JC Halcyon

Nada mencoba membuka matanya perlahan, melawan terik dari sinar lampu yang begitu menusuk matanya.

“Kepalanya masih sakit kak?”

Nada terkesiap, begitu suara seseorang yang sudah ia panggil dengan sebutan ayah selama tiga tahun ini menyapa gendang telinga nya.

Dengan pelan, Nada menoleh ke arah ayah. “Ayah ga kerja?” tanya Nada selembut mungkin, dirinya belum tahu sejauh mana dan hal apa saja yang sudah terjadi selama dia tidak sadarkan diri.

“Ayah udah pulang, pulang lebih dulu.” jawab Ayah dengan senyuman kecil. “Masih sakit kepalanya?” tanya Ayah, mengulang pertanyaannya yang pertama. Nada menggeleng, kepalanya saat ini sudah jauh lebih baik daripada yang lalu.

Gumara terdiam, menatap gadis di depannya. Setelah dirinya bertemu dengan kedua orang tua Nada di depan tadi, pikirannya menjadi lebih kalut dari biasanya.

“Kakak udah inget?” Tanya Gumara menghentikan lamunan Nada.

Nada mengangguk dengan ragu, “Semuanya yah, kecuali hari itu.” jawab Nada singkat.

Gumara menghela nafasnya pelan, pada akhirnya bangkai yang selama ini telah ia dan keluarganya simpan tetap tercium bau nya bukan? Ia tidak bisa menyembunyikan hal ini jauh lebih lama lagi, menghormati perasaan kedua orang tua Nada juga.

“Adit dan Bima yang temuin kamu kak di kawah Ijen. Mereka melakukan pendakian melewati rute lain, dan di saat yang bertepatan itu mereka menemukan kamu sudah tidak sadarkan diri di pinggir jurang dengan kepala yang di penuhi darah kering.” Ujar Gumara kemudian, mencoba menarik ulur waktu sepanjang mungkin.

“Ayah ga bermaksud untuk menyembunyikan kamu, baik ayah sendiri atau saudaramu yang lain juga. Tetapi ketika kamu terbangun, dan mengetahui kenyataan kalau kamu ga ingat apa-apa tentang hidup kamu sebelum nya, kami justru membuat pilihan yang pada akhirnya juga berakhir pelik.”

Nada terdiam, mendengarkan setiap ucapan orang yang sudah ia panggil dengan sebutan ayah selama tiga tahun ini dengan seksama.

“Ayah, mas Bima, kak Adit, bahkan Keenan sudah pernah merasakan kehilangan sekali begitu Keira yang asli meninggalkan dunia. Kami fikir dengan kehadiran kamu, lubang di dalam hati mungkin bisa terisi dan sembuh kembali. Kami mengakui kalau kami memang egois, tapi kami juga sudah berupaya untuk mencari keluarga kandung kamu kak sebelum kami mengajakmu untuk pindah.”

Nada tersenyum miris, lagi lagi dirinya di tempatkan sebagai pengganti, entah saat ia menjadi Keira atau kembali lagi menjadi Nada sekarang. Dan hebatnya, seolah-olah dirinya tidak memiliki kesempatan selain hal itu.

“Siapa aja yang udah tau kalau aku udah ingat yah?” tanya Nada kemudian, memastikan.

“Semua dek, semua udah tau.” Sahut Delvin memasuki kamar inap Nada.

Keira melangkahkan kakinya keluar dari cafe dengan berat. Pertengkaran antara Yohan dan Haikal masih terjadi di dalam, dan dirinya tidak akan peduli lagi.

Gatau lagi, hati nya sakit, kepalanya sakit, rasanya semua badan jadi sakit sampai dirinya bingung gimana supaya kegundahan nya sekarang bisa berhenti dia harus lakuin apa lagi.

Masih terdengar jelas di telinga nya, tentang Yohan yang menyebutnya pengganti Nada dan juga Haikal yang menyangkal hingga matanya memerah.

Ingatannya kembali ke waktu yang lebih lama, ketika Yohan menyatakan perasaannya. Ada perasaan familiar begitu dirinya mengingat hal itu lagi.

“If you’re really-really not in rush, May I offer my self to be your soon sweet boyfriend?”

“May I offer my self to be your soon sweet boyfriend?”

“May I be your boyfriend?”

Keira terkesiap, mendengar suara Anan terdengar jelas di telinga nya ketika mengatakan hal itu. Sakit pada kepalanya makin menjadi, tak tahan pada akhirnya Keira tetap mengalah dan memilih untuk menangis.

Kakinya berjalan dengan asal menuju gedung yang bertuliskan RSU LAVALETTE. Dari melewati keamanan, hanya ada satpam yang melihatnya dengan terheran karena ia menampakkan wajah menangis.

Akhirnya Keira menemukan lift pengunjung yang bisa ia naiki untuk menuju lantai paling atas, atap.

Ting!

Lift terbuka, dirinya berpapasan dengan dua pengunjung rumah sakit yang lain, yang juga menaiki lift yang sama. Kepalanya masih sakit, tapi kali ini dirinya memilih untuk tetap menyembunyikan wajahnya, malu karena ketahuan menangis.

“Halo mbak?? Ada yang sakit??” tanya pengunjung itu, yang ternyata masuk ke dalam lift lagi memastikan keadaan Keira.

Tunggu, kali ini Keira juga merasa familiar dengan suara yang menyapa gendang telinganya dengan lembut itu.

“Mbak? Gapapa?” Tanya pengunjung lelaki itu, lebih detail ke arahnya.

Kepala Keira makin sakit, dirinya mencoba memutar otaknya. Apa yang sudah ia lupakan di masa lalu? Bagian penting apa yang sudah ia lupakan? Hingga mendengar suara seseorang yang menanyakan keadaannya ini saja, kerinduan dalam hatinya benar-benar membuncah.

“Jeff, ambilin kursi roda di depan deh. Cepet!!”

Denyutan luar biasa di rasakan oleh Keira, saat dirinya berusaha menggali ingatannya. Pandangan nya mendadak kabur begitu dirinya mencoba untuk menolehkan kepala, melihat siapa seseorang yang kini tengah menatap khawatir dirinya.

Di tengah pusing yang luar biasa tengah melanda, Keira merasakan potongan potongan memori menghantam dirinya. Memenuhi lubang yang selama ini kosong di dalam ingatannya.

“Lo pokoknya harus disini, tunggu sampe yang lainnya sampe!”

Kaki Keira bergetar, dirinya menjambak rambutnya dengan asal. Pada akhirnya, ia sepenuhnya sadar dan ingat bahwasanya ialah Nada Carolina.

Nada ingat semuanya.

