Nada meletakan banyak barang yang sudah dirinya beli dengan Anan dan Adelio untuk kepentingan pendakian nanti.
Iya, Adelio juga turut serta di pendakian kali ini, dan akan menjadi pemandu dengan Jerome nanti sesampainya di Semeru.
“Istirahat sayang, besok kita berangkat pagi.” Ujar Anan melihat Nada masih sigap memasukkan barang barang yang akan ia bawa.
Nada tersenyum, “habis ini Anan, aku mau masukin jaket mantel aku di tas.” Jawab Nada dan beranjak untuk mengambil jaketnya di dalam kamar.
Total yang ikut pada pendakian kali ini adalah lima belas orang. Kesepuluh saudara Nada, Nada sendiri, kemudian Anan, Adelio, Hansa, dan Jisel.
Jisel sudah menyiapkan semua barang nya bersama Hansa dan Hermas tadi. Saat ini anaknya tengah pergi lagi keluar dengan Hermas, gatau kemana.
Sedangkan Hansa tidur dan berbagi kamar bersama Haikal. Untuk Adelio dan Anan nanti, mungkin akan tidur bersama Jerome dan Hermas.
Nada kembali dari kamarnya lantai atas, menghampiri Anan dan Adelio yang masih sibuk mendata barang apa saja yang kurang dan perlu di bawa pada pendakian kali ini.
“Kok di masukin tas Nad?” tanya Adelio menghentikan pergerakan Nada untuk memasukkan jaket nya ke dalam tas.
“Lah, terus kalo ga gue masukin tas mau di taroh dimana?” tanya Nada balik, bingung.
“Pake aja Nad buat berangkat besok, di Semeru dingin banget. Kalau orang yang metabolisme tubuhnya lemah kaya lo, pasti bakalan kena hipotermia nanti.” Sahut Delvin keluar dari kamarnya. “Bahkan kayanya lo harus pake jaket double deh.”
Delvin bahkan meminta izin untuk berlibur lima hari demi mewujudkan keinginan adiknya untuk mendaki gunung Semeru.
“Masa gue harus pake double? Nanti kalo gue gerah gimana??” Tanya Nada tidak percaya.
“Jaga jaga Nada, kita harus meminimalisir hal buruk yang akan terjadi. Apalagi kak Delvin dokter, dia paling tahu tentang kesehatan kamu kan?” Tanya Adelio balik, mendukung pernyataan Delvin.
“Ambil satu lagi jaketnya sayang, pakai jaket double atau kita sama sekali gak berangkat.” Ancam Anan kemudian.
Nada menghentakkan kakinya kesal, kemudian dirinya beranjak untuk kembali ke kamar mengambil jaket yang lain.
“Gausah panggil sayang ke Nada di depan gue.” Ujar Delvin sinis ke Anan. “Gue geli.” Sambung nya dan berlalu dari sana.
Perjalanan dari rumah di mulai dari jam empat pagi. Serius rasanya nyawa Nada belum kumpul waktu Jisel membangunkan dirinya dengan brutal sebelum masuk ke kamar mandi.
Adelio menyarankan untuk pergi jam empat pagi karena selain menghindari macet, juga meminimalisir waktu yang akan di tempuh di Semeru nanti.
Gunung Semeru yang letaknya secara administratif berada di antara Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang, dengan ketinggian sekitar 3.676 mdpl (meter di atas permukaan laut) menjadikan gunung tersebut sebagai puncak gunung tertinggi yang ada di Pulau Jawa.
Kali ini Nada berada di dalam mobil yang sama dengan Anan, Yudha, Jeffery, Delvin, Jonathan, dan Haikal. Kadang Nada bingung, kenapa yang modelan nya manusia penuh emosi seperti mereka kecuali Anan harus berkumpul dengan dirinya gitu loh.
“Buset jaket lo double Nad?” Tanya Haikal menyadari tumpukan jaket yang kini tengah Nada gunakan.
Nada menganggukkan kepalanya malas, mengingat tadi Delvin dan Anan memaksa nya untuk memakai dua jaket sekaligus. “Iya, di Semeru dingin banget katanya.”
