JC Halcyon

Dengan tergesa-gesa Haikal memasukkan password apartemen Adelio yang sudah sangat ia hafal di luar kepala.

“Del? Kebiasaan banget deh lo bikin gue penasaran.” keluh Haikal dengan keras, dan mengitari seluruh penjuru mencari Adelio, sebelum dirinya menemukan si pemilik apartemen memang duduk di dalam kamar tamu.

Adelio tidak menjawab keluhan Haikal, dan masih berfokus penuh pada laptopnya. “Nama lengkapnya Keira siapa Kal?” tanya Adelio kemudian.

Haikal menaikan satu alisnya penasaran, “Keira Abigail, kan?”

“Keira Amira Abigail.”

“Hah?”

“Itu nama lengkap dia. Menurut lo, kenapa yang ada di catatan mahasiswa cuma Keira Abigail nya doang? Amira nya kemana?”

Haikal menggelengkan kepalanya tidak mengerti. Emang kurang ajar ni Adelio, dia baru sampe udah di suruh berfikir keras. “Jujur jujuran aja deh, gue ga ngerti maksud lo.” ujar Haikal kemudian.

“Kal, identitas Keira itu cuma setengah. Identitas penuh dia ya Keira Amira Abigail.” Ucap Adelio sembari memperlihatkan biodata lengkap dari Keira yang sudah terpampang jelas di layar laptopnya.

Haikal melotot sebelum dirinya ikut menyerobot laptop Adelio untuk melihat informasi itu lebih lanjut. “Buset, lo dapet kaya ginian gimana nyari nya dah Del?” puji Haikal kagum.

Adelio memutar bola matanya malas, sulit sekali untuk memaksa Haikal fokus dalam satu kondisi.

“Coba lo liat kewarganegaraan nya.” titah Adelio kemudian.

Haikal menurut, dan mulai menggulirkan layar ke bawah guna mencari bio kewarganegaraan dari identitas Keira. “MALAYSIAN?! WHAT THE FUCK!!

“Jadi ternyata identitas Keira tuh ada dua Kal, yang Keira Abigail kewarganegaraan nya Indonesia. Sedangkan Keira Amira Abigail, kewarganegaraan nya Malaysia. Gue juga udah cek informasi tentang keluarga nya yang lain.” lanjut Adelio kemudian. “Lo tau nggak kalo iparnya Keira itu Dekan SI?”

Haikal menggelengkan kepalanya cepat, “Kalo Dekan SI mah nanya si Hermas, gue kan HI anjir.”

“Ya intinya itu lah, jadi iparnya Keira tuh Dekan SI. Dia nikah sama kakak Keira yang pertama, jadi kakak Keira yang pertama juga pindah kewarganegaraan.” jelas Adelio kemudian.

“Del, semua saudara Keira tuh kuliah dan sekolah disini. Ya artinya mereka semua sekarang warga negara Indonesia.” kata Haikal kemudian, teringat pada Keenan dan Adit.

Adelio mengangguk, “berarti bisa di konfirmasi kan, kalau memang identitas Keira tuh ada dua. Dan keduanya juga valid.”

“Betul, terus maksud semua ini apaan? Cuma beda nama dikit Del, siapa tau memang di ubah supaya ga menuh menuhin ijazah.” ucap Haikal sembari berkelakar.

Adelio menggeleng, “gue tadinya juga mikir gitu Kal, paling namanya di ubah dikit karena emang pengen suasana baru atau alasan lainnya. Tapi lo harus tau yang satu ini.” sambung Adelio lagi, dan menyodorkan sebuah laman website yang tampilannya mirip dengan website formal lainnya.

“Ini apaan?”

“Ini website Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Malaysia.” jelas Adelio.

Haikal menahan nafas sembari membaca berbagai informasi yang tertulis disana. “Demi apa?? Del, ini beneran kan?” kata Haikal terbata begitu membaca rentetan kalimat yang tertera.

Adelio mengangguk perlahan, “Iya Kal, apa yang lo liat itu bener. Dan ga mungkin ada kesalahan dalam pencatatan karena semuanya di lakukan di hari yang sama usai kejadian.”

“Jadi?”

Adelio menghela nafasnya berat, “Identitas yang bernama Keira Amira Abigail dan udah tercatat meninggal sejak tahun 2016.”

Keira membuka pintu dengan perlahan, meminimalisir suara yang mungkin saja akan muncul jika dirinya bertindak gegabah.

Seperti yang dirinya duga, mas Bima akan meninggalkan kewajiban membersihkan kamar belakang sepenuhnya pada bi Iyem, dan lebih memilih untuk berduaan dengan mbak Tiara. Level bucin sudah tingkat akut, ga akan tertolong lagi gimanapun caranya.

Bi Iyem sendiri sudah selesai melaksanakan tugasnya, dan kembali ke dapur untuk memasak makan malam. Meninggalkan kunci kamar yang memang masih menggantung pada daun pintu, untuk di ambil oleh mas Bima nanti.

“Gua kunci sekalian apa ya dari dalem? Ngeri banget gue kalo abis ini mas Bima dateng terus langsung kunci pintunya.” gumam Keira sembari menimang kunci kamar yang ada di genggaman nya.

Akhirnya dengan tekad yang matang, Keira memilih untuk membawa kunci itu dan mengunci pintu dari dalam.

Keira mengernyit karena suasana kamar saat ini sangat gelap, dengan tergesa dirinya meraba raba sekitar dinding guna mencari saklar.

“Ketemu!”

Keira menatap keadaan sekitarnya dengan awas. Dirinya cukup terkejut, karena kamar yang ia kira hanyalah sebuah gudang merupakan kamar yang selayaknya di gunakan tempat untuk tidur.

Ada kasur, ada meja rias, ada lemari. Keira tidak tahu, apakah memang ada kamar seperti ini di rumah mereka??

“Gue, gue gatau ini kamar siapa... Ini kamar siapa anjir?”

Keira memutari kamar itu, mencoba mencari celah agar dirinya tahu, apa maksud dari semua ini.

Kemudian Keira berhenti pada salah satu pigura yang berada di atas meja nakas samping kasur.

Keira ga tau, di seluruh sudut rumah ga pernah ia temui barang sekalipun di kamarnya pigura foto. Tapi kok bisa bisanya disini ada satu pigura foto?

Dirinya melihat dengan serius, siapa wanita yang berada di dalam pigura itu karena dirinya memang tidak mengenalinya. Kemudian Keira memutar pigura, dan melihat bagian belakang pigura itu.

Tepat seperti dugaannya, memang terdapat tulisan pemiliki foto yang berada di dalam pigura. Tetapi yang kian aneh, kini membuat Keira makin pusing dengan hal yang tengah terjadi adalah pigura itu tertuliskan nama lengkap, yang sangat ia kenali. Keira A. Abigail.

Jisel ga bohong kalau habis dirinya dan Keira menghadap Pak Ridho, ia ingin bertemu dengan Mita. Beneran di labrak lah, gila aja enggak.

