnya nyeri seketika. “Acel? Gue minta maaf kalau ga cerita lebih awal.”

Acel tidak mendengarkan perkataan Kinara, dan langsung berlalu dengan cepat dari sana.

“Gue aja yang susul Acel.” ujar Eja kemudian, dan segera berlari menyusul Acel.

Kinara menatap pemandangan di depannya dengan pias. Ia tidak menyangka kalau Acel akan meninggalkan nya tanpa sepatah kalimat apapun begitu ia menceritakan kejujurannya.

“Duduk Ra.” ucap Gale memegang pundak Kinara. “Lo keringet dingin, pasti lo lagi nahan sakit.” sambung nya lagi.

Nabil yang melihat pemandangan itu langsung bergegas berpindah tempat ke meja Kinara dan Gale berada.

“Ada yang sakit Ra? Ayo pulang sekarang.” ujar nya kemudian, setelah melihat dengan seksama keadaan Kinara kali ini.

Kinara menggeleng kuat, “Gue gamau pulang kak. Gue masih ada yang mau di bicarain sama Gale.”

Gale menghela nafas nya pelan. “Pulang dulu Ra, kondisi lo ga baik baik aja untuk bisa diskusi saat ini. Masalah Acel, biarin Eja sama gue yang tangani. Lo istirahat biar nanti waktu ambil hasil pemeriksaan bisa maksimal.” nasehat Gale panjang lebar.

Nabil menyentuh tangan Kinara yang kini sudah basah dengan keringat dingin. Dirinya tidak tega melihat kondisi Kinara dan keadaan yang mengelilingi nya saat ini.

“Gue balik dulu ya Le, sama Kinara.” pamit Nabil kemudian, dan membawa tas Kinara serta menuntun Kinara untuk berjalan keluar.


Nabil melihat adiknya yang sepanjang perjalanan hanya diam menatap pemandangan yang ada. Setelah insiden yang terjadi di cafe tadi, Nabil sendiri juga bingung hendak menghibur Kinara seperti apa.

“Gausah sedih, Acel pasti juga kaget makanya dia kaya gitu.” hibur Nabil pelan.

Kinara tersenyum kecil, “Ga sedih kok kak. Gue udah nyiapin skenario terburuk karena udah ambil jalan untuk jujur.” jawabnya kemudian.

“Abis ini langsung istirahat aja, gausah terlalu di pikirin apa yang udah terjadi.” Nasehat Nabil lagi. “Ra, jangan pernah berfikiran yang lain akan ninggalin lo, karena lo berbeda. Mereka cuma butuh waktu untuk menerima lo, dan keadaan lo sebenarnya.”

Ucapan Nabil barusan hanya bisa Kinara bawa diam. Dibilang kecewa, sebenarnya ia juga tidak pantas untuk bilang kecewa. Mengenai reaksi Acel dan yang lainnya setelah dirinya mengumpulkan keberanian untuk berkata jujur.

Persis seperti ucapan Nabil, mereka hanya butuh waktu untuk mengerti. Dan tentunya Kinara bisa menunggu hal itu.

Mobil memasuki area rumah, yang gerbang nya sudah di bukakan oleh pak Bedjo. Dari yang Kinara tahu, papa nya juga pasti sudah berada di rumah melihat adanya mobil yang selalu di bawa oleh papanya dinas terparkir di depan pintu garasi mobil yang tertutup.

“Makasih kak buat hari ini. Maaf kalo gue ngerepotin.” ucap Kinara tulus, sembari melepas seatbelt nya.

Nabil tersenyum tipis, enggan terlihat oleh Kinara. “Ga ngerepotin karena gue yang emang mau nganterin lo kemanapun itu.”

“Oh iya, ini buat lo.” ujar Kinara masih belum selesai, dan memberikan selembar kertas pada Nabil.

Nabil melihat gambaran dirinya yang tentunya di gambar oleh Kinara dengan terkejut. Nabil tidak tahu, kapan Kinara menggambar potret dirinya ini.

“Ga bagus sih—”

“Ini bagus banget.” sela Nabil cepat. “Masih ya dek, bakalan gue simpen.” sambung nya lagi.

Hati Kinara senang bukan main, pipinya berseri seri mendengar ucapan terimakasih dari Nabil setelah sekian lama.

Akhirnya Kinara bisa melihat Nabil tersenyum dengan tulus kepadanya. Tidak ada hal yang bisa membuatnya lebih bahagia dari ini.

Akhirnya dengan riang, Kinara turun dari mobil dengan perlahan dan berjalan pelan menuju ke dalam rumah. Meninggalkan Nabil yang masih betah berada di kursi kemudi melihat gambaran dari Kinara tadi.

“Makasih Kinara. Makasih buat semuanya. Lo terlalu istimewa buat di ceritakan secara sederhana bagi gue.”

“Serius deh, gue bingung banget sama saudara lo.” Ujar Eja membuka suara. “Dulu ga perduli, sekarang sampe ngikutin lo kaya gini?? Hah kaya apaan anjir.” sambungnya lagi tidak percaya, melihat Nabil berada di bangku cafe tempat tujuan mereka yang kedua.

Kinara hanya bisa tersenyum tipis. Perubahan mendadak saudara Kinara saja bisa di rasakan oleh orang luar. Apalagi Kinara sendiri?

“Gamau pesen yang enakan dikit kah Ra?” tanya Gale menyela, melihat Kinara dua kali berturut-turut meminum air mineral.

“Air mineral juga enak kok Le. Jangan salah paham.” Jawab Kinara membela diri.

“Sebenernya lo mau ngasih tau apa sih? Dari tadi loh gue nungguin kaga cerita cerita.” potong Acel, tidak sabar.

Kinara menghela nafas nya pelan, dirinya bingung dari mana ia harus memulainya.

“If I die, how long will it take you to recover guys?” tanya Kinara kemudian setelah terdiam lama.

“Anjing?? Tiba-tiba banget Ra?” tanya Eja balik, tidak mengerti.

“Bangsat, sampe tua anjing. It'll be my traumatic thoo!!” jawab Acel tak kalah serius.

Kinara tersenyum, “Kalo lo Le? Eja?” tanya nya lagi.

“Untuk pulih itu gabisa dibayangin berapa lamanya. Karena tiap kenangan itu gabisa diukur seberapa lama bisa kita hilangkan. Karena kenangan itu akan tetap ada meskipun orang itu masih ada atau enggak.” jawab Gale kemudian, setelah terdiam untuk berfikir jawaban apa yang tepat ia ucapkan. “Jadi kalo lo nanya seberapa lama, jawaban gue gatau. Bisa aja sebentar, atau take a life time.”

“Lagian kenapa bahas mati sih Ra? Menurut lo, bagi gue berapa lama? Fakta nyokap gue meninggal aja masih belom bisa gue terima. Berapa tahun? Hampir lima dan gue masih merasa di titik yang sama sejak dia baru meninggal kemarin.” Akhirnya Eja ikut menjawab pertanyaan absurd Kinara.

Kinara memainkan tutup botol air mineral nya. Menimbang kalimat selanjutnya apa yang harus ia ucapkan, menilik berbagai reaksi sahabatnya.

“Gue sakit, Osteosarcoma.” ucap Kinara langsung.

Nabil yang berada tak jauh dari meja mereka ikut mendengarkan percakapan yang terjadi. Pada akhirnya Kinara berani jujur dengan orang-orang sekitar nya.

