Eja menuntun Kinara untuk duduk di pinggir lapangan, tepat di bawah pohon trembesi yang memang tumbuh dengan sehat di depan lapangan olahraga sekolah mereka.
Sebelumnya Gale sendiri sudah melaporkan kepada guru olahraga, bahwa Kinara tidak akan ikut pada mata pelajaran hari ini karena kurang enak badan.
Sebagai sahabat yang baik, cara Eja dan Gale dalam merawat Kinara perlu di acungi jempol. Bahkan Acel sendiri mengatakan, bahwa Eja dan Gale jauh lebih baik ketika merawat Kinara, di bandingkan saudara Kinara yang lain.
“Sumpah hari ini tuh mendung dan gue udah bilang ke lo buat bawa jaket, kenapa ngeyel banget sih??” Ujar Eja cerewet, karena Kinara saat ini memeluk tubuhnya sendiri kedinginan.
Pada akhirnya Eja kembali berlari ke arah kelas, untuk mengambil jaket bulu miliknya untuk di serahkan kepada Kinara nanti. Kinara tidak sempat menghentikan pergerakan Eja, karena Eja langsung berjalan cepat meninggalkan dirinya begitu melihat ia menggigil kedinginan.
“Eja mana?” tanya Gale menghampiri Kinara yang masih setia memeluk tubuhnya yang menggigil ringan.
Kinara menggeleng, “Kalau dugaan gue bener, paling balik ke kelas lagi ambil jaket.” jawab Kinara pendek.
Gale mengangguk, dan merapatkan duduknya ke arah Kinara untuk sekedar membuat Kinara merasa hangat sebelum Eja datang membawa jaket nanti.
“Ternyata bener ya kata Eja, kelas kita di gabung sama kelas kak Nabil buat pelajaran olahraga.” ujar Gale kemudian, melihat Nabil tengah berbicara dengan guru olahraga, merundingkan apa yang akan mereka mainkan setelah pemanasan olahraga nanti.
Kinara tersenyum kecil, “Tiga tahun gue di SMP, baru kali ini gue liat kak Nabil di pelajaran olahraga.”
Gale menautkan alis nya bingung, “Baru kali ini?”
Kinara mengangguk, “Karena waktu SMP, gue jarang ketemu kak Nabil di sekolah. Bahkan banyak yang gatau kalau gue adik dia.” Cerita Kinara kemudian. “Ya walaupun ga ada yang bisa di pamerin sih dari punya adik kaya gue.” Sambungnya lagi, singkat.
Gale menggelengkan kepala tidak setuju. “Banyak hal yang bisa gue sebagai sahabat lo pamerin Ra.” Sahut Gale cepat. “Lo cerdas, lo pandai, lo punya personality yang bagus, lo selalu bisa comfort orang orang di sekitar lo. Itu semua kelebihan lo, dan lo ga boleh tutup mata soal hal itu.”
Kinara tersenyum tipis, “I'm glad, you see me on that side.” Ucapnya tulus.
Tiada berapa lama, benar saja Eja sudah datang dengan sedikit berlari sembari menenteng jaket bulu di tangan kiri nya. “Nih pake, tuan putri yang keras kepala.” Ujarnya dan menyerahkan jaket nya kepada Kinara sebelum pada akhirnya mereka berdua kembali ke tengah lapangan, karena mata pelajaran olahraga akan segera di mulai.
Kinara masih tersenyum memandangi kedua sahabatnya yang berlari tergesa-gesa menuju tengah lapangan. Pandangan nya beralih kepada Nabil, yang kini juga tengah menatapnya dengan intens dari seberang sana.
Mendadak Kinara gugup, karena pagi ini dirinya belum sempat bertemu saudara nya yang lain karena ia sudah berangkat lebih dulu dengan supir yang di sediakan oleh mama nya.
Nabil melihat Kinara dengan seksama, memastikan bahwa Kinara baik baik saja duduk di bawah pohon trembesi.
Pandangan Nabil beralih, dan kembali berfokus pada mata pelajaran olahraga yang sudah di mulai. Kinara kembali menghela nafas lega, dirinya bahkan untuk sekarang harus berusaha terlihat baik baik saja di depan semua orang.
Kinara tahu, bahwa dirinya naif. Dan entah sampai kapan, ia akan sanggup untuk terus berpura-pura seperti ini dalam kedepannya.
Eja mengipasi wajahnya yang terasa cukup pengap setelah melakukan pemanasan tadi dengan tangan kosong. “Iyasih ga panas, tapi hawa nya lembab mau hujan gini tetep ngerasa gerah gue.” Keluhnya kemudian.
Setelah pemanasan yang baru saja selesai, di pimpin oleh salah satu perwakilan kelas dua belas, mereka di bubarkan untuk berolahraga sendiri.