Nada menoleh ke arah Delvin yang ikut terpaku melihatnya. “Kak- kak Delvin?” Setidaknya itu kata terakhir yang Nada ucapkan sebelum ia merasakan cairan hangat keluar dari hidungnya, dan semuanya menjadi gelap. Sebelum dirinya benar benar kehilangan kesadarannya, Nada merasakan rengkuhan hangat yang kemudian mengangkatnya untuk berpindah dari sana.

Keira menatap pemandangan di sekitarnya dengan bingung. Beneran kaya orang pacaran mereka berdua mah. Udah meja sama kursi berduaan, belom lagi nuansa pink dan love menghiasi seluruh penjuru ruangan. Cafe apaan dah ini anjir.

Kalo kata Yohan, ini salah satu cafe elite yang ada di Malang, dan mostly banyak pasangan kondang yang berdatangan ke situ. Karena selain tempatnya strategis, juga banyak hidangan aesthetic yang pastinya menjadi kegemaran oleh pemuda masa kini.

Ya masalahnya, mereka berdua bukan pasangan. Dan Keira sendiri merasa kalau yang Yohan lakukan kepadanya ini lumayan berlebihan dengan mengajaknya ke cafe pasangan seperti ini.

Satu pop-up muncul di ponsel Keira, yang berasal dari Haikal.

Keira mengerutkan keningnya, ni anak minta shareloc udah kaya ngajak gelud gini. Ada apaan sih? Tapi Keira fikir, itu juga lebih bagus kalo ada Haikal disini. Siapa tau suasana canggung nya bakalan mereda kalau Haikal beneran nyamperin kesini.

Satu notifikasi kembali hadir di jendela pop up nya, Keira yakin kalau itu masih dari Haikal. Tapi kali ini, dirinya membiarkan notifikasi itu, dan lebih berfokus pada Yohan yang tengah asyik bercerita tentang keseharian nya mengajar anak-anak berlatih karate. Biar lebih menghormati aja, Keira juga ga mau kalau dia lagi ngomong malah di tinggal maen hape.

“Terus suatu hari, gue pernah dateng telat kan Kei. Lucunya anak-anak yang lain ga ada yang berani tegur gue. Ternyata rasa takut mereka sebesar itu ke gue, gue ga nyangka kalau selama ini gue terlalu keras sama mereka.” Ujar Yohan bercerita dengan semangat, “pada akhirnya, gue adain evaluasi dan bilang kali ini kalau ada yang telat even senior sendiri tegur aja. Senior terlambat, itu juga konsekuensi dia. Dan mulai saat itu, gue rasa hubungan gue bareng junior yang gue pegang lumayan nyatu lagi.”

Keira mengangguk angguk, mengerti. “Beneran sih Han, emang dalam beberapa kondisi, pressure seseorang yang tingkatannya lebih tinggi cukup mempengaruhi dalam sebuah hubungan.” kata Keira setuju.

Yohan bahagia, dirinya tidak menampik kalau ini adalah salah satu kegiatan paling membahagiakan dalam hidupnya. Bisa duduk bersama dengan seseorang yang mungkin kedepannya akan menjadi orang spesial dalam hidupnya, dan bisa bertukar cerita seperti ini. Ini termasuk hal baru bagi dirinya, walaupun sebenarnya banyak wanita lain yang memang memiliki niat untuk mendekatinya tetapi selalu ia tolak.

“Minuman lo beneran red velvet?” tanya Yohan memastikan, begitu salah satu pelayan menghampiri meja mereka dan meletakkan dua pesanan minuman.

“Iya, udah dari dulu gue suka red velvet.” ucap Keira jujur. Dirinya tidak perlu menyembunyikan hal seperti ini kan?

“Lo beneran mirip sama orang yang gue kenal, beneran serupa tapi gue fikir kalian ga sama.” ujar Yohan setelah menyelesaikan keterkejutan nya.

“Siapa? Nada?”

Mata Yohan kembali melotot kaget, tidak menyangka kalau Keira akan berkata blak-blakan seperti itu kepadanya. “Lo udah tau Nada?!” tanya nya serius.

Keira mengangguk perlahan, “Ya gue taunya dia pacarnya Anan doang sih, dan emang mirip gue.”

Yohan berdecih kecil, “pacar apanya.” gumamnya pelan. “I could be a better boyfriend than him.

I could do the shit that he never did.”

“Hah??” tanya Yohan kebingungan mendengar ucapan Keira.

“Lah lo lagi nyanyi kan? Ya itu gue lanjutin liriknya. Abis, I could be a better boyfriend than him. Part nya lanjut ke I could do the shit that he never did.”

Yohan tertawa terpingkal, “kocak banget lo Kei hahahahaha.”

Justru kini Keira yang bingung, “Beneran ga nyanyi dong tadi berarti?”

Yohan mengangguk kecil, “Terserah lo mau anggap apapun itu. Gue gapapa.”

'Ih anjing, jangan flirt ke gue bangsat. Gue cuma temen luuu.'

Berikutnya, suasana di antara keduanya cukup sepi karena mereka juga masih menikmati beberapa makanan yang sudah di pesan. Yohan terkekeh kecil begitu melihat satu serpihan kue tertempel di pipi bagian kanan Keira. Dengan sigap, Yohan mengambil serpihan kue tersebut dan membuat tubuh Keira tegang karena kaget.

Dengan segera Keira menampik tangan Yohan, dan mengusap pipinya kasar. “Ada kue nya ya? Hahaha makasih.” ucapnya canggung.

Yohan melirik Keira sebentar, dirinya mengerti kalau tubuh Keira mungkin melakukan penolakan karena kaget tadi.

“Kei, what are we?”

Keira mengerutkan keningnya tidak mengerti, Yohan tiba-tiba menanyakan hal seperti itu padanya. “Hah? Friends of course.”

I want more.”

Friends level two?”

“Hahahaha, lo sama lucunya ya ternyata. Maaf, okay gue bakalan to the point kali ini. If you’re really-really not in rush, May I offer my self to be your soon sweet boyfriend?”

Boifran boifren matamu picek!!

Haikal berjalan dengan cepat menuju keduanya. Keira yang belum selesai keterkejutan nya karena Yohan tiba-tiba mengutarakan perasaan kepadanya, makin terkejut karena Haikal datang di waktu yang tepat dan memotong sesi serius antara dirinya dan Yohan.

“Haikal??”

“Lo gapapa Kei?” tanya Haikal cepat, dan melihat seluruh anggota tubuh Keira dengan seksama. “Masih utuh, aman.”

“Apaan banget dah nanya lo, kaya gue mau mutilasi si Keira aja.” kata Yohan sinis, karena Haikal merusak kegiatan nya dengan Keira.