Osteos, ostos, coma? hah? Sakit apaan itu jir. Sakit maag?” Sahut Eja cepat.

Kinara tertawa kecil, di susul oleh tawa dari Acel juga yang merasa kalau hal itu adalah hal yang lucu.

“Bukan sakit maag bego. Osteosarcoma itu kanker tulang.”

Tawa Acel seketika lenyap, di gantikan hening. Ketiganya menatap Kinara intens, meminta penjelasan.

“Gue di vonis dokter kalau kaki sebelah kanan gue bagian lutut ada tumor nya. Tadinya ga ada penjelasan langsung kalau tumor itu adalah kanker sampai pemeriksaan kedua ternyata tumor nya tumor ganas.” ucap Kinara perlahan, mencoba menjelaskan dengan detail. Ia tidak ingin menyembunyikan apapun kali ini. “Dan sampai saat ini, gue belom dapat keputusan untuk menempuh pengobatan yang mana. Soalnya hasil pemeriksaan untuk pengobatan juga baru keluar nanti sore.” sambung nya lagi.

Kinara menatap ketiga sahabatnya yang masih diam, enggan menanggapi ucapannya.

“Ngomong dong. Berasa lagi dongeng gue.” ucap Kinara, masih mencoba untuk melucu.

Tiba-tiba Acel berdiri dari tempat duduknya, dan mengambil tas punggung nya. Eja dan Gale menatap dengan penuh kebingungan.

“Acel? Lo mau kemana?” tanya Kinara ikut bingung, dan sontak langsung berdiri yang mengakibatkan lututnya nyeri seketika. “Acel? Gue minta maaf kalau ga cerita lebih awal.”

Acel tidak mendengarkan perkataan Kinara, dan langsung berlalu dengan cepat dari sana.

“Gue aja yang susul Acel.” ujar Eja kemudian, dan segera berlari menyusul Acel.

Kinara menatap pemandangan di depannya dengan pias. Ia tidak menyangka kalau Acel akan meninggalkan nya tanpa sepatah kalimat apapun begitu ia menceritakan kejujurannya.

“Duduk Ra.” ucap Gale memegang pundak Kinara. “Lo keringet dingin, pasti lo lagi nahan sakit.” sambung nya lagi.

Nabil yang melihat pemandangan itu langsung bergegas berpindah tempat ke meja Kinara dan Gale berada.

“Ada yang sakit Ra? Ayo pulang sekarang.” ujar nya kemudian, setelah melihat dengan seksama keadaan Kinara kali ini.

Kinara menggeleng kuat, “Gue gamau pulang kak. Gue masih ada yang mau di bicarain sama Gale.”

Gale menghela nafas nya pelan. “Pulang dulu Ra, kondisi lo ga baik baik aja untuk bisa diskusi saat ini. Masalah Acel, biarin Eja sama gue yang tangani. Lo istirahat biar nanti waktu ambil hasil pemeriksaan bisa maksimal.” nasehat Gale panjang lebar.

Nabil menyentuh tangan Kinara yang kini sudah basah dengan keringat dingin. Dirinya tidak tega melihat kondisi Kinara dan keadaan yang mengelilingi nya saat ini.

“Gue balik dulu ya Le, sama Kinara.” pamit Nabil kemudian, dan membawa tas Kinara serta menuntun Kinara untuk berjalan keluar.


Nabil melihat adiknya yang sepanjang perjalanan hanya diam menatap pemandangan yang ada. Setelah insiden yang terjadi di cafe tadi, Nabil sendiri juga bingung hendak menghibur Kinara seperti apa.

“Gausah sedih, Acel pasti juga kaget makanya dia kaya gitu.” hibur Nabil pelan.

Kinara tersenyum kecil, “Ga sedih kok kak. Gue udah nyiapin skenario terburuk karena udah ambil jalan untuk jujur.” jawabnya kemudian.

“Abis ini langsung istirahat aja, gausah terlalu di pikirin apa yang udah terjadi.” Nasehat Nabil lagi. “Ra, jangan pernah berfikiran yang lain akan ninggalin lo, karena lo berbeda. Mereka cuma butuh waktu untuk menerima lo, dan keadaan lo sebenarnya.”

Ucapan Nabil barusan hanya bisa Kinara bawa diam. Dibilang kecewa, sebenarnya ia juga tidak pantas untuk bilang kecewa. Mengenai reaksi Acel dan yang lainnya setelah dirinya mengumpulkan keberanian untuk berkata jujur.

Persis seperti ucapan Nabil, mereka hanya butuh waktu untuk mengerti. Dan tentunya Kinara bisa menunggu hal itu.

Mobil memasuki area rumah, yang gerbang nya sudah di bukakan oleh pak Bedjo. Dari yang Kinara tahu, papa nya juga pasti sudah berada di rumah melihat adanya mobil yang selalu di bawa oleh papanya dinas terparkir di depan pintu garasi mobil yang tertutup.

“Makasih kak buat hari ini. Maaf kalo gue ngerepotin.” ucap Kinara tulus, sembari melepas seatbelt nya.

Nabil tersenyum tipis, enggan terlihat oleh Kinara. “Ga ngerepotin karena gue yang emang mau nganterin lo kemanapun itu.”

“Oh iya, ini buat lo.” ujar Kinara masih belum selesai, dan memberikan selembar kertas pada Nabil.

[]?(https://i.imgur.com/R9gR7tn.jpg)

Nabil melihat gambaran dirinya yang tentunya di gambar oleh Kinara dengan terkejut. Nabil tidak tahu, kapan Kinara menggambar potret dirinya ini.

“Ga bagus sih—”

“Ini bagus banget.” sela Nabil cepat. “Masih ya dek, bakalan gue simpen.” sambung nya lagi.

Hati Kinara senang bukan main, pipinya berseri seri mendengar ucapan terimakasih dari Nabil setelah sekian lama.

Akhirnya Kinara bisa melihat Nabil tersenyum dengan tulus kepadanya. Tidak ada hal yang bisa membuatnya lebih bahagia dari ini.

Akhirnya dengan riang, Kinara turun dari mobil dengan perlahan dan berjalan pelan menuju ke dalam rumah. Meninggalkan Nabil yang masih betah berada di kursi kemudi melihat gambaran dari Kinara tadi.

“Makasih Kinara. Makasih buat semuanya. Lo terlalu istimewa buat di ceritakan secara sederhana bagi gue.”

[]?(https://i.imgur.com/SIoQbL1.jpg)

“Serius deh, gue bingung banget sama saudara lo.” Ujar Eja membuka suara. “Dulu ga perduli, sekarang sampe ngikutin lo kaya gini?? Hah kaya apaan anjir.” sambungnya lagi tidak percaya, melihat Nabil berada di bangku cafe tempat tujuan mereka yang kedua.

Kinara hanya bisa tersenyum tipis. Perubahan mendadak saudara Kinara saja bisa di rasakan oleh orang luar. Apalagi Kinara sendiri?

“Gamau pesen yang enakan dikit kah Ra?” tanya Gale menyela, melihat Kinara dua kali berturut-turut meminum air mineral.

“Air mineral juga enak kok Le. Jangan salah paham.” Jawab Kinara membela diri.

“Sebenernya lo mau ngasih tau apa sih? Dari tadi loh gue nungguin kaga cerita cerita.” potong Acel, tidak sabar.