Sedikit yang Kinara tahu dari Gale tadi, bahwa akan ada rapat tahunan membahas RPS yang akan di lakukan oleh guru. Maka dari itu, mungkin saja setelah ini mereka akan di pulangkan pagi.
“Ga ikut main bola kasti kalian?” tanya Kinara, memperhatikan Gale dan Eja yang kini justru duduk di sebelah kanan kiri nya.
“Ini ngusir?” tanya Eja sinis.
Kinara tertawa kecil, “Enggak biasa aja. Kan biasanya ini mata pelajaran kesukaan lo, Ja.” jawab Kinara melakukan pembelaan.
Eja menggaruk telinga nya yang tidak gatal. “Ya ga salah sih, tapi emang kenapa coba kalo gue mau disini? Lagian ga ada kewajiban buat ikut kok. Udah di bebasin juga, mau ngapain.” Jelas Eja kemudian.
“Ikut aja sono, tanding tuh sama kelas dua belas.” Ucap Gale menimbrung. “Kalahin kak Nabil, kalo lo bisa.” Sambungnya lagi, memanas manasi suasana.
Eja bergidik ngeri, “Enggak ah, lo kira gue seberani itu? Kena lemparan bola nya kak Nabil, bisa bolong badan gue.” Jawab Eja cepat. “Lagian gue mau nemenin Kinara aja, lo akhir akhir ini ga pernah keliatan sehat ya Ra? Lo sakit apasih? Mana jalan nya pincang mulu lagi.”
Kinara mengalihkan perhatian, “Kalian bareng mulu sama gue, ga bosen? Anak anak kelas lain selalu ngatain kalian selir gue tau.”
Gale tertawa kecil. Dia sudah tau banyak desas desus menyebar tentang cinta segitiga antara dirinya, Kinara, dan Eja. Gale diam, bukan berarti ia tidak mengerti.
“AWAS BOLA!!”
Teriak seseorang dari kejauhan, memperingatkan bola kasti yang tengah terbang ke arah Kinara, Eja, dan Gale.
Dengan sigap Eja dan Gale berdiri di depan Kinara guna memblokir datang nya bola yang mungkin akan mengenai bagian atas badan Kinara yang kini tengah terduduk.
“LO YANG BENER AJA ANJING?! MUKUL BOLA KE ARAH MANA BANGSAT!!” teriak Nabil dari kejauhan, memarahi salah satu teman sekelasnya yang baru saja memukul bola ke arah Kinara dengan tongkat kasti.
“Bil, Bil, udah Bil.” Cegah Farhan begitu melihat Nabil berjalan emosi ke arah teman sekelasnya yang berbuat masalah itu. “Kinara, Bil. Mending lo ke Kinara aja. Gue liat tadi cuma kena kaki dia, tapi kenapa anaknya pingsan sekarang???” Sambung Farhan lagi, kebingungan.
Nabil menoleh ke arah Kinara berada seusai ia mendengar penuturan dari Farhan. Benar yang di katakan oleh Farhan, tampak banyak murid lainnya yang ikut mengerubungi tempat dimana duduk tadi.
Dengan cepat Nabil berlari ke sana di susul oleh Farhan yang berlari di belakangnya. Segera setelah itu, Farhan langsung mengusir gerombolan siswa lain yang ikut mengerubungi dan menyuruh mereka untuk segera kembali ke kelas.
Farhan tahu selain supaya pasokan udara yang di hirup bisa lebih banyak, Nabil juga tidak suka kalau dirinya menjadi pusat perhatian karena bingung dengan keadaan adiknya.
Nabil menghampiri Gale yang memegang bagian tubuh atas, sembari menepuk-nepuk pelan pipi Kinara.
“Eja, lo ke kelas Arsha aja sekarang. Ambil kunci mobil dia!!” Ucap Nabil dengan suara keras kepada Eja yang masih berdiri dengan setia di samping Gale.
“Loh, ga di bawa ke UKS aja dulu kak?” tanya Eja kebingungan.
“UKS ga buka Ja.” Farhan yang menjawab. “Habis ini kan mau ada rapat RPS, paling cuma ada guru piket doang harus nya. Si Nabil naik motor juga kesini.” Jelasnya lagi.
Eja mengerti, dan langsung pergi dengan cepat menuju kelas Nabil yang lumayan dekat dengan lapangan olahraga.
“Pake mobil gue aja kah kak?” Tanya Gale memberi usul.
Nabil menggeleng, “Paling deket kelas nya Arsha dari sini. Butuh waktu lama kalo mau ke kelas lo ambil kunci.” jelas Nabil. “Ra, Kinara?? Anjing lo kenapa bangsat??” Panggil Nabil lagi pada Kinara yang masih tidak sadar.