“Lo kan emang gila, gue gatau seberapa gila lo sampe bakalan ngelakuin hal itu juga.”

Yohan makin tersinggung.

“Sebelumnya bentar, Kal lo mundur dulu. Gue masih ada urusan sama Yohan.” Kata Keira kemudian, menengahi pertengkaran antara Yohan dan Haikal.

Yohan tersenyum menang, “gimana Kei?”

“Sorry sebelumnya Han, but can we just be friends?”

Senyum yang ada di wajah Yohan luntur. “Kenapa Kei?”

Keira bengong, ga ngerti yang ada di fikiran nya Yohan apa. “Ya kenapa apanya? Masa gue harus kasih alasan?” tanya Keira balik.

Yohan menelan ludahnya pahit, “maksud gue, apa yang kurang dari gue Kei? Gue bisa kok jadi-”

“Yohan, stop anjir. I want male friends, but why then y'all do weird shit like catching feelings? Lebih dari itu, lo juga gue anggap teman karena lo senior adek gue di karate. Ga lebih Yohan.” ucap Keira kemudian, meledak ledak. Keira dengan segera mengemas beberapa barang bawaannya, cukup sampai disini mungkin agenda antara dirinya dan Yohan sebelum semuanya berubah makin rumit.

“Lo ga ada malunya ya Han, pertama lo sembunyiin Keira, kedua lo nembak Keira? Gila obsesi lo tentang Nada dari dulu ga pernah berubah.” ujar Haikal memprovokasi.

Keira hanya terdiam mendengar perdebatan antara keduanya saat mengemas barang. Mau gimana pun, keduanya udah berteman jauh sebelum Keira bertemu dengan mereka. Maka dari itu, perdebatan ini bukanlah hal yang dia bisa masuki dengan sesuka hati.

“Gue obsesi sama Nada? Hah, terus gimana lo anjir?? Lo ga ngaca dengan diri lo sendiri.” jawab Yohan tak kalah menggebu. “Kei, lo harus tau. Nada, yang lo bilang cewe Anan, dia saudara Haikal sama Hermas yang udah ga ada.” sambungnya lagi dan menarik tangan Keira untuk mendengarkan keseluruhan nya.

“Diem lo bacot!!”

“Alasan kenapa Haikal dan yang lainnya approve lo dan circle lo masuk ke circle mereka, semata mata karena lo mirip Nada. Mereka ga pernah tulus sama lo, dan mereka cuma anggap lo sebagai duplicate Nada.” sambung Yohan masih tak gentar.

Tangan Keira bergetar, dirinya begitu kaget mendengar penjelasan Yohan barusan. Hati dia beneran tertusuk, karena Haikal lah yang beneran dia bahagiakan dalam jalur Keira dalam mendapatkan teman.

“ANJING LO BANGSAT!”

“KAL DIEM!” Bentak Keira kemudian, dirinya melihat Haikal yang kini sudah mencengkram kerah leher Yohan dengan keras. “Selama ini, lo anggap gue sebagai pengganti Nada? Jadi selama ini lo emang sengaja deketin gue, karena gue mirip saudara lo?” ujar Keira dengan suara bergetar, menahan tangis. “Oh ga cuma lo ternyata, semua sahabat lo juga gitu kan? Gue tiba-tiba inget abang lo, Jerome. Dia pasti juga berfikiran kalau gue Nada?”

“Kei, ga gitu...” suara Haikal melembut, mencoba membujuk Keira. Dirinya beneran frustasi kali ini.

“Gue, hidup mewakili diri gue sendiri brengsek. Gue bukan Nada.” kata Keira penuh penekanan, sebelum bergegas pergi dari sana meninggalkan keduanya.

“Lo beneran anjing Han, ga salah dari dulu gue ga pernah bolehin Nada deket deket sama lo even cuma tegur sapa doang.” ucap Haikal final, sebelum dirinya ikut pergi dari sana meninggalkan Yohan yang hanya terdiam.

“Nad, kenapa berserakan gini sih?” tanya Delvin dan melihat Nada yang tengah sibuk melipat beberapa bajunya yang akan dirinya bawa untuk ke Banyuwangi.

“Gatau gue mau pake baju yang mana kak.” rengek Nada kemudian, dan mulai memilah-milah kembali beberapa baju yang akan ia bawa.

“Pake mana aja yang nyaman, milih baju doang kenapa ribet banget sih.” gerutu Delvin ikut merapikan baju yang tidak jadi Nada bawa, kembali ke dalam lemari.

“Ih, lo tuh ga paham. Gue perlu untuk tampil prima setiap waktu tauk!” sahut Nada jengkel, karena Delvin tidak mengerti apa yang Nada inginkan.

“Kenapa harus tampil prima?” tanya Delvin kemudian, dan ikut duduk di depan Nada.

Nada menurunkan tangannya, menatap balik Delvin. “Ya ga ada, pengen aja keliatan cakep.”

Delvin menatap lurus ke dalam mata Nada, “lo ga perlu bawa baju yang bagus, baju yang cocok, baju yang terlihat baik di lo Nada cuma buat sekedar tampil prima. Di mata gue, di mata saudara lo yang lain, di mata mama atau papa, lo tuh udah sangat amat cukup cantik.” ucap Delvin dalam satu tarikan nafas, membuat Nada yang di depannya tertegun karena tidak menyangka seorang Delvin akan berucap seperti itu kepadanya.

“Anjing satu lemari aja apa ya yang gue bawa kak?!”

“Hah?? Ya ga gitu juga bangsat!”


Delvin tersenyum, melihat gaun motif bunga berwarna kuning yang dirinya ambil dari dalam lemari Nada. Gaun itu adalah gaun yang dirinya pilihkan untuk Nada, supaya ia pakai ketika berada di Banyuwangi dulu.

Kenyataannya, hingga saat terakhir dirinya tidak pernah melihat Nada mengenakan gaun itu, dan kemudian gaun itu kembali dengan rapi di dalam lemari seperti semula.

“Del? Ngapain? Kok di kamar adek?” tanya Tiyo yang memanggi Delvin di depan pintu kamar Nada yang memang di biarkan terbuka. “Kok ngeluarin baju adek yang ini? Buat apa?” tanya Tiyo kemudian, dan duduk di samping Delvin dengan tenang.

Delvin hanya diam tak berguming, sambil sesekali mengelus gaun berwarna kuning itu lembut.

“Kangen Nada?”

Delvin berdecih, “Siapa sih emang di rumah ini yang ga kangen Nada?”

“Kalo kangen Nada, ayo ke makam. Bareng gue, atau bisa sama yang lain. Atau kalau mau quality time sama adek, sendirian aja ke sana.” ujar Tiyo kemudian, mencoba menghibur hati adiknya.