Kinara menghela nafas nya pelan, dirinya bingung dari mana ia harus memulainya.

“If I die, how long will it take you to recover guys?” tanya Kinara kemudian setelah terdiam lama.

“Anjing?? Tiba-tiba banget Ra?” tanya Eja balik, tidak mengerti.

“Bangsat, sampe tua anjing. It'll be my traumatic thoo!!” jawab Acel tak kalah serius.

Kinara tersenyum, “Kalo lo Le? Eja?” tanya nya lagi.

“Untuk pulih itu gabisa dibayangin berapa lamanya. Karena tiap kenangan itu gabisa diukur seberapa lama bisa kita hilangkan. Karena kenangan itu akan tetap ada meskipun orang itu masih ada atau enggak.” jawab Gale kemudian, setelah terdiam untuk berfikir jawaban apa yang tepat ia ucapkan. “Jadi kalo lo nanya seberapa lama, jawaban gue gatau. Bisa aja sebentar, atau take a life time.”

“Lagian kenapa bahas mati sih Ra? Menurut lo, bagi gue berapa lama? Fakta nyokap gue meninggal aja masih belom bisa gue terima. Berapa tahun? Hampir lima dan gue masih merasa di titik yang sama sejak dia baru meninggal kemarin.” Akhirnya Eja ikut menjawab pertanyaan absurd Kinara.

Kinara memainkan tutup botol air mineral nya. Menimbang kalimat selanjutnya apa yang harus ia ucapkan, menilik berbagai reaksi sahabatnya.

“Gue sakit, Osteosarcoma.” ucap Kinara langsung.

Nabil yang berada tak jauh dari meja mereka ikut mendengarkan percakapan yang terjadi. Pada akhirnya Kinara berani jujur dengan orang-orang sekitar nya.

Osteos, ostos, coma? hah? Sakit apaan itu jir. Sakit maag?” Sahut Eja cepat.

Kinara tertawa kecil, di susul oleh tawa dari Acel juga yang merasa kalau hal itu adalah hal yang lucu.

“Bukan sakit maag bego. Osteosarcoma itu kanker tulang.”

Tawa Acel seketika lenyap, di gantikan hening. Ketiganya menatap Kinara intens, meminta penjelasan.

“Gue di vonis dokter kalau kaki sebelah kanan gue bagian lutut ada tumor nya. Tadinya ga ada penjelasan langsung kalau tumor itu adalah kanker sampai pemeriksaan kedua ternyata tumor nya tumor ganas.” ucap Kinara perlahan, mencoba menjelaskan dengan detail. Ia tidak ingin menyembunyikan apapun kali ini. “Dan sampai saat ini, gue belom dapat keputusan untuk menempuh pengobatan yang mana. Soalnya hasil pemeriksaan untuk pengobatan juga baru keluar nanti sore.” sambung nya lagi.

Kinara menatap ketiga sahabatnya yang masih diam, enggan menanggapi ucapannya.

“Ngomong dong. Berasa lagi dongeng gue.” ucap Kinara, masih mencoba untuk melucu.

Tiba-tiba Acel berdiri dari tempat duduknya, dan mengambil tas punggung nya. Eja dan Gale menatap dengan penuh kebingungan.

“Acel? Lo mau kemana?” tanya Kinara ikut bingung, dan sontak langsung berdiri yang mengakibatkan lututnya nyeri seketika. “Acel? Gue minta maaf kalau ga cerita lebih awal.”

Acel tidak mendengarkan perkataan Kinara, dan langsung berlalu dengan cepat dari sana.

“Gue aja yang susul Acel.” ujar Eja kemudian, dan segera berlari menyusul Acel.

Kinara menatap pemandangan di depannya dengan pias. Ia tidak menyangka kalau Acel akan meninggalkan nya tanpa sepatah kalimat apapun begitu ia menceritakan kejujurannya.

“Duduk Ra.” ucap Gale memegang pundak Kinara. “Lo keringet dingin, pasti lo lagi nahan sakit.” sambung nya lagi.

Nabil yang melihat pemandangan itu langsung bergegas berpindah tempat ke meja Kinara dan Gale berada.

“Ada yang sakit Ra? Ayo pulang sekarang.” ujar nya kemudian, setelah melihat dengan seksama keadaan Kinara kali ini.

Kinara menggeleng kuat, “Gue gamau pulang kak. Gue masih ada yang mau di bicarain sama Gale.”

Gale menghela nafas nya pelan. “Pulang dulu Ra, kondisi lo ga baik baik aja untuk bisa diskusi saat ini. Masalah Acel, biarin Eja sama gue yang tangani. Lo istirahat biar nanti waktu ambil hasil pemeriksaan bisa maksimal.” nasehat Gale panjang lebar.

Nabil menyentuh tangan Kinara yang kini sudah basah dengan keringat dingin. Dirinya tidak tega melihat kondisi Kinara dan keadaan yang mengelilingi nya saat ini.

“Gue balik dulu ya Le, sama Kinara.” pamit Nabil kemudian, dan membawa tas Kinara serta menuntun Kinara untuk berjalan keluar.


Nabil melihat adiknya yang sepanjang perjalanan hanya diam menatap pemandangan yang ada. Setelah insiden yang terjadi di cafe tadi, Nabil sendiri juga bingung hendak menghibur Kinara seperti apa.

“Gausah sedih, Acel pasti juga kaget makanya dia kaya gitu.” hibur Nabil pelan.

Kinara tersenyum kecil, “Ga sedih kok kak. Gue udah nyiapin skenario terburuk karena udah ambil jalan untuk jujur.” jawabnya kemudian.

“Abis ini langsung istirahat aja, gausah terlalu di pikirin apa yang udah terjadi.” Nasehat Nabil lagi. “Ra, jangan pernah berfikiran yang lain akan ninggalin lo, karena lo berbeda. Mereka cuma butuh waktu untuk menerima lo, dan keadaan lo sebenarnya.”

Ucapan Nabil barusan hanya bisa Kinara bawa diam. Dibilang kecewa, sebenarnya ia juga tidak pantas untuk bilang kecewa. Mengenai reaksi Acel dan yang lainnya setelah dirinya mengumpulkan keberanian untuk berkata jujur.

Persis seperti ucapan Nabil, mereka hanya butuh waktu untuk mengerti. Dan tentunya Kinara bisa menunggu hal itu.

Mobil memasuki area rumah, yang gerbang nya sudah di bukakan oleh pak Bedjo. Dari yang Kinara tahu, papa nya juga pasti sudah berada di rumah melihat adanya mobil yang selalu di bawa oleh papanya dinas terparkir di depan pintu garasi mobil yang tertutup.

“Makasih kak buat hari ini. Maaf kalo gue ngerepotin.” ucap Kinara tulus, sembari melepas seatbelt nya.

Nabil tersenyum tipis, enggan terlihat oleh Kinara. “Ga ngerepotin karena gue yang emang mau nganterin lo kemanapun itu.”

“Oh iya, ini buat lo.” ujar Kinara masih belum selesai, dan memberikan selembar kertas pada Nabil.

[](https://i.imgur.com/R9gR7tn.jpg)

Nabil melihat gambaran dirinya yang tentunya di gambar oleh Kinara dengan terkejut. Nabil tidak tahu, kapan Kinara menggambar potret dirinya ini.