Tapi yang tadi katanya mau di buat babak belur masih belum ada pergerakan nya. Keduanya masih adu bacot, dan Keira hanya berada di sana diam menyaksikan keduanya di barengi oleh banyak mahasiswa lain yang juga ikut penasaran dengan apa yang terjadi.

“Masalah lo sama gue apaan gue tanya ha? Lo kalau mau bersaing masalah nilai, pake cara yang sehat dong. Murahan banget pake segala ga cantumin nama gue di essay.” kata Jisel menggebu gebu.

Keadaan semakin panas, begitu Keira melihat Haikal dan kawan-kawan berlari menghampiri dirinya untuk turut ikut menonton perkelahian yang tengah terjadi.

“Udah lama Kei?” tanya Dinan di sampingnya antusias.

Keira memutar bola matanya malas, udah berasa kaya nontonin adu ayam jago gini.

“Gacoan gue Jisel, pasti menang! Abis sama Hermas aja dia berani, gimana sama yang lain.” sahut Hengky tak kalah senang.

Hermas dan Anan ikut memasuki gedung. Dapat Keira lihat dari sudut matanya, Mita melihat Hermas dengan pandangan memuja.

'Wah tau gue nih, pasti ga cuma masalah nilai doang. Si Mita pasti juga demen sama si Hermas.'

“Yaudah lah gitu doang, ngapain di gede gedein sih? Caper ya lo.” jawab Mita kemudian, setelah terdiam lama.

Jisel sudah bersiap untuk berlari menerjang Mita dan mencakar wajahnya, sebelum Hermas tepat berada di belakangnya dan mengangkat tubuhnya ke atas untuk menjauhkan Mita dari jangkauan Jisel.

“Gausah jadi reog.” kata Hermas singkat.

Semua yang disana diam, Haikal yang tadinya cengengesan nonton orang berantem, begitu ngeliat saudara kembarnya sampe mau turun tangan ikut bingung. Ini sebenernya Hermas sama Jisel beneran udah officialkah?

Keira mengulum senyum, tadinya dia fikir mungkin ini cinta segitiga. Tapi melihat kesigapan Hermas dalam meng-handle kemarahan Jisel, dapat dirinya simpulkan kalau disini sebenarnya Jisel menang telak.

Seru banget dah masa remaja nya, bisa liat hal hal kaya gini yang sebelumnya belom pernah dia rasain. Mahasiswa yang lain berangsur-angsur bubar setelah mendengar teguran dari Adelio dan Ren yang memang lebih sigap dari teman temannya yang lain, yang lebih bahagia melihat keributan.

Hermas memegang pundak Jisel, dan mengajaknya untuk ikut pergi dari sana. Tepat sebelum Mita yang melemparkan iPad yang sedari tadi di genggamnya ke arah Jisel dan Hermas.

Ya anggap aja Keira goblok, justru dirinya yang sok sokan maju dan berusaha menangkap iPad tersebut sebelum mengenai Jisel dan Hermas. Sayangnya aksi heroik nya itu, justru meleset dan iPad tetap melesat mengenai kepalanya.

“GILA YA LO!!” teriak Anan dan berlari menghampirinya yang sudah jatuh terduduk.

Keira tidak menyangka, kalau benda pipih itu akan sangat menyakitkan ketika terkena kepalanya. Udah lah, gausah lagi dia sok sokan mau jadi pahlawan kesiangan gini. Jadinya malah kena sial nya juga kan dia.

“Kei, gapapa??” tanya Hansa dan ikut memegang tangan Keira yang tengah memegang kepalanya sendiri.

“Udah, bawa ke UKK dulu ayo!” kata Haikal ikut menimbrung.

Dan saat kalimat nya berakhir, pandangan Keira menghitam. Keira mendengar orang-orang berteriak kaget memanggil namanya. Keira juga merasakan tubuhnya di angkat dalam sebuah gendongan yang terasa hangat. Sampai dirinya benar-benar kehilangan kesadarannya.


“Gila sampe biru gitu dahi nya.” kata Haikal sembari menunggu Keira untuk sadar di ruang UKK.

Jadi setelah Keira pingsan tadi, dengan sigap Hansa langsung gendong anaknya untuk di bawa ke UKK. UKK nih kepanjangan dari Unit Kesehatan Kampus, ya intinya mirip-mirip dikit lah sama UKS.

Buat Mita, gatau deh kayanya sekilas yang Haikal lihat, Jisel langsung gebukin anaknya. Haikal bergidik merinding, Jisel udah mirip banget sama Ronda Rousey. Ga akan kayanya dia coba jailin Jisel, kalau masih pengen badan nya utuh.

“Kepala gue pusing banget anjing.” kata Keira lemas, mengagetkan keduanya dan mencoba duduk dari ranjang UKK. “Kasih minum gue dong buset, haus banget udah kaya lagi dehidrasi nih.” keluhnya lagi, dan meminta segelas air putih yang berada di samping Haikal.

“Duh, lagian lo tuh ada ada aja anjing. Kenapa sih pake loncat mau nangkep iPad nya segala?? Untung aja kepala lo ga bocor.” sanggah Haikal cerewet, makin membuat Keira pening mendengarkan nya.

“Aduh, lo kalo ngomong terus mending keluar aja deh.” sela Keira cepat, “pusing gue denger ocehan lo.” sambungnya lagi.

“Masih sakit yang ini?” tanya Hansa dan menyentuh lembut dahi Keira yang memar.

“Perih, dikit. Tapi kepala gue masih ngilu asli.” ujar Keira jujur.

“Gapapa, ntar minum parasetamol.” jawab Hansa, menenangkan. “ Btw, lo sebelum nya udah pernah cedera kepala kah? Sorry gue ga sopan, tadi gue liat ada bekas jahitan di kepala lo bagian tengah.” sambungnya lagi membuat Keira terdiam.

Haikal yang ada di sana juga terdiam, memasang telinganya lebar lebar untuk mendengarkan apa jawaban yang akan keluar dari mulut Keira.

“Gatau sih, kata keluarga gue, gue dulu pernah kecelakaan dan buat ingatan gue hilang setengahnya. Jadi setelah kecelakaan kali itu, gue hanya ingat kehidupan gue yang lagi berjalan sekarang. Ingatan yang sebelumnya ga ada, ilang semua.” jawab Keira setelah terdiam lama.

“Lo ga pernah coba buat kembaliin ingatan lo di masa lalu kah?” tanya Haikal pelan, dan mencari tatapan Keira.

Keira menoleh dengan heran ke arah Haikal, “maksud lo?”

“Lo apa gamau cari tau ingatan masa lalu lo gimana?”

Anan mengatur bantal yang berada di kamar tamu rumah Kayla. Ni anak tadi kaga balesin chatnya Kayla, dan langsung ke rumah Kayla tanpa kabar-kabar juga. Untung aja anaknya di rumah, kalau enggak gimana?