“Bang, apa permintaan gue punya adek cewe yang sedari dulu gue idam idam kan itu berat banget ya? Sampe Nada juga ikutan pergi.”

Tiyo menekuk alisnya tidak mengerti, “ngomong apasih?”

“Dulu gue minta adek cewe ke mama, tapi berakhir papa pergi.”

“Del, papa pergi itu karena waktunya udah buat pergi. Bukan karena lo minta adek cewe.”

“Terus ada Nada dateng, ga lama dia juga pergi. Apa karena emang permintaan gue punya adek cewe itu membebani banget ya?”

Tiyo tidak berucap lagi, dan memeluk Delvin dengan erat. Banyak hal yang Delvin pikirkan saat ini, dan Tiyo tahu benar itu. Luka yang Delvin tanggu sedari dulu, memang tidak benar benar pernah tertutup.

Mungkin iya, sempat terobati karena kedatangan Nada. Tiyo tahu benar, karena semenjak kedatangan Nada, Delvin lebih sering tersenyum dan mengekspresikan banyak hal dengan lebih sering. Tapi seperti kata Delvin, itu tidak bertahan lama dan justru membuat luka pada hati Delvin menganga jauh lebih lebar dari sebelumnya.

Delvin melepaskan pelukan Tiyo dengan perlahan, “Lo keluar aja, gue mau tidur kamar Nada malam ini.” ujar Delvin kemudian, dan di jawab oleh anggukan Tiyo yang beringsut bangun dari duduknya untuk keluar dari kamar Nada.

“Del, gue harap kita semua bisa bahagia ya mulai dari sekarang.” ucap Tiyo sebelum menutup pintu kamar, dan berlalu dari sana.

Iya Keira kaget. Beneran sekaget itu waktu liat Haikal dan Anan udah duduk tenang di sofa ruang tamu rumahnya.

Tadi Keira tuh lagi ngajarin Keenan garap tugas Biologi, jadi dirinya ga liat kalau banyak notifikasi di ponsel yang beneran nyepam banget. Dari yang penting, sampe ga penting penting amat.

“Kalian berdua kok bisa tau rumah gue? Nanya ke siapa?” tanya Keira menemani keduanya. Keenan beranjak ke dapur, dirinya sebagai tuan rumah dengan mandiri ingin mengambilkan Haikal dan Anan air minum.

“Nanya Jisel.” jawab Haikal singkat, “buset, rumah lo lumayan gede juga ya Kei.” puji Haikal dan mengedarkan pandangan ke sekeliling rumah.

Keira mengangguk mengiyakan, dan pandangannya beralih pada Anan yang sedari tadi terlihat fokus dengan ponselnya. “Lo kenapa juga ikut?” tanya Keira kepada Anan.

Anan melirik Keira sebentar, dan berpaling pada Haikal. “Ga ada, pengen jalan-jalan doang.” jawabnya padat.

Haikal tersenyum kecil, dirinya mentertawakan gengsi Anan yang cukup besar.

“Kak Haikal, kak Anan, adanya es teh manis doang ya. Maaf kalo gabisa siapin yang lebih.” ucap Keenan sembari membawa nampan yang berisi dua gelas es teh yang baru saja di buatnya.

“Eh santai aja kali, kita kan bukan presiden juga.” ujar Haikal berkelakar.

“Ini kalian berdua langsung dari rumah ke sini?” tanya Keenan lagi, dan memposisikan duduk di samping Keira. “Gila kaget banget gue waktu mas Bima tadi bilang ada cowo yang nyariin kak Keira. Gue kira kak Keira beneran udah ada pacar. Ternyata kalian berdua toh.” sambungnya panjang lebar.

Keira melirik Keenan, “kenapa kaget banget coba? Kaya hal aneh aja kalo gue punya pacar.”

“Ya aneh lah, lo kan nolep.” jawab Keenan langsung, membuat darah Keira mendidih.

“Ni anak, sana lu pergi!” perintah Keira kasar, menyisakan tawa Keenan yang senang berhasil menggoda Keira.

“Ini di rumah lo cuma sama Keenan, sama kakak lo yang pertama itu doang Kei?” tanya Haikal, begitu Keenan pergi dari sana.

Keira menggeleng, “nggak juga sih sebenernya. Masih ada kak Adit, sama ayah. Dan mas Bima tuh sebenernya udah nikah, dan punya istri. Jadi dia sama istrinya punya rumah sendiri. Mereka berdua kesini juga karena ada urusan.” jelas Keira.

Anan mengedarkan pandangannya pada seluruh sudut rumah, “ga ada foto keluarga.” gumam nya pelan.

“Hah?”

“Apaan?” sahut Haikal.

“Nggak, tadi kayanya gue denger Anan ngomong.” kata Keira kemudian.

“Ga penting.”

'Ye, biasa aja kali.'

“Jadi lo kesini cuma mau tau rumah gue doang kah?” tanya Keira kemudian, beralih ke topik utama.

“Iya, gabut juga sih sebenernya.” jawab Haikal jujur.

“Lo tuh anaknya emang ga bisa diem ya, ada aja tingkah lo yang harus gerak ini lah, itu lah.”

“Ya gapapa. Itu kan bukan hal buruk juga. Nah berhubung gue udah ke rumah lo nih, kapan-kapan ayo main ke rumah kita.”

“Rumah kita?” tanya Keira balik, kaget.

“Rumah gue deng, anjir ngakak kenapa gue bilang rumah kita ya?” Haikal mencoba untuk klarifikasi.

“Kaget gue anjir, soalnya ga mempan kalo itu tadi lo jadiin gombalan.”

“Yah, padahal gue udah belajar mati-matian buat flirting ke cewe.”

“Belajar dari siapa sih? Kurang ahli nih yang ngajarin lo kayanya.”

“Hahahaha, iya kayanya. Terus gimana dong?”

“Belajar lah sini dari gue, gue top gombal women.” ujar Keira kemudian, menanggapi lelucon Haikal.

Dengan tergesa-gesa Haikal memasukkan password apartemen Adelio yang sudah sangat ia hafal di luar kepala.

“Del? Kebiasaan banget deh lo bikin gue penasaran.” keluh Haikal dengan keras, dan mengitari seluruh penjuru mencari Adelio, sebelum dirinya menemukan si pemilik apartemen memang duduk di dalam kamar tamu.

Adelio tidak menjawab keluhan Haikal, dan masih berfokus penuh pada laptopnya. “Nama lengkapnya Keira siapa Kal?” tanya Adelio kemudian.

Haikal menaikan satu alisnya penasaran, “Keira Abigail, kan?”

“Keira Amira Abigail.”