“Ga bagus sih—”

“Ini bagus banget.” sela Nabil cepat. “Masih ya dek, bakalan gue simpen.” sambung nya lagi.

Hati Kinara senang bukan main, pipinya berseri seri mendengar ucapan terimakasih dari Nabil setelah sekian lama.

Akhirnya Kinara bisa melihat Nabil tersenyum dengan tulus kepadanya. Tidak ada hal yang bisa membuatnya lebih bahagia dari ini.

Akhirnya dengan riang, Kinara turun dari mobil dengan perlahan dan berjalan pelan menuju ke dalam rumah. Meninggalkan Nabil yang masih betah berada di kursi kemudi melihat gambaran dari Kinara tadi.

“Makasih Kinara. Makasih buat semuanya. Lo terlalu istimewa buat di ceritakan secara sederhana bagi gue.”

[](https://i.imgur.com/SIoQbL1.jpg)

“Serius deh, gue bingung banget sama saudara lo.” Ujar Eja membuka suara. “Dulu ga perduli, sekarang sampe ngikutin lo kaya gini?? Hah kaya apaan anjir.” sambungnya lagi tidak percaya, melihat Nabil berada di bangku cafe tempat tujuan mereka yang kedua.

Kinara hanya bisa tersenyum tipis. Perubahan mendadak saudara Kinara saja bisa di rasakan oleh orang luar. Apalagi Kinara sendiri?

“Gamau pesen yang enakan dikit kah Ra?” tanya Gale menyela, melihat Kinara dua kali berturut-turut meminum air mineral.

“Air mineral juga enak kok Le. Jangan salah paham.” Jawab Kinara membela diri.

“Sebenernya lo mau ngasih tau apa sih? Dari tadi loh gue nungguin kaga cerita cerita.” potong Acel, tidak sabar.

Kinara menghela nafas nya pelan, dirinya bingung dari mana ia harus memulainya.

“If I die, how long will it take you to recover guys?” tanya Kinara kemudian setelah terdiam lama.

“Anjing?? Tiba-tiba banget Ra?” tanya Eja balik, tidak mengerti.

“Bangsat, sampe tua anjing. It'll be my traumatic thoo!!” jawab Acel tak kalah serius.

Kinara tersenyum, “Kalo lo Le? Eja?” tanya nya lagi.

“Untuk pulih itu gabisa dibayangin berapa lamanya. Karena tiap kenangan itu gabisa diukur seberapa lama bisa kita hilangkan. Karena kenangan itu akan tetap ada meskipun orang itu masih ada atau enggak.” jawab Gale kemudian, setelah terdiam untuk berfikir jawaban apa yang tepat ia ucapkan. “Jadi kalo lo nanya seberapa lama, jawaban gue gatau. Bisa aja sebentar, atau take a life time.”

“Lagian kenapa bahas mati sih Ra? Menurut lo, bagi gue berapa lama? Fakta nyokap gue meninggal aja masih belom bisa gue terima. Berapa tahun? Hampir lima dan gue masih merasa di titik yang sama sejak dia baru meninggal kemarin.” Akhirnya Eja ikut menjawab pertanyaan absurd Kinara.

Kinara memainkan tutup botol air mineral nya. Menimbang kalimat selanjutnya apa yang harus ia ucapkan, menilik berbagai reaksi sahabatnya.

“Gue sakit, Osteosarcoma.” ucap Kinara langsung.

Nabil yang berada tak jauh dari meja mereka ikut mendengarkan percakapan yang terjadi. Pada akhirnya Kinara berani jujur dengan orang-orang sekitar nya.

Osteos, ostos, coma? hah? Sakit apaan itu jir. Sakit maag?” Sahut Eja cepat.

Kinara tertawa kecil, di susul oleh tawa dari Acel juga yang merasa kalau hal itu adalah hal yang lucu.

“Bukan sakit maag bego. Osteosarcoma itu kanker tulang.”

Tawa Acel seketika lenyap, di gantikan hening. Ketiganya menatap Kinara intens, meminta penjelasan.

“Gue di vonis dokter kalau kaki sebelah kanan gue bagian lutut ada tumor nya. Tadinya ga ada penjelasan langsung kalau tumor itu adalah kanker sampai pemeriksaan kedua ternyata tumor nya tumor ganas.” ucap Kinara perlahan, mencoba menjelaskan dengan detail. Ia tidak ingin menyembunyikan apapun kali ini. “Dan sampai saat ini, gue belom dapat keputusan untuk menempuh pengobatan yang mana. Soalnya hasil pemeriksaan untuk pengobatan juga baru keluar nanti sore.” sambung nya lagi.

Kinara menatap ketiga sahabatnya yang masih diam, enggan menanggapi ucapannya.

“Ngomong dong. Berasa lagi dongeng gue.” ucap Kinara, masih mencoba untuk melucu.

Tiba-tiba Acel berdiri dari tempat duduknya, dan mengambil tas punggung nya. Eja dan Gale menatap dengan penuh kebingungan.

“Acel? Lo mau kemana?” tanya Kinara ikut bingung, dan sontak langsung berdiri yang mengakibatkan lututnya nyeri seketika. “Acel? Gue minta maaf kalau ga cerita lebih awal.”

Acel tidak mendengarkan perkataan Kinara, dan langsung berlalu dengan cepat dari sana.

“Gue aja yang susul Acel.” ujar Eja kemudian, dan segera berlari menyusul Acel.

Kinara menatap pemandangan di depannya dengan pias. Ia tidak menyangka kalau Acel akan meninggalkan nya tanpa sepatah kalimat apapun begitu ia menceritakan kejujurannya.

“Duduk Ra.” ucap Gale memegang pundak Kinara. “Lo keringet dingin, pasti lo lagi nahan sakit.” sambung nya lagi.

Nabil yang melihat pemandangan itu langsung bergegas berpindah tempat ke meja Kinara dan Gale berada.

“Ada yang sakit Ra? Ayo pulang sekarang.” ujar nya kemudian, setelah melihat dengan seksama keadaan Kinara kali ini.

Kinara menggeleng kuat, “Gue gamau pulang kak. Gue masih ada yang mau di bicarain sama Gale.”

Gale menghela nafas nya pelan. “Pulang dulu Ra, kondisi lo ga baik baik aja untuk bisa diskusi saat ini. Masalah Acel, biarin Eja sama gue yang tangani. Lo istirahat biar nanti waktu ambil hasil pemeriksaan bisa maksimal.” nasehat Gale panjang lebar.

Nabil menyentuh tangan Kinara yang kini sudah basah dengan keringat dingin. Dirinya tidak tega melihat kondisi Kinara dan keadaan yang mengelilingi nya saat ini.

“Gue balik dulu ya Le, sama Kinara.” pamit Nabil kemudian, dan membawa tas Kinara serta menuntun Kinara untuk berjalan keluar.


Nabil melihat adiknya yang sepanjang perjalanan hanya diam menatap pemandangan yang ada. Setelah insiden yang terjadi di cafe tadi, Nabil sendiri juga bingung hendak menghibur Kinara seperti apa.

“Gausah sedih, Acel pasti juga kaget makanya dia kaya gitu.” hibur Nabil pelan.

Kinara tersenyum kecil, “Ga sedih kok kak. Gue udah nyiapin skenario terburuk karena udah ambil jalan untuk jujur.” jawabnya kemudian.