“Nan, kenapa?” tanya Kayla di depan pintu, melihat suasana hati Anan yang tengah tidak baik.

“Ga ada.” jawab Anan singkat.

“Mau makan?” tanya Kayla lagi masih belum menyerah.

“Nanti aja Kay, tinggal aja dah tidur sana.” sambungnya dengan dalih ingin menyendiri terlebih dahulu.

“Yaudah, kalau mau makan nanti panasin dulu ya sayurnya. Gue tinggal.” ujar Kayla kemudian, menyerah.

Anan menatap punggung Kayla sebentar, sebelum akhirnya Kayla menutup pintu kamar dan berlalu pergi.

Kalau bisa di bilang saat ini dirinya merasa bersalah, jujur aja iya. Dia ga terbiasa mencampakan ujaran orang lain apalagi ini Kayla, sepupu dia sendiri yang beneran deket sama dia.

Tapi kondisi hati dia saat ini beneran lagi kacau, dan dia butuh waktu sendiri untuk merenungi semuanya.

Ingatannya kembali pada percakapannya dengan Adelio dan Haikal yang menyinggung bahwa ada kemungkinan Keira itu Nada.


Jadi setelah Haikal sempat chat Anan, kalau saat ini Haikal udah berubah haluan dan memberi dirinya sendiri harapan.

Haikal cerita ke Anan, kalau dia saat ini lagi menyelidiki asal usul Keira. Ga ngerti lagi, yang lain mah menyelidiki kasus kriminal, atau mungkin sejarah. Eh ini malah menyelidiki identitas seseorang.

Haikal cerita ke Anan, kalau pendirian dia sempat goyah karena Haikal tau kalau Keira ga punya masa lalu yang pasti.

Haikal cerita, kalau Keira kasih tau dia, selama ini Keira hanya hidup bergantung dengan ingatan nya saat berumur tujuh belas tahun, hingga sekarang.

Belum lagi Haikal juga membeberkan konspirasi dia, kalau memang selama ini Keira tinggal di Malang bersama mereka, segede gedenya Malang, kok bisa mereka ga pernah ketemu satu kali pun walaupun itu cuma sepintas.

Padahal kalau di lihat dari daerah dimana tempat Keira tinggal, jaraknya ga terlu jauh dengan tempat tinggal mereka semua. Kebetulan yang seharusnya terjadi, malah ga terjadi, dan itu adalah hal yang bikin aneh.

“Gue serius kali ini Nan, gue ga mau goyah lagi. Gue ada bareng Adelio, bahkan gue belom sempet ceritain ini ke Hermas loh.”

“Justru lo yang belum ceritain hal ini ke Hermas, itu yang bikin gue curiga. Maksud sebenarnya lo ngelakuin hal ini tuh apa?” sahut Anan cepat balik bertanya.

Haikal mengerutkan keningnya bingung. “Maksud gue ya karena gue pengen cari tau, Keira itu beneran Keira, atau sebenernya Nada.”

Anan menghela nafas nya lelah. “Dari awal gue tuh udah paling cape dengan segala kerandoman lo Kal. Lo yang pertama kali bilang jangan menaruh harapan, terus tiba-tiba lo bilang ada kemungkinan. Tapi kemudian lo balik menyangkal lagi, dan sekarang lo naruh harapan lagi? Gue ga paham dengan segala tindakan impusif lo, sampai kali ini nyeret Adelio juga ke dalamnya. Kal, sebelum lo melakukan ini semua, ada baiknya lo renungi lebih dalam dulu, apa sih yang sebenernya mau lo lakuin? Apa semata mata karena lo rasa ini penting bagi lo? Atau gimana?”

Haikal terdiam, Adelio yang berada di belakangnya juga terdiam. “Tapi Nan, setidaknya gue mau mencoba. Harapan gue besar karena banyak hal janggal di Keira. Kalau sedari awal Keira ga memiliki kejanggalan apapun, gue ga mungkin bertindak implusif kaya gini. Lo gamau sekali ini aja percaya gue lagi?”

Anan berbalik badan dan meninggalkan keduanya untuk kembali ke tempat sahabatnya yang lain menunggu.


“Gue bukannya ga mau percaya Kal. Gue cuma takut akan hasilnya nanti.” ucap Anan bermonolog setelah sedari tadi hanya terdiam memikirkan kembali percakapan mereka tadi.

“Ada perbedaan antara lupa, dan nggak ingat sama seperti yang lo teorikan. Dan keduanya jelas-jelas beda. Tidak ingat berarti kondisi dimana lo gak sempat mengkode hasil presepsi, sehingga ga ada jejak-jejak yang tersimpan di ingatan. Jika memang Keira itu Nada, artinya dia seseorang yang pernah mengingat di masa lalu, dan di kemudian hari dia tidak bisa memunculkan apa yang pernah di ingatnya, kecuali dengan beberapa presepsi yang mungkin bisa memancing ingatan dia lagi.”

“Tapi dari sekian banyaknya presepsi yang muncul di hadapan Keira yang lo fikir adalah Nada, ada lo sendiri sebagai saudara tirinya, belum lagi Hermas, dan anak anak yang lain, yang punya kenangan dengan Nada. Dan juga gue. Kenapa dari banyaknya presepsi itu, Kiera ga mengingat kenangan kita semua satu pun? Jawabannya pasti, yaitu Keira gak ingat karena dia ga pernah punya ingatan tentang itu.”

Anan mengumam, “Keira bukan Nada, Kal. Ingatan selalu punya objek dalam kenyataan. Dan di kenyataannya, Keira ga punya ingatan apapun tentang kita, maka dari itu dia bukan Nada.”

“Kenapa kusut bener muka lo?” tanya Dinan menyambut Hengky yang baru saja pergi sejenak untuk mengangkat telpon dari pacarnya.

“Gatau lah, cewe gue tuh ternyata masih hubungan anjir sama mantan dia.” keluh nya dan kembali duduk di samping Haikal. “Padahal gue kurang apa sih? Gue cakep iya, gentle iya, tulus iya. Dia nyari apa lagi yang ada di mantannya?”

Sebenernya Keira geli dikit waktu denger penuturan Hengky. Tapi dia tahan-tahan karena waktunya ga tepat untuk julid saat ini.

Haikal menepuk pundak Hengky pelan, “I feel you, Heng. Inget orang tulus ga bakalan pernah menang dalam urusan percintaan.” ujar Haikal kemudian.

Anan menolehkan kepalanya, mengerti kalau saat ini Haikal tengah mengaitkan hubungan antara dirinya dan Kayla pada posisi yang tengah Hengky alami.

“Yaelah, lo tuh dapet teori dari mana orang tulus ga pernah menang di urusan percintaan?” sela Keira. “Orang tulus tuh, akan menjadi pemenang ketika ia bertemu dengan seseorang yang tau cara menghargai dan mengerti arti sebuah perjuangan.” sambungnya lagi sebelum Haikal sempat memotong ucapannya.