Yudha menganggukkan kepalanya mengerti, “Iya sih. Kalau orang yang metabolisme tubuhnya lemah kaya lo, pasti bakalan kena hipotermia nanti.” Ucapnya kemudian, mengingatkan Nada pada kalimat Delvin semalam.
Titik pertama di tempuh kurang lebih hanya satu setengah jam menggunakan kendaraan pribadi ke pasar Tumpang. Sedikit informasi dari Adelio kemarin, bagi Nada dan yang lainnya yang berencana mendaki Gunung Semeru, untuk terlebih dahulu melakukan reservasi dan menyiapkan surat keterangan sehat.
Jerome yang tadi tidak berada satu mobil dengan Nada, langsung menghampiri Nada begitu dirinya keluar dari mobil.
“Baju kamu ga berat dek?” Tanya Jerome melihat Nada mengenakan dua jaket sekaligus.
“Iya, di Semeru dingin banget katanya.”
Jerome tersenyum kecil, “Ah iya bener. Kalau orang yang metabolisme tubuhnya lemah kaya kamu, pasti bakalan ada kemungkinan kena hipotermia nanti.” Ujar Jerome setuju, dan menepuk kepala Nada pelan.
Nada kesel banget, udah berapa kali dirinya denger kata lemah, dan hipotermia dari kemaren? Emang itu kalimat slogan buat Semeru ya?
Jisel yang baru tiba dengan rombongan mobil Hermas juga ikut menghampiri Nada yang terduduk di kursi kayu titik pasar tumpang. Jisel menatap bingung Nada yang lebih diam dari biasanya.
Nada yang seolah mengerti tatapan Jisel, “Iya gue pake jaket double, soalnya disini dingin banget. Kalau orang yang metabolisme tubuhnya lemah kaya gue, pasti bakalan kena hipotermia nanti.” Ujarnya jengkel.
“Yaudah sih, ngapa sewot banget coba.”
Selepas menunggu semua sudah berkumpul, dengan formasi Candra yang datang paling akhir, kemudian rombongan mereka bergegas untuk langsung menuju ke basecamp Ranupani untuk cek kesiapan dan melakukan briefing dengan menggunakan jeep.
Nah di basecamp Ranupani rombongan Nada diberikan briefing untuk melaksanakan dan mematuhi hal hal apa saja yang di perbolehkan, atau hal lain yang di larang keras untuk di lakukan. Peraturan yang di beritahukan tadi itu salah satu bentuk contoh suatu upaya untuk menjaga kelestarian alam dan juga menghormati masyarakat adat yang berada di sana ya gaes.
Setelah selesai melakukan briefing, Adelio menghimbau yang lainnya untuk melakukan crosscheck pada barang bawaan sebelum benar benar melakukan pendakian yang sebenarnya.
Setelah di rasa cukup, kemudian pukul tujuh pagi rombongan Nada berangkat dari basecamp Ranupani untuk melakukan pendakian.
Formasi hari ini di isi oleh Adelio di depan sebagai penunjuk jalan, kemudian di lanjutkan dengan Tiyo dan Yudha yang berada di belakangnya. Jisel dan Hermas, Hansa, Nada sendiri, dan Anan juga yang berada di belakang Nada. Kemudian Jerome yang berada di belakang Anan, di temani oleh Haikal dan Candra. Delvin, Arwena, Jeffery, dan Jonathan sebagai penutup formasi.
Sebenernya Jeffery tadi udah agak gak rela karena yang berada di depan Nada adalah Hansa. Kemudian Yudha juga sama begitu mengetahui yang berada di belakang Nada adalah Anan. Tapi berkat teguran yang datang dari Candra, keduanya hanya bisa pasrah dengan keputusan yang sudah di buat.
Dari informasi yang di berikan oleh Adelio tadi, rasanya Nada udah mau nangis aja. Soalnya untuk sampai ke titik pertama mereka bermalam di Ranu Kumbolo tuh harus melewati empat titik pos yang jarak waktunya kurang lebih enam jam.