“Abis ini langsung istirahat aja, gausah terlalu di pikirin apa yang udah terjadi.” Nasehat Nabil lagi. “Ra, jangan pernah berfikiran yang lain akan ninggalin lo, karena lo berbeda. Mereka cuma butuh waktu untuk menerima lo, dan keadaan lo sebenarnya.”

Ucapan Nabil barusan hanya bisa Kinara bawa diam. Dibilang kecewa, sebenarnya ia juga tidak pantas untuk bilang kecewa. Mengenai reaksi Acel dan yang lainnya setelah dirinya mengumpulkan keberanian untuk berkata jujur.

Persis seperti ucapan Nabil, mereka hanya butuh waktu untuk mengerti. Dan tentunya Kinara bisa menunggu hal itu.

Mobil memasuki area rumah, yang gerbang nya sudah di bukakan oleh pak Bedjo. Dari yang Kinara tahu, papa nya juga pasti sudah berada di rumah melihat adanya mobil yang selalu di bawa oleh papanya dinas terparkir di depan pintu garasi mobil yang tertutup.

“Makasih kak buat hari ini. Maaf kalo gue ngerepotin.” ucap Kinara tulus, sembari melepas seatbelt nya.

Nabil tersenyum tipis, enggan terlihat oleh Kinara. “Ga ngerepotin karena gue yang emang mau nganterin lo kemanapun itu.”

“Oh iya, ini buat lo.” ujar Kinara masih belum selesai, dan memberikan selembar kertas pada Nabil.

?[](https://i.imgur.com/R9gR7tn.jpg)

Nabil melihat gambaran dirinya yang tentunya di gambar oleh Kinara dengan terkejut. Nabil tidak tahu, kapan Kinara menggambar potret dirinya ini.

“Ga bagus sih—”

“Ini bagus banget.” sela Nabil cepat. “Masih ya dek, bakalan gue simpen.” sambung nya lagi.

Hati Kinara senang bukan main, pipinya berseri seri mendengar ucapan terimakasih dari Nabil setelah sekian lama.

Akhirnya Kinara bisa melihat Nabil tersenyum dengan tulus kepadanya. Tidak ada hal yang bisa membuatnya lebih bahagia dari ini.

Akhirnya dengan riang, Kinara turun dari mobil dengan perlahan dan berjalan pelan menuju ke dalam rumah. Meninggalkan Nabil yang masih betah berada di kursi kemudi melihat gambaran dari Kinara tadi.

“Makasih Kinara. Makasih buat semuanya. Lo terlalu istimewa buat di ceritakan secara sederhana bagi gue.”

?[](https://i.imgur.com/SIoQbL1.jpg)

Raka mengetuk pintu kamar mamanya dan Kinara dengan perlahan. Pagi ini mereka berencana untuk pergi bersama dan jalan jalan keluar bersama. Karena Bachtiar dan Rila akan pulang sore hari nanti.

Tentunya untuk tempat tujuan tidak di tentukan, karena itu akan sangat memakan waktu jadi mereka memutuskan akan menentukan tempat tujuan sembari di jalan nanti.

“Udah siap?” tanya Raka setelah Kinara membuka pintu.

Kinara tersenyum tipis, dirinya sudah berdandan lebih awal tadi. Ia tidak ingin membuat masalah dengan Rila sepagi ini dengan menunda-nunda waktu untuk pergi.

“Gue ambil tas sama ponsel gue dulu kak.” Ucap Kinara kemudian, dan kembali berjalan tertatih menuju tempat tas nya berada.

Raka yang melihat Kinara kesulitan berjalan hanya bisa meringis dalam diam. Pincang nya kaki Kinara ketika di buat berjalan sudah memperlihatkan betapa sakitnya itu.

“Mau gue gendong aja ke lantai satu?” tanya Raka kemudian, mengajukan diri seperti biasa.

Kinara menggeleng dan tertawa kecil, “Aneh aneh aja lo kak, nanti kalau kita berdua malah jatuh gelinding dari atas gimana?” ujar Kinara di sela tawa nya.

Raka tersenyum kecil, “Enggak lah Ra, gini gini keseimbangan gue bagus.” lanjutnya memuji diri, dan menggandeng tangan Kinara untuk turun perlahan melewati tangga.

“Lagian tumben banget ajak gue segala? Biasanya kalian selalu keluar bareng-bareng tanpa gue.” ucap Kinara kemudian, mengingatkan pada Raka tentang kejadian yang sudah-sudah.

“Sekali kali ayo ikutan. Masa hari libur mau di kamar doang. Lagian juga buat seneng kak Bachtiar sama Rila sebelum mereka pulang.” Jawab Raka.

“Bukannya Rila malah lebih seneng ya kalo gue gausah di ajak?” tanya Kinara lagi, masih skeptis.

Raka menghela nafas nya pelan. Bukan salah Kinara jika ia berfikir seperti itu. Karena memang setiap Rila kemari, Kinara akan berubah tidak terlihat dan semua perhatian di rumah akan terpusat pada Rila.

Belum lagi hubungan Kinara dan Rila juga memburuk karena insiden Rila mengambil paksa dua botol parfum, yang esok nya setelah Rila pulang mereka baru tahu kalau parfum itu hadiah dari Acel.

Jujur saja walaupun Arsha membela Rila mati-matian saat itu, tapi setelah tahu kebenarannya diam-diam Arsha juga merasa bersalah kemudian membelikan dua botol parfum yang sama sebagai gantinya pada Kinara.

Tidak ada ada keributan setelah itu, karena Kinara juga tidak berkata apapun dan membiarkannya selesai dalam diam seperti biasanya.


“What do you want to order, birdie?” tanya Bachtiar yang kini berada di samping kanan Kinara.

Setelah perjalanan yang lumayan lama di mobil, akhirnya mereka sepakat untuk berhenti di salah satu dessert restaurant.

Kinara memilah milah beberapa menu yang boleh ia makan dan harus ia hindari demi kesehatan nya. Dokter Hanan melalui mama sudah berpesan padanya untuk tidak memakan makanan manis dan juga makanan yang di buat menggunakan karbohidrat olahan.

Peka dengan kebingungan adiknya, Arzhan yang berada di sebelah kiri mengambil alih buku menu dari tangan Kinara. “Coba bilang ke gue, apa aja yang harus di hindari. Biar gue cek ingredients nya.” Ucap Arzhan, mencoba membantu.

Kinara mengangguk, “Makanan yang terlalu asin atau manis kak, terus yang bahannya pake karbohidrat olahan.” jelas Kinara kemudian. “Oh iya, sama yang rendah lemak.” sambungnya lagi, setelah berusaha mengingat.

Arzhan mengerti dan kembali membaca buku menu untuk melihat detail nya dengan hati-hati.

“Apasih gitu banget cuma makan doang?” tanya Rila tidak mengerti. “Lagi diet ya lo? Makanya kak Kin, kalo lagi diet tuh di rumah aja gausah ikut keluar terus makan makanan di luar.” lanjutnya menyindir.

“Apasih La?! Kok ngomongnya begitu. Gak sopan.” tegur Bachtiar setelah mendengar ucapan adiknya.

“Lagian liat tuh kak. Sampe kak Arzhan harus bantuin liat bahan makanannya. Ngapain coba pake nyusahin kak Arzhan segala, padahal kak Arzhan sendiri juga belom pesen apapun.”

Kinara tertohok dengan ucapan Rila. Apa yang di katakan Rila sepenuhnya benar. Kenapa ia harus merepotkan orang lain untuk kebutuhan nya sendiri?