“Lo jangan ngomong gitu dong, jadinya kan seolah-olah orang yang tulus selalu dapet jelek nya doang. Ntar ga ada lagi orang beneran tulus gimana?” balas Keira kemudian tidak terima.

Haikal terdiam, semuanya terdiam setelah mendengarkan penuturan Keira.

“Terus menurut lo gue harus gimana Kei?” tanya Hengky kemudian, dia udah bingung mau bersikap kaya gimana untuk kedepannya.

Jisel agak shock dikit karena yang dia tahu, hubungan antara Hengky dan kekasihnya tuh kaya masih anget anget tai kucing gitu. Dia ngeliatnya mereka berdua udah kaya pasangan paling romantis se-kabupaten. Eh ternyata di baliknya ada masalah internal yang cukup serius.

“Ya bersikap gimana Heng?” tanya Keira balik, “itu hubungan lo, ya lo pikirin dong yang terbaik buat lo kaya gimana. Jangan nanya ke gue, gue bukan pakar cinta. Gue aja jomblo.” sambungnya sedih.


“Serius lo nyari sampe segitunya?” tanya Haikal pada Adelio yang sebelumnya sudah menariknya untuk berpisah dengan rombongan anak-anak yang lain.

“Serius Kal, lo liat sendiri. Catatan kelengkapan identitasnya si Keira nih beneran ga ada loh di manapun. Kaya beneran di sembunyikan banget. Catatan sipil ada, dan memang dia terdaftar sebagai warga negara kita, tapi sisanya abu-abu.” jawab Adelio mantab.

“Eh, tapi Keira pernah cerita ke gue kalau dia itu home schooling. Soal hal itu, ngaruh nggak kira-kira?”

“Hah? Kalau catatan soal itu ga ngaruh njir. Lo ngerti ga sih kalau pemalsuan identitas di negara kita marak banget, tapi ga semua orang tau soal ciri-ciri nya kaya gimana.” sambung Adelio kemudian.

“Maksud lo? Ada kemungkinan ini pemalsuan identitas gitu?”

“Gue rasa iya, atau enggak. Kita belom tau detail nya gimana, masih banyak hal yang harus kita cari. Tapi kalau perkiraan gue bener, bisa jadi Keira Abigail itu beneran ada dan kita selama ini cuma salah paham. Atau sebenernya Keira Abigail itu memang ada identitas nya, tapi hanya sekedar identitas kosong yang siap untuk di isi orang lain.”

“Kok lo keren banget sih anjir jelasinnya?? Jadi detektif aja po kita berdua?”

“Buat nyari duit?”

“Boleh.”

“Gausah deh, mager. Duit orang tua kita udah banyak.”


“Kalian udah lama ya temenan.” kata Hansa memecah suasana. “Keliatan banget, kalian semua solid gini.” sambungnya lagi, setelah mereka selesai berdiskusi tentang permasalahan yang tengah Hengky alami.

“Kita semua saling butuh satu sama lain sih Sa, jadi ga ada alasan kenapa kita ga bantu sahabat yang lain kalau lagi susah.” jawab Aldeo mewakili.

“Gue dulu tuh waktu SMP udah ada ancang-ancang mau ke SMA kalian loh. Tapi tiba-tiba kementrian pendidikan keluarin surat soal zona buat tiap SMP untuk ngelanjutin SMA dimana. Kampret emang, akhirnya gue lanjut SMA di dekat daerah rumah gue.” curhat Hansa sedikit kesal karena adanya peraturan itu.

“Ya gapapa, kan sekarang kita dah temenan.” jawab Felix menenangkan.

Ponsel Anan yang sedari tadi berada di atas meja berbunyi, menandakan di terimanya satu buah pesan baru. Yang lain tampak tidak perduli dan masih asik berbincang kecuali satu orang yang menatap Anan dengan tidak percaya.

Anan yang merasa di tatap, menoleh ke arah Keira yang terus menatap nya intens. “Apa?” tanyanya memecah keadaan sekitar yang sedari tadi penuh dengan suara bising yang lainnya.

Semuanya memusatkan atensinya ke arah Keira dan Anan.

“Lo... lo ngapain pasang foto gue buat jadi wallpaper di hape?” tanya Keira gugup setelah memastikan kalau yang ada di ponsel Anan adalah wajahnya.

“Bukan lo.”

“HAH BUKAN GUE GIMANA?! ORANG JELAS JELAS ITU GUE KOK!!” jerit Keira histeris, dan memegang lengan Jisel yang ada di sampingnya takut.

“Apasih, di bilang bukan lo ya bukan lo.” kata Anan masih tidak peduli.

“Anu Kei, lo salah liat kali.” ucap Dinan menengahi keduanya.

“Enggak anjing, mata gue masih sehat. Kalau emang bukan gue, coba lo tunjukin ke kita semua apa wallpaper lo sekarang!” kata Keira memaksa, masih belum puas.

“Kei, udah anjir.” ucap Jisel menahan.

“Enggak Sel, freak banget nyimpen foto orang terus di jadiin wallpaper.”

Melihat Anan masih tidak peduli, Keira mulai jengah dan mengambil ponsel Anan dengan paksa. Ni anak emang gatau diri, malu maluin, seenaknya sendiri, egonya gede. Banyak bener dah red flag nya.

“Lo ngapain sih anjing?!” kata Anan jengkel, dan berusaha mengambil kembali ponselnya.

Hansa yang melihat hal itu, langsung berinisiatif mengambil ponsel dari Keira dan mengangkatnya tinggi-tinggi hingga Keira tidak bisa mengambilnya.

Karena ikut penasaran, pada akhirnya Hansa juga menghidupkan ponsel Anan guna melihat apakah yang sebenarnya Keira maksud adalah hal yang benar.

“Tapi, tapi ini kan emang Keira Nan?” tanya Hansa terkejut begitu melihat wallpaper layar ponsel Anan.

“TUH KAN ANJIR, MUKA GUE!!”

“Hah?! Lo ngapain jadiin muka Keira buat wallpaper Nan?” tanya Jisel ikut mengimbuhi.

Anan dan yang lainnya hanya terdiam tanpa mau menjawab pertanyaan ketiganya yang masih penasaran.

Anan menodongkan tangannya kebawah. “Hape gue, ini bukan hal yang wajib gue jelasin juga ke kalian.” ujar Anan kemudian mengambil ponselnya dari Hansa dan berlalu dari sana.

“YA WAJIB LAH!! ITU KAN MUKA GUE ANJING?!”

“Kei, udah Kei.” lerai Dinan, “itu bukan lo. Itu Nada.”

“HAH?!”

“Lo yakin mau disini aja?” tanya Keira karena setelah menjemput Jisel tadi, anaknya cuma berkeinginan untuk pergi ke Pujasera.

“Ya yakin lah, disini banyak makanan.” kata Jisel singkat, sembari mengoperasikan ponselnya.