“Hah?”

“Itu nama lengkap dia. Menurut lo, kenapa yang ada di catatan mahasiswa cuma Keira Abigail nya doang? Amira nya kemana?”

Haikal menggelengkan kepalanya tidak mengerti. Emang kurang ajar ni Adelio, dia baru sampe udah di suruh berfikir keras. “Jujur jujuran aja deh, gue ga ngerti maksud lo.” ujar Haikal kemudian.

“Kal, identitas Keira itu cuma setengah. Identitas penuh dia ya Keira Amira Abigail.” Ucap Adelio sembari memperlihatkan biodata lengkap dari Keira yang sudah terpampang jelas di layar laptopnya.

Haikal melotot sebelum dirinya ikut menyerobot laptop Adelio untuk melihat informasi itu lebih lanjut. “Buset, lo dapet kaya ginian gimana nyari nya dah Del?” puji Haikal kagum.

Adelio memutar bola matanya malas, sulit sekali untuk memaksa Haikal fokus dalam satu kondisi.

“Coba lo liat kewarganegaraan nya.” titah Adelio kemudian.

Haikal menurut, dan mulai menggulirkan layar ke bawah guna mencari bio kewarganegaraan dari identitas Keira. “MALAYSIAN?! WHAT THE FUCK!!

“Jadi ternyata identitas Keira tuh ada dua Kal, yang Keira Abigail kewarganegaraan nya Indonesia. Sedangkan Keira Amira Abigail, kewarganegaraan nya Malaysia. Gue juga udah cek informasi tentang keluarga nya yang lain.” lanjut Adelio kemudian. “Lo tau nggak kalo iparnya Keira itu Dekan SI?”

Haikal menggelengkan kepalanya cepat, “Kalo Dekan SI mah nanya si Hermas, gue kan HI anjir.”

“Ya intinya itu lah, jadi iparnya Keira tuh Dekan SI. Dia nikah sama kakak Keira yang pertama, jadi kakak Keira yang pertama juga pindah kewarganegaraan.” jelas Adelio kemudian.

“Del, semua saudara Keira tuh kuliah dan sekolah disini. Ya artinya mereka semua sekarang warga negara Indonesia.” kata Haikal kemudian, teringat pada Keenan dan Adit.

Adelio mengangguk, “berarti bisa di konfirmasi kan, kalau memang identitas Keira tuh ada dua. Dan keduanya juga valid.”

“Betul, terus maksud semua ini apaan? Cuma beda nama dikit Del, siapa tau memang di ubah supaya ga menuh menuhin ijazah.” ucap Haikal sembari berkelakar.

Adelio menggeleng, “gue tadinya juga mikir gitu Kal, paling namanya di ubah dikit karena emang pengen suasana baru atau alasan lainnya. Tapi lo harus tau yang satu ini.” sambung Adelio lagi, dan menyodorkan sebuah laman website yang tampilannya mirip dengan website formal lainnya.

“Ini apaan?”

“Ini website Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Malaysia.” jelas Adelio.

Haikal menahan nafas sembari membaca berbagai informasi yang tertulis disana. “Demi apa?? Del, ini beneran kan?” kata Haikal terbata begitu membaca rentetan kalimat yang tertera.

Adelio mengangguk perlahan, “Iya Kal, apa yang lo liat itu bener. Dan ga mungkin ada kesalahan dalam pencatatan karena semuanya di lakukan di hari yang sama usai kejadian.”

“Jadi?”

Adelio menghela nafasnya berat, “Identitas yang bernama Keira Amira Abigail dan udah tercatat meninggal sejak tahun 2016.”

Keira membuka pintu dengan perlahan, meminimalisir suara yang mungkin saja akan muncul jika dirinya bertindak gegabah.

Seperti yang dirinya duga, mas Bima akan meninggalkan kewajiban membersihkan kamar belakang sepenuhnya pada bi Iyem, dan lebih memilih untuk berduaan dengan mbak Tiara. Level bucin sudah tingkat akut, ga akan tertolong lagi gimanapun caranya.

Bi Iyem sendiri sudah selesai melaksanakan tugasnya, dan kembali ke dapur untuk memasak makan malam. Meninggalkan kunci kamar yang memang masih menggantung pada daun pintu, untuk di ambil oleh mas Bima nanti.

“Gua kunci sekalian apa ya dari dalem? Ngeri banget gue kalo abis ini mas Bima dateng terus langsung kunci pintunya.” gumam Keira sembari menimang kunci kamar yang ada di genggaman nya.

Akhirnya dengan tekad yang matang, Keira memilih untuk membawa kunci itu dan mengunci pintu dari dalam.

Keira mengernyit karena suasana kamar saat ini sangat gelap, dengan tergesa dirinya meraba raba sekitar dinding guna mencari saklar.

“Ketemu!”

Keira menatap keadaan sekitarnya dengan awas. Dirinya cukup terkejut, karena kamar yang ia kira hanyalah sebuah gudang merupakan kamar yang selayaknya di gunakan tempat untuk tidur.

Ada kasur, ada meja rias, ada lemari. Keira tidak tahu, apakah memang ada kamar seperti ini di rumah mereka??

“Gue, gue gatau ini kamar siapa... Ini kamar siapa anjir?”

Keira memutari kamar itu, mencoba mencari celah agar dirinya tahu, apa maksud dari semua ini.

Kemudian Keira berhenti pada salah satu pigura yang berada di atas meja nakas samping kasur.

Keira ga tau, di seluruh sudut rumah ga pernah ia temui barang sekalipun di kamarnya pigura foto. Tapi kok bisa bisanya disini ada satu pigura foto?

Dirinya melihat dengan serius, siapa wanita yang berada di dalam pigura itu karena dirinya memang tidak mengenalinya. Kemudian Keira memutar pigura, dan melihat bagian belakang pigura itu.

Tepat seperti dugaannya, memang terdapat tulisan pemiliki foto yang berada di dalam pigura. Tetapi yang kian aneh, kini membuat Keira makin pusing dengan hal yang tengah terjadi adalah pigura itu tertuliskan nama lengkap, yang sangat ia kenali. Keira A. Abigail.

Jisel ga bohong kalau habis dirinya dan Keira menghadap Pak Ridho, ia ingin bertemu dengan Mita. Beneran di labrak lah, gila aja enggak.

Tapi yang tadi katanya mau di buat babak belur masih belum ada pergerakan nya. Keduanya masih adu bacot, dan Keira hanya berada di sana diam menyaksikan keduanya di barengi oleh banyak mahasiswa lain yang juga ikut penasaran dengan apa yang terjadi.