Dengan segera Kinara hendak merebut buku menu yang berada di tangan Arzhan tetapi Arzhan menghindar.

“Kak sini biar gue aja.” bisik Kinara pelan.

“Apaan sih, enggak!” ucap Arzhan tegas dan masih berfokus membaca list menu.

Akhirnya Kinara hanya bisa terdiam dan mengetuk jarinya tidak beraturan di atas meja.

Nabil dan Arsha sendiri tengah pergi sedari tadi untuk mengambil minuman yang sudah di sediakan akhirnya kembali juga.

“Nih yang ngerasa punya, ambil dah.” ucap Arsha sembari menaruh nampan penuh minuman di atas meja.

Nabil menyodorkan air mineral ke arah Kinara. “Lo air putih aja ya? Jangan minum yang aneh-aneh.” ucapnya kemudian.

Kinara hanya bisa mengangguk dan mengambil botol air mineral dari tangan Nabil.

Tiada berapa lama Arzhan sudah berdiri untuk menyetorkan pesanannya dan Kinara.

Arsha dan Nabil merasakan hawa berat yang datang dari keempatnya setelah mereka datang hanya kebingungan. Entah drama apa yang sudah terjadi kali ini.

Arzhan segera kembali dan duduk di samping Kinara. Tatapannya tajam itu membuat Arsha tersadar bahwa ada hal aneh yang baru saja terjadi.

“Sebelumnya gue mau minta maaf ke lo dulu kak.” ucap Arzhan kemudian, sembari menatap Bachtiar. Bachtiar menolehkan kepalanya tidak mengerti. Minta maaf untuk apa?

“La, jangan lagi lo sebut Kinara nyusahin atau sejenisnya.” ucap Arzhan kemudian. “Lo ga tau dampak apa yang lo akibatkan dengan lo bilang kaya gitu. Gue disini ga merasa di susahkan sama sekali kok. Justru gue senang bisa bantu adik gue sendiri, karena itu artinya dia percaya sama pilihan gue.” lanjutnya lagi.

Nabil mengerutkan dahi nya. Dirinya tidak mengerti apa yang barusan terjadi.

Kinara yang di bela hanya mampu memegang tangan Arzhan berusaha untuk meredam emosi lelaki itu.

“Gue ga maksud untuk bilang gitu kak. Maksud gue kenapa harus repotin kakak kalau kak Kinara bisa baca menu dan bahannya sendiri? Lagian kenapa pilih pilih banget sih sama makanan.” Ucap Rila membela dirinya sendiri, masih tidak puas.

“Rila apa yang pengen Arzhan lakuin ya biarin dia lakuin. Kalau dia emang mau bantuin Kinara buat pilih menu makanan, itu juga terserah dia. Lo ga berhak larang apapun yang dia pengen lakukan untuk adiknya sendiri.” akhirnya Raka ikut menimbrung.

Bachtiar hanya bisa memegang kepalanya pusing. Pusing melihat kelakuan adiknya yang tidak pernah bisa bersikap dewasa.

Arsha dan Nabil kini mengerti letak permasalahan nya. Pantas sana kertas pesanan terakhir baru Arzhan antarkan, ternyata karena ia masih sibuk memilih bahan-bahan makanan yang harus di hindari oleh Kinara.

Dan juga ucapan Rila yang menyerang Kinara untuk tidak menyusahkan Arzhan, padahal Arzhan melakukan itu dengan senang hati untuk Kinara. Ia sama sekali tidak merasa di repotkan untuk hal itu. Toh kalaupun itu merepotkan, Arzhan siap untuk melakukan itu selamanya demi Kinara.

“Makanya kalo ngomong tuh di pikir dulu. Ga selamanya lo masih kecil dan segala ucapannya lo bakalan di terima gitu aja sama orang lain.” ucap Nabil juga, ikut menyudutkan.

Rila memasang wajah muram, ia sungguh malu kali ini. Kemudian dirinya mengalihkan pandangan pada Arsha, meminta bantuan dan pembelaan. Sayangnya Arsha justru memalingkan wajahnya ke arah lain dengan muak.

Rila kalah telak kali ini.

Raka mengetuk pintu kamar mamanya dan Kinara dengan perlahan. Pagi ini mereka berencana untuk pergi bersama dan jalan jalan keluar bersama. Karena Bachtiar dan Rila akan pulang sore hari nanti.

Tentunya untuk tempat tujuan tidak di tentukan, karena itu akan sangat memakan waktu jadi mereka memutuskan akan menentukan tempat tujuan sembari di jalan nanti.

“Udah siap?” tanya Raka setelah Kinara membuka pintu.

Kinara tersenyum tipis, dirinya sudah berdandan lebih awal tadi. Ia tidak ingin membuat masalah dengan Rila sepagi ini dengan menunda-nunda waktu untuk pergi.

“Gue ambil tas sama ponsel gue dulu kak.” Ucap Kinara kemudian, dan kembali berjalan tertatih menuju tempat tas nya berada.

Raka yang melihat Kinara kesulitan berjalan hanya bisa meringis dalam diam. Pincang nya kaki Kinara ketika di buat berjalan sudah memperlihatkan betapa sakitnya itu.

“Mau gue gendong aja ke lantai satu?” tanya Raka kemudian, mengajukan diri seperti biasa.

Kinara menggeleng dan tertawa kecil, “Aneh aneh aja lo kak, nanti kalau kita berdua malah jatuh gelinding dari atas gimana?” ujar Kinara di sela tawa nya.

Raka tersenyum kecil, “Enggak lah Ra, gini gini keseimbangan gue bagus.” lanjutnya memuji diri, dan menggandeng tangan Kinara untuk turun perlahan melewati tangga.

“Lagian tumben banget ajak gue segala? Biasanya kalian selalu keluar bareng-bareng tanpa gue.” ucap Kinara kemudian, mengingatkan pada Raka tentang kejadian yang sudah-sudah.

“Sekali kali ayo ikutan. Masa hari libur mau di kamar doang. Lagian juga buat seneng kak Bachtiar sama Rila sebelum mereka pulang.” Jawab Raka.

“Bukannya Rila malah lebih seneng ya kalo gue gausah di ajak?” tanya Kinara lagi, masih skeptis.

Raka menghela nafas nya pelan. Bukan salah Kinara jika ia berfikir seperti itu. Karena memang setiap Rila kemari, Kinara akan berubah tidak terlihat dan semua perhatian di rumah akan terpusat pada Rila.

Belum lagi hubungan Kinara dan Rila juga memburuk karena insiden Rila mengambil paksa dua botol parfum, yang esok nya setelah Rila pulang mereka baru tahu kalau parfum itu hadiah dari Acel.

Jujur saja walaupun Arsha membela Rila mati-matian saat itu, tapi setelah tahu kebenarannya diam-diam Arsha juga merasa bersalah kemudian membelikan dua botol parfum yang sama sebagai gantinya pada Kinara.

Tidak ada ada keributan setelah itu, karena Kinara juga tidak berkata apapun dan membiarkannya selesai dalam diam seperti biasanya.


“What do you want to order, birdie?” tanya Bachtiar yang kini berada di samping kanan Kinara.

Setelah perjalanan yang lumayan lama di mobil, akhirnya mereka sepakat untuk berhenti di salah satu dessert restaurant.