“Ngechat siapa sih? Serius bener.” sela Hansa melihat Jisel hanya terpaku pada layar ponselnya sedari tadi.

“Ini, si Hermas chat gue katanya juga di pujasera.”

“HAH?! LO SENGAJA YA ANJING NGAJAKIN KITA KESINI KARENA MAU NONGKRONG SAMA MEREKA LAGI?!” ucap Keira histeris, karena dirinya masih teringat kejadian semalam.

“Yaelah, lagian bertiga doang sepi njir. Udahlah, paling enak emang gabung aja.”

“JISEL BANGSAT!!”


“Akhire teko juga cah telu.” sambut Binbin dan menggeser kakinya yang sedari tadi di kursi lain agar bisa di duduki oleh ketiganya. (Akhirnya sampe juga anak tiga)

Keira mau nangis aja, karena kondisi perkumpulan mereka saat ini udah lebih mirip kalau di sebut sebagai konfrensi. Rame banget woyy!!

“Aduh neng Jisel, sini duduk sama kang Haikal.” seloroh Haikal, karena Jisel kebingungan ingin mengambil tempat duduk yang mana.

Keira menyipitkan matanya, dia sudah tau kalau Haikal sungguh hobi dalam menggoda wanita.

“Kal, emang sungai lagi kering ya?” tanya Keira kemudian.

Haikal membeo tidak mengerti, “hah?”

“Kok lo ke darat?”

“GUE BUKAN BUAYA ASTAGA!! INI KAN MENAWARKAN JISEL BUAT DUDUK DOANG, KAGA GODAIN.” Teriak Haikal melakukan pembelaan.

Disisi lain, Hansa yang duduk di samping Adelio memulai percakapan. “Gimana pendakian terakhir Del?” tanyanya langsung, karena Hansa sudah mengetahui bahwa Adelio sempat melakukan pendakian ke Semeru seminggu sebelum UTS.

Adelio tersenyum,

“Lancar kok, buktinya gue ada di sini lagi ngobrol sama lo.” jawabnya kemudian.

“Pengen deh gue juga ikut pendakian, tapi kuliah gue beneran ga bisa di tinggalin.” keluh Hansa.

Adelio menepuk pundaknya, dirinya mengerti beban seperti apa yang harus di pukul oleh mahasiswa fakultas kedokteran.

“Eh gue ada pertanyaan nih,” Kata Dino bersemangat. “Misal nih ya, misal cewe lo Heng, dia makan bareng sama kita. Terus ada menu udang goreng, nah kalau cewe lo misahin kulit udang goreng nya buat gue makan gimana?” sambungnya lagi.

Hengky yang menjadi objek pertanyaan hanya bisa menoleh kaget, “ya maksud lo anjing?! Emang lo ga ada tangan buat misahin kulit udang sendiri??” ujarnya marah.

“Kalau gue pribadi sih gapapa.” Sahut Haikal, “toh Dino temen gue dari lama, gue anggap cewe gue menghargai Dino.” lanjutnya lagi.

“Weh, materinya udah dapet Kal. Lo nya aja tinggal nyari cewek.” ucap Javin mengejek.

“Asu.”

“Kalo menurut lo, Kei.” lempar Dinan pada Keira yang tengah mendengarkan perdebatan mereka. “Misal nih, Anan cowo lo, terus dia ngelupasin kulit udang buat Jisel, kira-kira reaksi lo gimana?” sambung Dinan, dan memberikan gambaran lagi.

“Gue juga ga masalah si, kan cuma ngelupasin kulit udang doang, ngelupasin kulit udang ga akan bikin Anan sama Jisel jadian. Anan tetep jadi pacar gue.” jawab Keira mantab.

“Kalau gue tau ada udang di menu, dari awal gue kelupasin semua kulitnya anjing.” sahut Hermas menoleh pada Keira, jutek.


Kini hanya ada Haikal, Keira, Dinan, dan Anan di meja. Sedangkan yang lainnya kembali berkeliling untuk mencari amunisi tambahan sebelum mereka lanjut ngobrol lagi.

“Tumben cewe lo ga ikut, Nan.” kata Keira, membuka pembicaraan.

Anan yang sedari tadi hanya terfokus pada ponselnya, menolehkan kepala pada Keira.

“Siapa?”

“Cewe lo.”

“Emang siapa cewe gue?”

“Lah?! Emang Sylvia bukan cewe lo anjir?” tanya Keira terkejut.

Anan menggeleng, dan kembali berfokus pada ponselnya. Ni anak ngeliatin apa sih, maen hape mulu dari tadi.

“Lo dapet informasi darimana sih Kei, bisa-bisanya ngira Anan sama Sylvia pacaran.” ucap Haikal menanggapi.

“Lah, gue mah liat yang terjadi aja di depan gue anjir. Biasanya mereka berdua nempel mulu, jadi gue kira emang pacaran.” kata Keira melakukan pembelaan.

“Hahahaha, kocak. Baru kali ini, ada yang ngira Anan pacaran sama orang lain, selain dia.” Dinan tertawa puas.

“Dia siapa?” tanya Keira langsung, mau di bilang kepo tapi Dinan yang mancing mancing.

“Lo ga perlu tau.” kata Anan padat.

“Ya sebenernya ga mau tau juga sih, tapi diksinya si Dinan nih kurang ajar banget bikin seolah-olah gue kepo.” nyinyir Keira setelah mendengarkan penuturan Anan.

'Kaga ada yang mau tau, gue mah mancing doang anying.'

“Anan tuh emang udah punya pacar tau Kei.” gantian Haikal yang menanggapi. “Tapi ya gitu, hubungan mereka lagi ada ujiannya.”

Keira mengangguk mengerti, “Ohh, jadi kalian berdua lagi back street atau semacamnya gitu ya?” ucap Keira menyimpulkan. “Emang yah, kadang dunia tu kaya ga adil banget sumpah, ya mau gimana lagi orang kita makhluk nya pasti di uji juga, semangat kita.”

Dinan dan Haikal hanya tertawa kecil, “iya Kei, semangat kita.”

Keira dan yang lainnya sudah sampai kembali ke Universitas. Gak lupa, mostly dari mereka juga datang berpasang-pasangan. Dinan dengan cewenya, Haikal dengan gebetannya yang gatau dari fakultas yang mana, Anan dengan Sylvia, gatau juga kenapa ni anak bisa nempel lagi ke Anan, Hermas dengan Jisel, dan Keira dengan Keenan. KASIAN BANGET GANDENGAN SAMA ADEKNYA DOANG.

“Rame ya Kak.” ucap Keenan menggumam.

Keira menoleh ke arah Keenan dan tersenyum, “SMA lo ada perayaan gini nggak ulang tahunnya nanti?” kata Keira balik bertanya.