“Belom mulai Nad, jangan ngeluh dulu.” Ingat Jisel yang bersemangat.
“Siapa yang kemaren sombong bener ngajakin ke sini? Nih liat sekarang udah ngeluh.” Cibir Delvin sinis.
“Gapapa kok dek, jarak tempuh waktu yang di sebutin Adelio tadi tuh nggak bisa dijadiin tolak ukur. Kan itu tergantung dari intensitas padatnya jalur dan terus stamina yang dimiliki oleh setiap orang di dalam suatu rombongan. Kita disini kuat semua, pasti bisa sampai lebih cepat.” Ujar Arwena panjang lebar, menenangkan kegundahan hati Nada.
Setelah menempuh menuju titik utama peristirahatan kurang lebih lima jam, beneran selama itu sampe Nada tadi udah mau pingsan. Rombongan mereka sampai juga di Ranu Kumbolo.
Rasa lelah yang dirasakan Nada dan yang lainnya setelah menempuh perjalanan panjang, seketika hilang karena melihat pemandangan indah yang disuguhkan Ranu Kumbolo yang dapat terlihat dari tepi danau.
Di Ranu Kumbolo sendiri ternyata sudah banyak sekali tenda berdiri yang bisa Nada lihat. Belom lagi, ternyata tenda lain yang lebih banyak ada di dekat tanjakan cinta disisi satunya lagi.
Hawa dingin langsung terasa menusuk hingga ke tulang. Nada beruntung dia dengerin ucapan Delvin untuk pakai dua jaket sekaligus. Kalau enggak, udah lah dia gatau mau gimana lagi.
Beberapa yang lainnya langsung mendirikan tenda. Nada ga ikut membantu, dia tau diri dikit lah ya. Walaupun dia mantan anak pramuka, tetap aja dia ga selihai Anan dan Haikal, atau kaya Adelio yang udah khatam tentang membangun tenda. Nada justru khawatir malah jadi perusuh karena dia ga tahu apa-apa tentang tenda.
Nada duduk dan memandang danau di depannya dengan takjub. Banyak hal indah yang di ciptakan oleh Tuhan, dan ini hanyalah salah satunya, dan Nada sudah cukup terkesima dengan hal itu.
Delvin menghampiri Nada yang masih memandang matahari tenggelam dan danau yang ada di depannya. “Laper dek?” Tanya Delvin kemudian.
Nada tersenyum, menyambut kedatangan Delvin. “Enggak begitu kak, cuma capek dikit aja kaki gue.” Jawab Nada jujur.
Delvin mengerti, dan mengambil kaki Nada untuk dirinya pijat.
Nada terkejut dengan perlakuan Delvin, “eh kenapa kak? Jangan ih, lo kan juga cape tadi bawa tas carrier.” Ujar Nada menolak, dan berusaha menjauhkan kakinya dari jangkauan tangan Delvin.
“Secapek nya gue, rasa sayang gue ke lo bisa mengatasi hal itu. Gue ga suka liat lo sakit atau merasa ga nyaman Nad, sebisa mungkin apapun yang bisa gue lakukan buat comfort lo, bakalan gue lakuin.” Ucap Delvin menghangatkan hati Nada.
Nada memeluk lengan Delvin dari samping, “lo ga perlu sampe segitunya kak. Dengan lo ada disini, nemenin gue ketika lagi capek itu lebih dari cukup kok.” Kata Nada kemudian, membuat seulas senyum tulus muncul dari wajah Delvin.
Delvin mendengus geli, “Gue kira dulu punya adek lagi bakalan ngerepotin, ngeliat tingkah laku Haikal sama Hermas yang bikin kepala gue pusing, eh malah ketambahan lo yang tingkahnya jauh lebih parah dari mereka berdua.” Ujar Delvin kemudian, “tapi gue rasa, hal kaya gini justru bikin gue tambah hidup Nad. Makasih udah jadi adek gue. Baik dulu, sekarang atau pun nanti. Makasih Nad, gue sayang lo.”