“Masalah lo sama gue apaan gue tanya ha? Lo kalau mau bersaing masalah nilai, pake cara yang sehat dong. Murahan banget pake segala ga cantumin nama gue di essay.” kata Jisel menggebu gebu.

Keadaan semakin panas, begitu Keira melihat Haikal dan kawan-kawan berlari menghampiri dirinya untuk turut ikut menonton perkelahian yang tengah terjadi.

“Udah lama Kei?” tanya Dinan di sampingnya antusias.

Keira memutar bola matanya malas, udah berasa kaya nontonin adu ayam jago gini.

“Gacoan gue Jisel, pasti menang! Abis sama Hermas aja dia berani, gimana sama yang lain.” sahut Hengky tak kalah senang.

Hermas dan Anan ikut memasuki gedung. Dapat Keira lihat dari sudut matanya, Mita melihat Hermas dengan pandangan memuja.

'Wah tau gue nih, pasti ga cuma masalah nilai doang. Si Mita pasti juga demen sama si Hermas.'

“Yaudah lah gitu doang, ngapain di gede gedein sih? Caper ya lo.” jawab Mita kemudian, setelah terdiam lama.

Jisel sudah bersiap untuk berlari menerjang Mita dan mencakar wajahnya, sebelum Hermas tepat berada di belakangnya dan mengangkat tubuhnya ke atas untuk menjauhkan Mita dari jangkauan Jisel.

“Gausah jadi reog.” kata Hermas singkat.

Semua yang disana diam, Haikal yang tadinya cengengesan nonton orang berantem, begitu ngeliat saudara kembarnya sampe mau turun tangan ikut bingung. Ini sebenernya Hermas sama Jisel beneran udah officialkah?

Keira mengulum senyum, tadinya dia fikir mungkin ini cinta segitiga. Tapi melihat kesigapan Hermas dalam meng-handle kemarahan Jisel, dapat dirinya simpulkan kalau disini sebenarnya Jisel menang telak.

Seru banget dah masa remaja nya, bisa liat hal hal kaya gini yang sebelumnya belom pernah dia rasain. Mahasiswa yang lain berangsur-angsur bubar setelah mendengar teguran dari Adelio dan Ren yang memang lebih sigap dari teman temannya yang lain, yang lebih bahagia melihat keributan.

Hermas memegang pundak Jisel, dan mengajaknya untuk ikut pergi dari sana. Tepat sebelum Mita yang melemparkan iPad yang sedari tadi di genggamnya ke arah Jisel dan Hermas.

Ya anggap aja Keira goblok, justru dirinya yang sok sokan maju dan berusaha menangkap iPad tersebut sebelum mengenai Jisel dan Hermas. Sayangnya aksi heroik nya itu, justru meleset dan iPad tetap melesat mengenai kepalanya.

“GILA YA LO!!” teriak Anan dan berlari menghampirinya yang sudah jatuh terduduk.

Keira tidak menyangka, kalau benda pipih itu akan sangat menyakitkan ketika terkena kepalanya. Udah lah, gausah lagi dia sok sokan mau jadi pahlawan kesiangan gini. Jadinya malah kena sial nya juga kan dia.

“Kei, gapapa??” tanya Hansa dan ikut memegang tangan Keira yang tengah memegang kepalanya sendiri.

“Udah, bawa ke UKK dulu ayo!” kata Haikal ikut menimbrung.

Dan saat kalimat nya berakhir, pandangan Keira menghitam. Keira mendengar orang-orang berteriak kaget memanggil namanya. Keira juga merasakan tubuhnya di angkat dalam sebuah gendongan yang terasa hangat. Sampai dirinya benar-benar kehilangan kesadarannya.


“Gila sampe biru gitu dahi nya.” kata Haikal sembari menunggu Keira untuk sadar di ruang UKK.

Jadi setelah Keira pingsan tadi, dengan sigap Hansa langsung gendong anaknya untuk di bawa ke UKK. UKK nih kepanjangan dari Unit Kesehatan Kampus, ya intinya mirip-mirip dikit lah sama UKS.

Buat Mita, gatau deh kayanya sekilas yang Haikal lihat, Jisel langsung gebukin anaknya. Haikal bergidik merinding, Jisel udah mirip banget sama Ronda Rousey. Ga akan kayanya dia coba jailin Jisel, kalau masih pengen badan nya utuh.

“Kepala gue pusing banget anjing.” kata Keira lemas, mengagetkan keduanya dan mencoba duduk dari ranjang UKK. “Kasih minum gue dong buset, haus banget udah kaya lagi dehidrasi nih.” keluhnya lagi, dan meminta segelas air putih yang berada di samping Haikal.

“Duh, lagian lo tuh ada ada aja anjing. Kenapa sih pake loncat mau nangkep iPad nya segala?? Untung aja kepala lo ga bocor.” sanggah Haikal cerewet, makin membuat Keira pening mendengarkan nya.

“Aduh, lo kalo ngomong terus mending keluar aja deh.” sela Keira cepat, “pusing gue denger ocehan lo.” sambungnya lagi.

“Masih sakit yang ini?” tanya Hansa dan menyentuh lembut dahi Keira yang memar.

“Perih, dikit. Tapi kepala gue masih ngilu asli.” ujar Keira jujur.

“Gapapa, ntar minum parasetamol.” jawab Hansa, menenangkan. “ Btw, lo sebelum nya udah pernah cedera kepala kah? Sorry gue ga sopan, tadi gue liat ada bekas jahitan di kepala lo bagian tengah.” sambungnya lagi membuat Keira terdiam.

Haikal yang ada di sana juga terdiam, memasang telinganya lebar lebar untuk mendengarkan apa jawaban yang akan keluar dari mulut Keira.

“Gatau sih, kata keluarga gue, gue dulu pernah kecelakaan dan buat ingatan gue hilang setengahnya. Jadi setelah kecelakaan kali itu, gue hanya ingat kehidupan gue yang lagi berjalan sekarang. Ingatan yang sebelumnya ga ada, ilang semua.” jawab Keira setelah terdiam lama.

“Lo ga pernah coba buat kembaliin ingatan lo di masa lalu kah?” tanya Haikal pelan, dan mencari tatapan Keira.

Keira menoleh dengan heran ke arah Haikal, “maksud lo?”

“Lo apa gamau cari tau ingatan masa lalu lo gimana?”

Anan mengatur bantal yang berada di kamar tamu rumah Kayla. Ni anak tadi kaga balesin chatnya Kayla, dan langsung ke rumah Kayla tanpa kabar-kabar juga. Untung aja anaknya di rumah, kalau enggak gimana?

“Nan, kenapa?” tanya Kayla di depan pintu, melihat suasana hati Anan yang tengah tidak baik.

“Ga ada.” jawab Anan singkat.