Keenan menggelengkan kepalanya tidak tahu, kan dia bukan anggota salah satu organisasi di sekolah. Dia masuk sekolah, mau tidur doang juga gapapa. Ga akan ada yang mau negur, soalnya dia anak kesayangan sekolah sebagai seorang atlit.

“Ya semoga aja ada deh, biar rame juga.” sambungnya lagi berharap.

Keira cape banget dari tadi gandengin Keenan, belum lagi tangan yang satunya di seret Haikal untuk berjalan kesana kemari. Lah, gebetan nya yang tadi kemana? Jawabannya di kasih Binbin. ORANG GILA EMANG SI HAIKAL.

“Sumpah, ini enak banget. Kei, Ken, ayo kesini cepet!!” ucap Haikal bersemangat sembari menarik lengan Keira untuk berjalan menuju kedai corn dog. “Mau yang rasa apa?? Gue taro, lo apa Kei? Ken?”

“Gue tiramisu, si Keenan beliin green tea aja deh.”

Kemudian Keenan mengajak Keira untuk duduk pada bangku yang tak jauh dari sana, meninggalkan Haikal yang masih terus memesan.

“Pacar lo kak?”

Keira mendelik tidak percaya, “ngawur lo. Gue ngikutin dia yang heboh banget kaya baru pertama kali di perayaan kaya emak gini, bisa bisanya elo nanya pacar gue atau bukan.”

“Ya kan nanya, gue cuma butuh jawaban iya atau enggak. Kenapa belibet banget dah ngomong gitu doang.”

Keira menoleh, melihat suasana di sekitar mereka yang kian ramai. Sampai dirinya berhenti pada dua orang yang kini tengah mengantri untuk membeli gulali. Itu Anan dan Sylvia, yang terlihat sangat mencolok diantara yang lainnya.

Bayangannya kembali ketika tadi sore dirinya masih bersama Anan. Nggak tau, ini untung atau buntung karena Sylvia pulang tadi. Karena kalau Sylvia ga pulang, udah pasti yang ngisi tempat duduk penumpang di motornya Anan adalah Sylvia.

“Gitu banget ngeliatin cowo orang, lo suka sama dia ya?”

Keira reflek memukul kepala Keenan pelan, “lo dari tadi cuma nanyain gue sesuatu ke orang orang yang ga perlu. Udah tau cowo orang, bisa bisanya nuduh gue suka sama dia.” ceriwis Keira tidak terima.

“Gue cuma mastiin aja, lo ga jatuh di cowo yang salah.”

Ada jeda panjang sebelum Keenan melanjutkan ucapannya dan terus berfokus pada ponsel yang ada di tangannya.

“Lo tau kan, lo kakak cewe yang gue milikin satu-satunya.”

Dangdut banget, tapi jujur Keira terharu dengan perkataan Keenan tadi. “Apaan banget dah.”

Biarpun mereka sering bertengkar, dan kadang mudah untuk tidak akrab. Tapi kembali lagi, Keira dan Keenan ada karena untuk saling melengkapi.


Capek, kayanya cuma itu doang yang bisa mendeskripsikan keadaan Keira saat ini. Gimana ga cape, setelah Keenan kenalan sama Haikal, sekarang Keira harus super perhatian karena tingkah Keenan berubah persis seperti Haikal tadi.

Keira mau nangis aja liat Keenan dan Haikal berlari kedepan kebelakang terus muter muter ga jelas. Sedangkan yang lainnya? Mereka udah pada anteng duduk di deket panggung.

“Heh ayok udah, bentar lagi udah mau tampil tuh.” kata Keira kemudian, dan menunjuk teman-teman mereka yang lainnya, yang sudah mencari tempat untuk menonton.

Sedikit yang Keira tahu dari Adit, untuk tahun ini kampus mereka mengundang beberapa artis papan atas untuk tampil dan menghibur malam perayaan kampus.

Iya, namanya juga sedikit, jadi Keira gatau yang di maksud artis papan atas tuh siapa aja. Aneh ya, padahal di pamflet yang udah di sebar, mostly yang dateng kesini udah pada tau siapa tamu undangannya.

Akhirnya setelah perjuangan keras, Keira berhasil menyeret keduanya untuk ikut berbaur bersama yang lainnya. Keira berhasil untuk mencari tempat duduk yang strategis, kemudian dirinya duduk di samping Jisel yang memang sudah anteng dari tadi. Sialan ni anak, ga bantuin Keira sama sekali malah pacaran terus sama Hermas.

“Nah, kalian pasti udah ga sabar kan dengan penampilan bintang tamu hari ini?”

Gemuruh suara penonton memenuhi tempat itu, menjawab pertanyaan dari host.

“Sama nih, tapi sebelum itu kita juga ada host spesial yang malam hari ini akan datang untuk bersama menemani kita. Ada yang tahu siapa??”

Keira hanya menopang dagunya bosan, tidak bisa ikut heboh bersama yang lainnya karena tenaga dia sudah terkuras habis untuk mengasuh Keenan dan Haikal tadi.

“Kita panggil, ini dia putra mahkota kita dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, JEFFREY!!”

Sorakan ramai penonton membuat Keira penasaran, karena situasinya saat ini lebih heboh daripada menyambut tamu undangan tadi. Keira jadi bingung, yang artis tuh yang mana.

Kemudian justru kini dirinya yang tidak bisa sekedar memalingkan mata dari atas panggung, begitu Jeffrey muncul dari sana.

“Weh, ganteng tenan rek bang Jeffrey. Nggumon aku, mangan opo wong iku.” celoteh Binbin tak jauh dari tempat Keira. (Weh, ganteng bener geng bang Jeffrey. Bingung gue, makan apa orang itu.)

“Eh, Kei lo tau nggak.” bisik Jisel dari samping, “itu abangnya Hermas sama Haikal njir.”

Mata Keira melotot terkejut, kemudian dirinya cepat menoleh pada Haikal yang sibuk berbicara dengan Keenan, dan kembali menolehkan kepalanya ke arah panggung membandingkan. “For real?? Beda banget anjing adek kakak.”

Jisel mengendikkan bahu nya, “ya lo liat aja lah, Haikal sama Hermas aja kembar tapi gada tuh mirip miripnya.”

Keira mengangguk, dan kembali melihat ke sisi panggung yang masih terus di isi dengan percakapan antara host dan Jeffrey.

Tapi setelah Keira fikir lagi, di tengah kilauan yang memantul dari arah Jeffrey. Entah kenapa Keira merasa tidak asing dengan sosok itu.

“Gue pernah ketemu apa yak sama dia? Kok kaya pernah liat.” gumam Keira pelan.

Tanpa sadar, ternyata Anan yang berada di belakangnya mendengarkan semua itu dengan seksama.

Keira duduk di samping Jisel yang sudah sampai lebih dulu. Naik pake buroq kali ya anjir, cepet banget sampenya ni anak anak lainnya juga.

“Mau makan apa Kei?” tanya Jisel sembari memberikan buku menu pada Keira.

“Lo pesen apaan?”