Kinara memilah milah beberapa menu yang boleh ia makan dan harus ia hindari demi kesehatan nya. Dokter Hanan melalui mama sudah berpesan padanya untuk tidak memakan makanan manis dan juga makanan yang di buat menggunakan karbohidrat olahan.

Peka dengan kebingungan adiknya, Arzhan yang berada di sebelah kiri mengambil alih buku menu dari tangan Kinara. “Coba bilang ke gue, apa aja yang harus di hindari. Biar gue cek ingredients nya.” Ucap Arzhan, mencoba membantu.

Kinara mengangguk, “Makanan yang terlalu asin atau manis kak, terus yang bahannya pake karbohidrat olahan.” jelas Kinara kemudian. “Oh iya, sama yang rendah lemak.” sambungnya lagi, setelah berusaha mengingat.

Arzhan mengerti dan kembali membaca buku menu untuk melihat detail nya dengan hati-hati.

“Apasih gitu banget cuma makan doang?” tanya Rila tidak mengerti. “Lagi diet ya lo? Makanya kak Kin, kalo lagi diet tuh di rumah aja gausah ikut keluar terus makan makanan di luar.” lanjutnya menyindir.

“Apasih La?! Kok ngomongnya begitu. Gak sopan.” tegur Bachtiar setelah mendengar ucapan adiknya.

“Lagian liat tuh kak. Sampe kak Arzhan harus bantuin liat bahan makanannya. Ngapain coba pake nyusahin kak Arzhan segala, padahal kak Arzhan sendiri juga belom pesen apapun.”

Kinara tertohok dengan ucapan Rila. Apa yang di katakan Rila sepenuhnya benar. Kenapa ia harus merepotkan orang lain untuk kebutuhan nya sendiri?

Dengan segera Kinara hendak merebut buku menu yang berada di tangan Arzhan tetapi Arzhan menghindar.

“Kak sini biar gue aja.” bisik Kinara pelan.

“Apaan sih, enggak!” ucap Arzhan tegas dan masih berfokus membaca list menu.

Akhirnya Kinara hanya bisa terdiam dan mengetuk jarinya tidak beraturan di atas meja.

Nabil dan Arsha sendiri tengah pergi sedari tadi untuk mengambil minuman yang sudah di sediakan akhirnya kembali juga.

“Nih yang ngerasa punya, ambil dah.” ucap Arsha sembari menaruh nampan penuh minuman di atas meja.

Nabil menyodorkan air mineral ke arah Kinara. “Lo air putih aja ya? Jangan minum yang aneh-aneh.” ucapnya kemudian.

Kinara hanya bisa mengangguk dan mengambil botol air mineral dari tangan Nabil.

Tiada berapa lama Arzhan sudah berdiri untuk menyetorkan pesanannya dan Kinara.

Arsha dan Nabil merasakan hawa berat yang datang dari keempatnya setelah mereka datang hanya kebingungan. Entah drama apa yang sudah terjadi kali ini.

Arzhan segera kembali dan duduk di samping Kinara. Tatapannya tajam itu membuat Arsha tersadar bahwa ada hal aneh yang baru saja terjadi.

“Sebelumnya gue mau minta maaf ke lo dulu kak.” ucap Arzhan kemudian, sembari menatap Bachtiar. Bachtiar menolehkan kepalanya tidak mengerti. Minta maaf untuk apa?

“La, jangan lagi lo sebut Kinara nyusahin atau sejenisnya.” ucap Arzhan kemudian. “Lo ga tau dampak apa yang lo akibatkan dengan lo bilang kaya gitu. Gue disini ga merasa di susahkan sama sekali kok. Justru gue senang bisa bantu adik gue sendiri, karena itu artinya dia percaya sama pilihan gue.” lanjutnya lagi.

Nabil mengerutkan dahi nya. Dirinya tidak mengerti apa yang barusan terjadi.

Kinara yang di bela hanya mampu memegang tangan Arzhan berusaha untuk meredam emosi lelaki itu.

“Gue ga maksud untuk bilang gitu kak. Maksud gue kenapa harus repotin kakak kalau kak Kinara bisa baca menu dan bahannya sendiri? Lagian kenapa pilih pilih banget sih sama makanan.” Ucap Rila membela dirinya sendiri, masih tidak puas.

“Rila apa yang pengen Arzhan lakuin ya biarin dia lakuin. Kalau dia emang mau bantuin Kinara buat pilih menu makanan, itu juga terserah dia. Lo ga berhak larang apapun yang dia pengen lakukan untuk adiknya sendiri.” akhirnya Raka ikut menimbrung.

Bachtiar hanya bisa memegang kepalanya pusing. Pusing melihat kelakuan adiknya yang tidak pernah bisa bersikap dewasa.

Arsha dan Nabil kini mengerti letak permasalahan nya. Pantas sana kertas pesanan terakhir baru Arzhan antarkan, ternyata karena ia masih sibuk memilih bahan-bahan makanan yang harus di hindari oleh Kinara.

Dan juga ucapan Rila yang menyerang Kinara untuk tidak menyusahkan Arzhan, padahal Arzhan melakukan itu dengan senang hati untuk Kinara. Ia sama sekali tidak merasa di repotkan untuk hal itu. Toh kalaupun itu merepotkan, Arzhan siap untuk melakukan itu selamanya demi Kinara.

“Makanya kalo ngomong tuh di pikir dulu. Ga selamanya lo masih kecil dan segala ucapannya lo bakalan di terima gitu aja sama orang lain.” ucap Nabil juga, ikut menyudutkan.

Rila memasang wajah muram, ia sungguh malu kali ini. Kemudian dirinya mengalihkan pandangan pada Arsha, meminta bantuan dan pembelaan. Sayangnya Arsha justru memalingkan wajahnya dengan muak.

Rila kalah telak kali ini.

Raka mengetuk pintu kamar mamanya dan Kinara dengan perlahan. Pagi ini mereka berencana untuk pergi bersama dan jalan jalan keluar bersama. Karena Bachtiar dan Rila akan pulang sore hari nanti.

Tentunya untuk tempat tujuan tidak di tentukan, karena itu akan sangat memakan waktu jadi mereka memutuskan akan menentukan tempat tujuan sembari di jalan nanti.

“Udah siap?” tanya Raka setelah Kinara membuka pintu.

Kinara tersenyum tipis, dirinya sudah berdandan lebih awal tadi. Ia tidak ingin membuat masalah dengan Rila sepagi ini dengan menunda-nunda waktu untuk pergi.

“Gue ambil tas sama ponsel gue dulu kak.” Ucap Kinara kemudian, dan kembali berjalan tertatih menuju tempat tas nya berada.

Raka yang melihat Kinara kesulitan berjalan hanya bisa meringis dalam diam. Pincang nya kaki Kinara ketika di buat berjalan sudah memperlihatkan betapa sakitnya itu.

“Mau gue gendong aja ke lantai satu?” tanya Raka kemudian, mengajukan diri seperti biasa.

Kinara menggeleng dan tertawa kecil, “Aneh aneh aja lo kak, nanti kalau kita berdua malah jatuh gelinding dari atas gimana?” ujar Kinara di sela tawa nya.

Raka tersenyum kecil, “Enggak lah Ra, gini gini keseimbangan gue bagus.” lanjutnya memuji diri, dan menggandeng tangan Kinara untuk turun perlahan melewati tangga.