“Mau makan?” tanya Kayla lagi masih belum menyerah.

“Nanti aja Kay, tinggal aja dah tidur sana.” sambungnya dengan dalih ingin menyendiri terlebih dahulu.

“Yaudah, kalau mau makan nanti panasin dulu ya sayurnya. Gue tinggal.” ujar Kayla kemudian, menyerah.

Anan menatap punggung Kayla sebentar, sebelum akhirnya Kayla menutup pintu kamar dan berlalu pergi.

Kalau bisa di bilang saat ini dirinya merasa bersalah, jujur aja iya. Dia ga terbiasa mencampakan ujaran orang lain apalagi ini Kayla, sepupu dia sendiri yang beneran deket sama dia.

Tapi kondisi hati dia saat ini beneran lagi kacau, dan dia butuh waktu sendiri untuk merenungi semuanya.

Ingatannya kembali pada percakapannya dengan Adelio dan Haikal yang menyinggung bahwa ada kemungkinan Keira itu Nada.


Jadi setelah Haikal sempat chat Anan, kalau saat ini Haikal udah berubah haluan dan memberi dirinya sendiri harapan.

Haikal cerita ke Anan, kalau dia saat ini lagi menyelidiki asal usul Keira. Ga ngerti lagi, yang lain mah menyelidiki kasus kriminal, atau mungkin sejarah. Eh ini malah menyelidiki identitas seseorang.

Haikal cerita ke Anan, kalau pendirian dia sempat goyah karena Haikal tau kalau Keira ga punya masa lalu yang pasti.

Haikal cerita, kalau Keira kasih tau dia, selama ini Keira hanya hidup bergantung dengan ingatan nya saat berumur tujuh belas tahun, hingga sekarang.

Belum lagi Haikal juga membeberkan konspirasi dia, kalau memang selama ini Keira tinggal di Malang bersama mereka, segede gedenya Malang, kok bisa mereka ga pernah ketemu satu kali pun walaupun itu cuma sepintas.

Padahal kalau di lihat dari daerah dimana tempat Keira tinggal, jaraknya ga terlu jauh dengan tempat tinggal mereka semua. Kebetulan yang seharusnya terjadi, malah ga terjadi, dan itu adalah hal yang bikin aneh.

“Gue serius kali ini Nan, gue ga mau goyah lagi. Gue ada bareng Adelio, bahkan gue belom sempet ceritain ini ke Hermas loh.”

“Justru lo yang belum ceritain hal ini ke Hermas, itu yang bikin gue curiga. Maksud sebenarnya lo ngelakuin hal ini tuh apa?” sahut Anan cepat balik bertanya.

Haikal mengerutkan keningnya bingung. “Maksud gue ya karena gue pengen cari tau, Keira itu beneran Keira, atau sebenernya Nada.”

Anan menghela nafas nya lelah. “Dari awal gue tuh udah paling cape dengan segala kerandoman lo Kal. Lo yang pertama kali bilang jangan menaruh harapan, terus tiba-tiba lo bilang ada kemungkinan. Tapi kemudian lo balik menyangkal lagi, dan sekarang lo naruh harapan lagi? Gue ga paham dengan segala tindakan impusif lo, sampai kali ini nyeret Adelio juga ke dalamnya. Kal, sebelum lo melakukan ini semua, ada baiknya lo renungi lebih dalam dulu, apa sih yang sebenernya mau lo lakuin? Apa semata mata karena lo rasa ini penting bagi lo? Atau gimana?”

Haikal terdiam, Adelio yang berada di belakangnya juga terdiam. “Tapi Nan, setidaknya gue mau mencoba. Harapan gue besar karena banyak hal janggal di Keira. Kalau sedari awal Keira ga memiliki kejanggalan apapun, gue ga mungkin bertindak implusif kaya gini. Lo gamau sekali ini aja percaya gue lagi?”

Anan berbalik badan dan meninggalkan keduanya untuk kembali ke tempat sahabatnya yang lain menunggu.


“Gue bukannya ga mau percaya Kal. Gue cuma takut akan hasilnya nanti.” ucap Anan bermonolog setelah sedari tadi hanya terdiam memikirkan kembali percakapan mereka tadi.

“Ada perbedaan antara lupa, dan nggak ingat sama seperti yang lo teorikan. Dan keduanya jelas-jelas beda. Tidak ingat berarti kondisi dimana lo gak sempat mengkode hasil presepsi, sehingga ga ada jejak-jejak yang tersimpan di ingatan. Jika memang Keira itu Nada, artinya dia seseorang yang pernah mengingat di masa lalu, dan di kemudian hari dia tidak bisa memunculkan apa yang pernah di ingatnya, kecuali dengan beberapa presepsi yang mungkin bisa memancing ingatan dia lagi.”

“Tapi dari sekian banyaknya presepsi yang muncul di hadapan Keira yang lo fikir adalah Nada, ada lo sendiri sebagai saudara tirinya, belum lagi Hermas, dan anak anak yang lain, yang punya kenangan dengan Nada. Dan juga gue. Kenapa dari banyaknya presepsi itu, Kiera ga mengingat kenangan kita semua satu pun? Jawabannya pasti, yaitu Keira gak ingat karena dia ga pernah punya ingatan tentang itu.”

Anan mengumam, “Keira bukan Nada, Kal. Ingatan selalu punya objek dalam kenyataan. Dan di kenyataannya, Keira ga punya ingatan apapun tentang kita, maka dari itu dia bukan Nada.”

“Kenapa kusut bener muka lo?” tanya Dinan menyambut Hengky yang baru saja pergi sejenak untuk mengangkat telpon dari pacarnya.

“Gatau lah, cewe gue tuh ternyata masih hubungan anjir sama mantan dia.” keluh nya dan kembali duduk di samping Haikal. “Padahal gue kurang apa sih? Gue cakep iya, gentle iya, tulus iya. Dia nyari apa lagi yang ada di mantannya?”

Sebenernya Keira geli dikit waktu denger penuturan Hengky. Tapi dia tahan-tahan karena waktunya ga tepat untuk julid saat ini.

Haikal menepuk pundak Hengky pelan, “I feel you, Heng. Inget orang tulus ga bakalan pernah menang dalam urusan percintaan.” ujar Haikal kemudian.

Anan menolehkan kepalanya, mengerti kalau saat ini Haikal tengah mengaitkan hubungan antara dirinya dan Kayla pada posisi yang tengah Hengky alami.

“Yaelah, lo tuh dapet teori dari mana orang tulus ga pernah menang di urusan percintaan?” sela Keira. “Orang tulus tuh, akan menjadi pemenang ketika ia bertemu dengan seseorang yang tau cara menghargai dan mengerti arti sebuah perjuangan.” sambungnya lagi sebelum Haikal sempat memotong ucapannya.