“Ayam mentega.”

“Yaudah gue ayam geprek aja.”

Keira menutup kembali buku menu, dan beranjak menuju peti es yang berada di sudut ruangan. Dengan cekatan dirinya mengambil satu botol air mineral dingin,

“Ambilin gue juga.” kata lelaki di sampingnya dengan suara berat.

Keira menoleh dengan kaget karena Anan sudah berada di belakangnya. Dengan segera dirinya membuka kembali peti es itu, dan mengambil botol air mineral lain untuk di berikan kepada Anan.

Tanpa mengucapkan kata terima kasih, Anan berlalu dari sana dan kembali duduk di samping Binbin yang tengah sibuk mengipasi dirinya dengan kertas karton yang sudah ia bawa dari kampus tadi.

“Opo'o yo kok dadi Malang panas ngene?? Opo sakjane Neroko bocor po?” keluh Binbin masih terus mengipasi wajahnya yang sedari tadi terus mengucurkan keringat. (Kenapa ya kok Malang jadi panas begini?? Apa sebenernya neraka bocor?)

“Lambemu, seng nggenah lek omong. Arek lanang kebiasaan ngomong ceplas ceplos.” sahut Hengky cepat, padahal dia juga tengah kepanasan. (Mulutmu, yang bener kalau ngomong. Anak cowo kebiasaan ngomong ceplas ceplos.)

“Abis ini kan masih ada acara, enaknya balik dulu ke kosan atau gas langsung ke kampus lagi?” tanya Aldeo meminta saran pada yang lainnya.

“Gas aja lah, kalo balik dulu ke kosan takut ga dapet bagian depan panggung ntar.” kata Baejin dengan bersemangat.

“Lo ga butuh mandi emang? Lu mau nonton sambil bau ketek?” tanya Dino dengan sarkas.

Tf, what did you just say? Kita mau makan kalau lo lupa anjing, malah bahas ketek, jorok banget dah.” protes Felix karena terkadang teman mereka selalu di luar batas untuk membicarakan hal hal sepele.

“Mandi di apartemen gue aja, kan deket sama kampus. Biar ga lama di perjalanan juga.” kata Adelio memberikan jalan tengah.

“Bajunya gimana? Percuma mandi kalo bajunya tetep sama, tetep bau keringet bau ketek.” sahut Javin juga bingung.

“NGOMONGIN KETEK LAGI?! DAHLAH GUE MAKAN BARENG ORANG SEBELAH AJA!!”

Kali ini adalah hari yang di tunggu-tunggu oleh sejumlah besar penduduk kampus. Ya gimana enggak, hari ini adalah hari ulang tahun universitas mereka yang ke 27 tahun.

Keira terharu, kampus mereka udah tua banget ya ternyata. Dia masih dua puluh dua tahun, sedangkan universitas mereka sudah lima tahun lebih tua.

Ga banyak yang bisa Keira ceritakan akhir-akhir ini, selain dirinya berusaha keras untuk menghindari Hansa di segala situasi. Setelah ia mencoba meditasi dan meresapi semua yang ada, dia sadar kalau dirinya dan Hansa itu ga cocok untuk hubungan lebih dari teman. Dan sesuai saran dari Jisel, dirinya akan memberikan batas yang jelas antara hubungannya dengan Hansa supaya Hansa sendiri berhenti untuk terus menggantungkan harapan pada Keira.

Kasian banget Hansa, belum berjuang udah di tolak duluan ternyata.

Balik lagi, antusias para mahasiswa tak kunjung reda bahkan ketika hari sudah menjelang siang. Sekedar info, tadi pagi ada perlombaan jalan sehat. Tau sendiri lah ya, agendanya ngapain.

Ada sedikit kejutan juga, ternyata nomor Jisel menjadi pemenang kedua pada perlombaan jalan sehat pagi itu. Juara dua dapet apa sih? Dapet rice cooker ternyata, nangis banget. Mana si Jisel mau nempeleng kepalanya Keira soalnya dia heboh banget waktu nomor urut milik Jisel di panggil. Serius dah, malu maluin banget.

Setelah tadi sempat istirahat di apartemen Jisel, kemudian Adelio mengajak Jisel dan Keira untuk berangkat bersama dirinya saja menuju kampus. Biar lebih cepet, gausah nungguin Hansa mulu.

Adelio keliatan biasa aja waktu satu mobil sama Keira. Padahal di dalam hati dia, rasanya udah porak poranda karena dia terus terusan keinget Nada di saat bersamaan. Sssttt... Adelio kan emang belom sepenuhnya move on dari Nada.

Sesampainya di tempat berkumpul mereka, Dinan yang melihat wajah lemas Adelio langsung mengejeknya. “Lemes banget pak, kaya abis di kejar bencong?”

Seolah mengerti apa yang Dinan isyaratkan, Hengky ikut mengerling nakal ke arah Adelio, “Wajahmu mengingatkan ku, dengan kekasih ku dulu~” nyanyinya membuat Adelio melotot dengan galak.

“Diem.”

Jisel dan Keira yang baru saja tiba bersama Adelio mengerutkan kening bingung, mereka ga tau hal apa yang sedang di bicarakan oleh yang lainnya.

“Eh non Jisel, non Keira. Gimana ujiannya? Lancar?” tanya Baejin berusaha mengalihkan perhatian. Di biarin malah makin gajetot temen temennya.

Jisel menganggukkan kepalanya dan memberikan jempol kalau dirinya puas dengan hasil uts kali ini.

“Aman sih kalau gue.” jawab Keira juga.

Dapat Keira lihat, disini sudah berkumpul banyak anak dari kelompok Haikal. Ga lupa juga, Keira juga merasa kalau saat ini mereka sedang menjadi pusat perhatian. Gila, pesona geng Haikal ga bisa di tolak ternyata.

“Ayo nang cedek panggung, nyapo lo awak dewe ngumpul neng kene koyo lagi antri dadi penerima bansos.” celetuk Binbin dan berjalan mendahului mereka. (Ayo ke deket panggung, ngapain lo kita ngumpul disini kaya lagi antri jadi penerima bansos.)

Keira tertawa mendengar penuturan Binbin, sedangkan Jisel yang berada di samping nya tidak mengerti. “Ngomong apaan sih anjir?”

Hermas yang berada di belakang Jisel kemudian menjelaskan, maksud dari perkataan Binbin tadi apa. Abis itu, baru deh Jisel ikutan ketawa. PADAHAL MAH UDAH TELAT BANGET!

Keira menyipitkan matanya curiga, gerakan bawah tanah apa lagi ini kawan?? kenapa Hermas sama Jisel tiba-tiba jadi deket gini dah? Perasaan terakhir kali Keira tau, mereka berdua cuma saling bicara dalam hal bahas SDM yang ada di Indonesia. Alias, GILA BERBOBOT BANGET ANJING BAHASANNYA.