“Lagian tumben banget ajak gue segala? Biasanya kalian selalu keluar bareng-bareng tanpa gue.” ucap Kinara kemudian, mengingatkan pada Raka tentang kejadian yang sudah-sudah.

“Sekali kali ayo ikutan. Masa hari libur mau di kamar doang. Lagian juga buat seneng kak Bachtiar sama Rila sebelum mereka pulang.” Jawab Raka.

“Bukannya Rila malah lebih seneng ya kalo gue gausah di ajak?” tanya Kinara lagi, masih skeptis.

Raka menghela nafas nya pelan. Bukan salah Kinara jika ia berfikir seperti itu. Karena memang setiap Rila kemari, Kinara akan berubah tidak terlihat dan semua perhatian di rumah akan terpusat pada Rila.

Belum lagi hubungan Kinara dan Rila juga memburuk karena insiden Rila mengambil paksa dua botol parfum, yang esok nya setelah Rila pulang mereka baru tahu kalau parfum itu hadiah dari Acel.

Jujur saja walaupun Arsha membela Rila mati-matian saat itu, tapi setelah tahu kebenarannya diam-diam Arsha juga merasa bersalah kemudian membelikan dua botol parfum yang sama sebagai gantinya pada Kinara.

Tidak ada ada keributan setelah itu, karena Kinara juga tidak berkata apapun dan membiarkannya selesai dalam diam seperti biasanya.


“what do you want to order, birdie?” tanya Bachtiar yang kini berada di samping kanan Kinara.

Setelah perjalanan yang lumayan lama di mobil, akhirnya mereka sepakat untuk berhenti di salah satu dessert restaurant.

Kinara memilah milah beberapa menu yang boleh ia makan dan harus ia hindari demi kesehatan nya. Dokter Hanan melalui mama sudah berpesan padanya untuk tidak memakan makanan manis dan juga makanan yang di buat menggunakan karbohidrat olahan.

Peka dengan kebingungan adiknya, Arzhan yang berada di sebelah kiri mengambil alih buku menu dari tangan Kinara. “Coba bilang ke gue, apa aja yang harus di hindari. Biar gue cek ingredients nya.” Ucap Arzhan, mencoba membantu.

Kinara mengangguk, “Makanan yang terlalu asin atau manis kak, terus yang bahannya pake karbohidrat olahan.” jelas Kinara kemudian. “Oh iya, sama yang rendah lemak.” sambungnya lagi, setelah berusaha mengingat.

Arzhan mengerti dan kembali membaca buku menu untuk melihat detail nya dengan hati-hati.

“Apasih gitu banget cuma makan doang?” tanya Rila tidak mengerti. “Lagi diet ya lo? Makanya kak Kin, kalo lagi diet tuh di rumah aja gausah ikut keluar terus makan makanan di luar.” lanjutnya menyindir.

“Apasih La?! Kok ngomongnya begitu. Gak sopan.” tegur Bachtiar setelah mendengar ucapan adiknya.

“Lagian liat tuh kak. Sampe kak Arzhan harus bantuin liat bahan makanannya. Ngapain coba pake nyusahin kak Arzhan segala, padahal kak Arzhan sendiri juga belom pesen apapun.”

Kinara tertohok dengan ucapan Rila. Apa yang di katakan Rila sepenuhnya benar. Kenapa ia harus merepotkan orang lain untuk kebutuhan nya sendiri?

Dengan segera Kinara hendak merebut buku menu yang berada di tangan Arzhan tetapi Arzhan menghindar.

“Kak sini biar gue aja.” bisik Kinara pelan.

“Apaan sih, enggak!” ucap Arzhan tegas dan masih berfokus membaca list menu.

Akhirnya Kinara hanya bisa terdiam dan mengetuk jarinya tidak beraturan di atas meja.

Nabil dan Arsha sendiri tengah pergi sedari tadi untuk mengambil minuman yang sudah di sediakan akhirnya kembali juga.

“Nih yang ngerasa punya, ambil dah.” ucap Arsha sembari menaruh nampan di atas meja.

Nabil menyodorkan air mineral ke arah Kinara. “Lo air putih aja ya? Jangan minum yang aneh-aneh.” ucapnya kemudian.

Kinara hanya bisa mengangguk dan mengambil botol air mineral dari tangan Nabil.

Tiada berapa lama Arzhan sudah berdiri untuk menyetorkan pesanannya dan Kinara.

Arsha dan Nabil merasakan hawa berat yang datang dari keempatnya setelah mereka datang hanya kebingungan. Entah drama apa yang sudah terjadi kali ini.

Arzhan segera kembali dan duduk di samping Kinara. Tatapannya tajam itu membuat Arsha tersadar bahwa ada hal aneh yang baru saja terjadi.

“Sebelumnya gue mau minta maaf ke lo dulu kak.” ucap Arzhan kemudian, sembari menatap Bachtiar. Bachtiar menolehkan kepalanya tidak mengerti. Minta maaf untuk apa?

“La, jangan lagi lo sebut Kinara nyusahin atau sejenisnya.” ucap Arzhan kemudian. “Lo ga tau dampak apa yang lo akibatkan dengan lo bilang kaya gitu. Gue disini ga merasa di susahkan sama sekali kok. Justru gue senang bisa bantu adik gue sendiri, karena itu artinya dia percaya sama pilihan gue.” lanjutnya lagi.

Nabil mengerutkan dahi nya. Dirinya tidak mengerti apa yang barusan terjadi.

Kinara yang di bela hanya mampu memegang tangan Arzhan berusaha untuk meredam emosi lelaki itu.

“Gue ga maksud untuk bilang gitu kak. Maksud gue kenapa harus repotin kakak kalau kak Kinara bisa baca menu dan bahannya sendiri? Lagian kenapa pilih pilih banget sih sama makanan.” Ucap Rila membela dirinya sendiri, masih tidak puas.

“Rila apa yang pengen Arzhan lakuin ya biarin dia lakuin. Kalau dia emang mau bantuin Kinara buat pilih menu makanan, itu juga terserah dia. Lo ga berhak larang apapun yang dia pengen lakukan untuk adiknya sendiri.” akhirnya Raka ikut menimbrung.

Bachtiar hanya bisa memegang kepalanya pusing. Pusing melihat kelakuan adiknya yang tidak pernah bisa bersikap dewasa.

Arsha dan Nabil kini mengerti letak permasalahan nya. Pantas sana kertas pesanan terakhir baru Arzhan antarkan, ternyata karena ia masih sibuk memilih bahan-bahan makanan yang harus di hindari oleh Kinara.

Dan juga ucapan Rila yang menyerang Kinara untuk tidak menyusahkan Arzhan, padahal Arzhan melakukan itu dengan senang hati untuk Kinara. Ia sama sekali tidak merasa di repotkan untuk hal itu. Toh kalaupun itu merepotkan, Arzhan siap untuk melakukan itu selamanya demi Kinara.

“Makanya kalo ngomong tuh di pikir dulu. Ga selamanya lo masih kecil dan segala ucapannya lo bakalan di terima gitu aja sama orang lain.” ucap Nabil juga, ikut menyudutkan.

Rila memasang wajah muram, ia sungguh malu kali ini. Kemudian dirinya mengalihkan pandangan pada Arsha, meminta bantuan dan pembelaan. Sayangnya Arsha justru memalingkan wajahnya dengan muak.

Rila kalah telak kali ini.