“Lo jangan ngomong gitu dong, jadinya kan seolah-olah orang yang tulus selalu dapet jelek nya doang. Ntar ga ada lagi orang beneran tulus gimana?” balas Keira kemudian tidak terima.

Haikal terdiam, semuanya terdiam setelah mendengarkan penuturan Keira.

“Terus menurut lo gue harus gimana Kei?” tanya Hengky kemudian, dia udah bingung mau bersikap kaya gimana untuk kedepannya.

Jisel agak shock dikit karena yang dia tahu, hubungan antara Hengky dan kekasihnya tuh kaya masih anget anget tai kucing gitu. Dia ngeliatnya mereka berdua udah kaya pasangan paling romantis se-kabupaten. Eh ternyata di baliknya ada masalah internal yang cukup serius.

“Ya bersikap gimana Heng?” tanya Keira balik, “itu hubungan lo, ya lo pikirin dong yang terbaik buat lo kaya gimana. Jangan nanya ke gue, gue bukan pakar cinta. Gue aja jomblo.” sambungnya sedih.


“Serius lo nyari sampe segitunya?” tanya Haikal pada Adelio yang sebelumnya sudah menariknya untuk berpisah dengan rombongan anak-anak yang lain.

“Serius Kal, lo liat sendiri. Catatan kelengkapan identitasnya si Keira nih beneran ga ada loh di manapun. Kaya beneran di sembunyikan banget. Catatan sipil ada, dan memang dia terdaftar sebagai warga negara kita, tapi sisanya abu-abu.” jawab Adelio mantab.

“Eh, tapi Keira pernah cerita ke gue kalau dia itu home schooling. Soal hal itu, ngaruh nggak kira-kira?”

“Hah? Kalau catatan soal itu ga ngaruh njir. Lo ngerti ga sih kalau pemalsuan identitas di negara kita marak banget, tapi ga semua orang tau soal ciri-ciri nya kaya gimana.” sambung Adelio kemudian.

“Maksud lo? Ada kemungkinan ini pemalsuan identitas gitu?”

“Gue rasa iya, atau enggak. Kita belom tau detail nya gimana, masih banyak hal yang harus kita cari. Tapi kalau perkiraan gue bener, bisa jadi Keira Abigail itu beneran ada dan kita selama ini cuma salah paham. Atau sebenernya Keira Abigail itu memang ada identitas nya, tapi hanya sekedar identitas kosong yang siap untuk di isi orang lain.”

“Kok lo keren banget sih anjir jelasinnya?? Jadi detektif aja po kita berdua?”

“Buat nyari duit?”

“Boleh.”

“Gausah deh, mager. Duit orang tua kita udah banyak.”


“Kalian udah lama ya temenan.” kata Hansa memecah suasana. “Keliatan banget, kalian semua solid gini.” sambungnya lagi, setelah mereka selesai berdiskusi tentang permasalahan yang tengah Hengky alami.

“Kita semua saling butuh satu sama lain sih Sa, jadi ga ada alasan kenapa kita ga bantu sahabat yang lain kalau lagi susah.” jawab Aldeo mewakili.

“Gue dulu tuh waktu SMP udah ada ancang-ancang mau ke SMA kalian loh. Tapi tiba-tiba kementrian pendidikan keluarin surat soal zona buat tiap SMP untuk ngelanjutin SMA dimana. Kampret emang, akhirnya gue lanjut SMA di dekat daerah rumah gue.” curhat Hansa sedikit kesal karena adanya peraturan itu.

“Ya gapapa, kan sekarang kita dah temenan.” jawab Felix menenangkan.

Ponsel Anan yang sedari tadi berada di atas meja berbunyi, menandakan di terimanya satu buah pesan baru. Yang lain tampak tidak perduli dan masih asik berbincang kecuali satu orang yang menatap Anan dengan tidak percaya.

Anan yang merasa di tatap, menoleh ke arah Keira yang terus menatap nya intens. “Apa?” tanyanya memecah keadaan sekitar yang sedari tadi penuh dengan suara bising yang lainnya.

Semuanya memusatkan atensinya ke arah Keira dan Anan.

“Lo... lo ngapain pasang foto gue buat jadi wallpaper di hape?” tanya Keira gugup setelah memastikan kalau yang ada di ponsel Anan adalah wajahnya.

“Bukan lo.”

“HAH BUKAN GUE GIMANA?! ORANG JELAS JELAS ITU GUE KOK!!” jerit Keira histeris, dan memegang lengan Jisel yang ada di sampingnya takut.

“Apasih, di bilang bukan lo ya bukan lo.” kata Anan masih tidak peduli.

“Anu Kei, lo salah liat kali.” ucap Dinan menengahi keduanya.

“Enggak anjing, mata gue masih sehat. Kalau emang bukan gue, coba lo tunjukin ke kita semua apa wallpaper lo sekarang!” kata Keira memaksa, masih belum puas.

“Kei, udah anjir.” ucap Jisel menahan.

“Enggak Sel, freak banget nyimpen foto orang terus di jadiin wallpaper.”

Melihat Anan masih tidak peduli, Keira mulai jengah dan mengambil ponsel Anan dengan paksa. Ni anak emang gatau diri, malu maluin, seenaknya sendiri, egonya gede. Banyak bener dah red flag nya.

“Lo ngapain sih anjing?!” kata Anan jengkel, dan berusaha mengambil kembali ponselnya.

Hansa yang melihat hal itu, langsung berinisiatif mengambil ponsel dari Keira dan mengangkatnya tinggi-tinggi hingga Keira tidak bisa mengambilnya.

Karena ikut penasaran, pada akhirnya Hansa juga menghidupkan ponsel Anan guna melihat apakah yang sebenarnya Keira maksud adalah hal yang benar.

“Tapi, tapi ini kan emang Keira Nan?” tanya Hansa terkejut begitu melihat wallpaper layar ponsel Anan.

“TUH KAN ANJIR, MUKA GUE!!”

“Hah?! Lo ngapain jadiin muka Keira buat wallpaper Nan?” tanya Jisel ikut mengimbuhi.

Anan dan yang lainnya hanya terdiam tanpa mau menjawab pertanyaan ketiganya yang masih penasaran.

Anan menodongkan tangannya kebawah. “Hape gue, ini bukan hal yang wajib gue jelasin juga ke kalian.” ujar Anan kemudian mengambil ponselnya dari Hansa dan berlalu dari sana.

“YA WAJIB LAH!! ITU KAN MUKA GUE ANJING?!”

“Kei, udah Kei.” lerai Dinan, “itu bukan lo. Itu Nada.”

“HAH?!”