Haikal datang terlambat bersama Anan yang berada di belakangnya. Ngeliat Anan, mood Keira jadi ga menentu. Mau marah tapi anaknya udah minta maaf. Anaknya udah minta maaf, tapi bawaannya Keira tetep pengen marah. Pokoknya gajelasssss.

“Sorry gue telat, ini nih jemput si curut duluan gue.” kata Haikal dan melirik Anan yang ada di sampingnya sedang memainkan ponsel dengan tangan kirinya dengan acuh. “Oiya, si Anan bawa kamera. Nanti kita foto foto ya geng.”

“Gapapa, santai aja. Acaranya juga belum mulai lama kok.” ucap Hardin menenangkan.

“Band kalian urutan ke berapa?” tanya Dinan kemudian, dan mengecek kembali anggota yang akan tampil nanti.

“Ini masih urutan berapa emang?” tanya Javin balik, karena dia nanti adalah salah satu yang akan naik panggung dan memainkan gitar.

“Berapa ya Din?” tanya Dinan pada Hardin yang sibuk menelusuri area sekitar panggung.

“Lah, gue mah bagian keamanan doang Nan. Mana gue tau ini sekarang performance ke berapa.” jawabnya singkat. “Coba lu sana tanya Hermas.”

“Gue humas, ga ada urusan.” sahut Hermas cepat sebelum menunggu mulut Dinan membuka untuk bertanya.

Bisa di bilang, Dinan itu managernya mereka. Tapi karena konsep buat tampil di panggung itu bebas, jadinya dia ga gitu prepare untuk urutan ke berapa yang bakalan tampil abis ini. Dia kira yang bakalan tampil tuh random, terserah siapa yang mau maju ke panggung, yaudah maju sono.

Ternyata setelah dia sampai ke lapangan langsung, tadi ada panitia yang ngehampirin dia dan ngasih nomor urut buat antri nanti perform. Kacau lah dia, makanya dari tadi ribet sendiri. Mana si vokalis belom dateng lagi.

“Itu yang perform urutan ke delapan Din.” sahut Sylvia yang baru saja datang dengan kawan kawannya. “Kalian nomor berapa?” tanya nya lagi.

“Mampus gue, kita nomer sepuluh lagi bangsat!!” keluhnya, “woy Kayla, cowo lo mana anjir??” tanya Dinan panik pada Kayla yang juga baru datang bersama kekasih Hengky.

“Hah?? Ya gue gatau lah. Gue aja baru sampe kampus sama si Mita.” jawabnya bingung, karena baru dateng udah di todong pertanyaan tentang keberadaan Ren.

“Coba telpon dulu, gue cari ke luar.” kata Haikal kemudian dan berlari meninggalkan yang lainnya.

Dino mengerjap pelan, “baikan nih mereka?”

“I hope so.” jawab Felix pendek.

“Maaf jbjb, emang Haikal sama Ren lagi berantem ya?”

“APASIH TOLOL SI KEIRA, NANYA LO SELALU GA LIAT KONDISI GOBLOK!” amuk Jisel.

Haikal terduduk pasrah di sofa ruang tamu, dengan Hermas yang ada di sampingnya. Sebenernya ga sampe harus di bawa rapat kaya gini sih, tapi si Jeffery sama Jerome dari tadi mereka berdua pulang rewel mulu. Dan juga, Delvin yang justru melebarkan hal ini pada Candra sehingga mereka semua harus berkumpul untuk membahas hal yang ga penting kaya gini.

“Keira, serius dia siapa?” tanya Jerome mengawali pembicaraan.

Haikal mengerutkan keningnya, “Keira ya Keira lah, lo emang berharapnya dia siapa anjing?” ucapnya kesal.

Candra yang melihat raut wajah Haikal menjadi tidak enak, padahal semua orang rumah tau betul kalau Haikal mungkin adalah orang terakhir yang bakal marah beneran soal hal apapun, mencoba untuk menengahi keduanya.

“Sebenarnya abang ga maksud apapun dari perdebatan kalian berdua. Abang kesini karena Delvin bilang, abang di suruh dengerin ini. Jadi ada baiknya, sebelum menjelaskan sesuatu ayo di ceritakan dari awal kaya gimana.” kata Candra bijak.

Haikal menghela nafas lelah, percuma juga dirinya menengok pada Hermas karena anak itu jelas tidak akan membantu apapun dalam kondisi ini.

Dengan setengah hati, Haikal kemudian mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan akun instagram Keira pada seluruh saudaranya.

Jonathan yang sedari tadi terdiam di samping Tiyo, melihat foto yang di publish di akun Keira dengan tidak percaya.

“Nada??”

“Baca lah anjir, orang uname nya Keira gitu. Gimana bisa lo bilang itu Nada.” sahut Haikal kesal.

“Tadi semua orang pada bondong-bondong chat gue karena liat postingan Keira lewat di laman twitternya kalian kan? Awal mulanya itu karena Anan salah mengira kalau Keira itu Nada, makanya keadaan jadi chaos kaya gitu. Keira sempet klarifikasi, karena banyak orang yang ga di kenal nyenggol dia lewat base kampus, makanya sama base kampus kemudian di reetwet supaya pada bisa baca.” jelas Haikal panjang lebar, rasanya dia kaya lagi presentasi.

“Tapi Keira mirip-”

“Perihal hal itu, bang Wen.” potong Haikal cepat, “orang punya banyak kembaran yang menyebar di muka bumi ini. Lo aja kadang-kadang juga mirip bang Jeffery. Walau pada kenyataannya lo emang kembarannya.”

Delvin hanya terdiam mengawasi gerak gerik Haikal yang sedari tadi terus terusan menekan pendapatnya di antara yang lain, soal Keira yang bukan Nada.

Walaupun pada kenyataannya, hal itu memang masuk akal karena Delvin yakin Haikal tidak ingin membuat saudaranya yang lain berharap lebih tentang persoalan Nada.

“Lo ga shock liat Keira pertama kali?” tanya Delvin kemudian.

Hermas melirik Haikal yang hanya terdiam. Oke, jadi ini giliran dia untuk mulai menjawab.

“Jujur, gue merinding sekujur tubuh waktu itu. Bahkan pulangnya gue sempet meriang.”

“OHH JADI LO DEMAM WAKTU ITU GARA-GARA KETEMU KEIRA KEIRA INI PERTAMA KALI??” potong Tiyo.

Hermas mengangguk, “Haikal akhirnya tidur di kamar gue karena takut gue butuh apa-apa tapi ga bisa ngambil, sedangkan saat itu keadaan gue lagi ga fit.” jelasnya lagi.

Candra menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Dirinya perlu berfikir cukup keras untuk saat ini. Sejauh yang ia dengar tentang penuturan kedua adiknya, apa yang mereka berdua bilang memang cukup masuk akal. Tidak ada alasan lebih lanjut untuk mereka menyelidiki lebih dalam tentang siapa itu Keira, ya karena Keira adalah Keira. Ia bukan Nada.