Nabil tersadar akan sesuatu, dan kemudian mulai melirik ke arah kaki Kinara yang masih tertutup oleh celana olahraga.
“Lo bilang bola nya tadi kena kaki Kinara kan Han? Kaki sebelah mana?” tanya Nabil kemudian, hendak memastikan.
Farhan menggeleng, “Gue ga tau kena kaki sebelah mana Bil, soalnya gue juga ga begitu keliatan. Hal yang pasti gue liat, waktu terbang ke arah adek lo, si Eja sama Gale ini berdiri buat ngehalangin bola nya. Tapi bola nya justru mendarat ke bawah, makanya gue bisa asumsikan kalo bola nya kena kaki Kinara.” Sambungnya lagi, panjang lebar.
“Kena kaki sebelah kanan nya kak.” Jawab Gale kemudian. “Gue liat tadi, bola nya kena kaki sebelah kanan nya Kinara.”
Segera setelah mendengar penuturan Gale, Nabil menggulung celana sebelah kanan Kinara untuk memastikan. Celana olahraga Kinara cukup longgar, sehingga Nabil cukup mudah untuk mengangkat nya ke atas.
Farhan menutup mulut nya rapat rapat, begitu juga dengan Gale yang kini terdiam dan menghentikan tepukan tangannya di pipi Kinara. Mereka berdua terkejut.
“Itu... Itu bengkak Bil?” Tanya Farhan tidak percaya, melihat lutut sebelah kanan Kinara membengkak sebesar kepalan tangan.
Wajar bila Gale yang juga teman sekelas Kinara kaget, karena Gale juga tidak melihat ada hal yang aneh kecuali cara berjalan Kinara yang tidak normal beberapa hari ini. Rok panjang Kinara mampu menutupi segala nya, dan membuat semua orang tertipu akan hal itu, termasuk Nabil.
Nabil menyentuh area kaki Kinara yang kini membengkak, dan kemerahan dengan takut. Area yang bengkak itu cukup hangat, jika di bandingkan dengan bagian kulit yang lain. Perbedaan yang kontras, melihat tangan Kinara yang Nabil pegang sedari tadi mengeluarkan keringat dingin.
Arsha dan Eja berlari dengan tergesa-gesa, menghampiri dimana tempat keempatnya berada.
Begitu Eja datang dengan terburu-buru ke kelas Arsha, Arsha langsung membawa semua barang nya untuk segera mengikuti Eja ke arah lapangan olahraga tanpa bertanya dan menunggu alasan Eja datang menghampirinya. Arsha sudah menduga bahwa ada hal aneh yang terjadi, sejak teman Kinara dengan berkaos olahraga datang jauh jauh ke kelas nya.
“Kinara kenapa kak?!” Tanya Arsha bingung sesampainya di sana, dengan terengah-engah. Pandangan Arsha beralih pada lutut kanan Kinara yang kini tengah di usap lembut oleh Nabil. “KAKI KINARA KENAPA BANGSAT?!! ITU.... ITU GUE GA SALAH LIAT, KENAPA KAKI KINARA BENGKAK SEGITU GEDE NYA??” tanya Arsha ikut heboh, melihat lutut Kinara.
Dengan sigap, Nabil berdiri dan langsung menggendong Kinara untuk berjalan lebih dulu menuju tempat parkir sekolah.
“Eja, lo balik ke kelas terus gue minta tolong beresin semua barang Kinara. Lo bawa aja dulu tas dia, untuk sekarang. Hape dia ada di saku jaket bulu, yang gue ga tau ini punya siapa.” ucap Nabil pada Eja.
Eja menganggukkan kepala mengerti. “Itu jaket gue kak, bawa aja dulu buat Kinara.”
“Buat lo Gale, gue minta tolong buat kabarin Arzhan kalau gue sama Arsha cabut duluan dan kasih tau dia kalau Kinara lagi sakit. Jadi mungkin gue bakalan bawa Kinara ke instansi kesehatan deket sini.” Kata Nabil lagi, membagi tugas pada Gale.
“Dan buat lo, Han-”
“Udah lo buruan ke parkiran, tas sama motor lo biar gue aja yang ngurus.” Potong Farhan cepat, tidak tega melihat Nabil terus berbicara sedangkan Nabil sendiri juga kesulitan menggendong Kinara yang masih tidak sadarkan diri.
Arsha sendiri sudah berlari lebih dulu ke arah parkiran, sembari menghubungi orang rumah guna memberi tahu keadaan Kinara saat ini.
Nabil berhenti sejenak, dan menatap Farhan dalam diam. “Makasih Han, gue percaya sama lo.”
Farhan mengangguk, “Iya Bil, gue juga percaya sama kemampuan lo sebagai kakak. Gue harap Kinara ga kenapa-napa, dan lo hati-hati buat berkendara habis ini sama Arsha.”